√ Zakat Profesi (Sebuah Alternatif Mengatasi Ketimpangan Ekonomi) - Cak Akbar

Zakat Profesi (Sebuah Alternatif Mengatasi Ketimpangan Ekonomi)

Daftar Isi [Tampil]

    !!!Perhatian!!! Tulisan ini sengaja dibuat secara ringkas dan mudah dimengerti (Insya Allah) jika Anda tertarik mendalami ilmu fiqihnya silahkan mengkaji langsung tentang tema tersebut.

    Jumpa lagi dengan Cak Akbar, semoga rahmat Allah selalu diberikan kepada kita semua. Tulisan kali ini akan membahas tentang ekonomi Islam. Yups, sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan Alquran dan Assunah/Hadist dan berasaskan keadilan dan kesetaraan (equality and egalitarian). Ekonomi Islam kerap menjadi pilihan alternatif (walaupun memang seharusnya menjadi hal yang utama) ditengah ketidakpastian sistem ekonomi yang ada. Sejauh ini sistem ekonomi yang ada adalah Kapitalis yang menerapkan hukum pasar bebas dan Sosialis yang menerapkan hukum sama rasa sama rata dengan penghilangan hak-hak individu menjadi hak milik bersama.

    Sekilas Pandang Sistem Ekonomi Dunia

    Sistem kapitalis maupun sosialis keduanya memiliki beberapa pandangan terkait bagaimana mengatasi ketimpangan (inequality) ekonomi yang ada. Madzhab kapitalis berpandangan dengan adanya Trickle Down Effect atau mereka meyakini kegiatan ekonomi yang diserahkan kepada pasar akan memberikan dampak tetesan ke bawah. Sebagai contoh : seorang pemiliki modal (kapital) hendak akan membangun sebuah bisnis, dengan model bisnis yang di buat maka akan memberikan dampak kepada masyarakat yang ada dibawahnya seperti membutuhkan pegawai, tenaga ahli, dan sejenisnya. Namun, pada kenyataannya teori ini sudah tidak berjalan seperti sebagaimana mestinya. Kenyataannya yang terjadi justru trickle up effect atau efek menyembur ke atas. Orang-orang kaya cenderung lebih mendapatkan kemudahan secara ekonomi, justru lupa untuk membangun perekonomian kecil yang berada di bawahnya. Akibatnya, yang kaya menjadi semakin kaya, dan yang miskin menjadi semakin miskin. Oleh karena itu, pembagian kue pambangunan pun justru semakin dinikmati oleh kalangan atas. Hal tersebut dapat dilihat dari indeks gini/ rasio gini (salah satu cara mengukur ketimpangan) yang selalu berada di posisi sedang dari ketahun-ketahun.

    Akibat ketidakberhasilan sistem kapitalis dalam menghilangkan ketimpangan maka munculah madzhab sosialis yang lebih mengedepankan kemakmuran bersama/ ekonomi kerakyatan. Sehingga imbas ekstrimnya adalah agar terwujudnya visi misi tersebut kepemilikan pribadi dihilangkan, kepemilikan atas faktor produksi juga dihilangkan sehingga yang ada adalah semua milik bersama (negara) sehingga semua kebutuhan negara diatur oleh negara. Sekilas hal itu terlihat baik, namun dengan adanya sistem ini justru akan melahirkan ditaktor absolut (contoh Uni Soviet, Korut) yang tidak betu-betul bisa menyediakan kebutuhan barang dan jasa secara menyeluruh.

    Sebuah Alternatif (Islam & Zakat)

    Setelah sekian lama terbenam, munculah kembali gerakan membumikan ekonomi Islam yang diprakasai oleh para alim ulama dan para cendikiawan ekonomi pada masanya. Sebut saja Qodhrowi salah seorang ulama kontemporer yang memberikan fatwa-fatwa terkini dan sebut saja Umar Chapra yang mengkolaborasikan fatwa-fatwa tersebut menjadi porduk-produk ekonomi yang adaptif.

    Termasuk Ekonomi Islam turut memberikan sumbangsih terhadap cara menghilangkan ketimpangan dengan Zakat.

    Sederhananya Zakat adalah salah satu dari rukun Islam setelah Syahadat, Solat, Puasa, Haji bagi yang mampu menunaikanya. Zakat dipungut dari orang-orang kaya mereka yang kemudian dikembalikan (distribusikan) kepada fakir miskinya mereka. Hal tersebut beranjak dari sifat manusia yang kikir tatkala mereka mendapatkan kenikmatan, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam firmanya

    وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا

    dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (QS. Almaarij : 9)

    Maka, dibuatlah sistem zakat yang menjadi kewajiban mutlak bagi setiap Muslim. Bahkan dalam Alquran setidaknya disebutkan 82x ayat tentang zakat dan banyak sabda-sabda Nabi yang menegaskan kewajibanya zakat serta ancaman berat bagi yang meninggalkan zakat. Sehingga selain sebagai bentuk kualitas imanya seorang hamba zakat juga berperan untuk ikut andil dalam mensejahterahkan bersama.

    Macam Zakat

    Sederhananya zakat terbagi menjadi dua yakni Zakat yang dikeluarkan setiap orang Islam yakni Zakat Fitrah yang dikeluarkan setiap setahun sekali sebelum perayaan Solat Iedul Fitri dan Zakat yang dikeluarkan bagi Muslim yang telah mencapai Nishab (ketentuan) yang disebut Muzakki.

    Zakat yang kedua ini sederhananya terdiri dari Zakat Mal (harta) dan Zakat Tijarah (perniagaan) serta Zakat barang temuan (Rikaz) sebagai sebuha kasus tersendiri.

    Zakat maal ialah harta simpanan seseorang yang sudah mencukupi nishab (ketentuan) yakni saat senilai 20 dinar emas dan sudah berputar selama setahun (haul). Begitupula Zakat tijarah ialah zakat yang dikeluarkan karena adanya keuntungan dari perniagaan tersebut dan telah berputar selama setahun (haul) selanjutnya cabang dari zakat tijarah sendiri ada yang namanya zakat pertanian/perkebunan yang dikeluarkan apabila jumlah panennya (nishab) sebesar 500  wasaq dan dikeluarkan berdasarkan upaya mendapatkanya. Jika kebun/sawah dapat tumbuh secara alami tanpa bantuan manusia maka zakatnya 10% dan bila menggunakan usaha manusia maka 5%. Begitupula barang temuan atau galian yang zakatnya 10% menurut mayoritas Ulama dan Fuqoha.

    Esensi Zakat

    Bahasa sederhananya adalah distribusi pendapatan guna menurunkan tingkat ketimpangan dengan mengambil hata dari orang-orang kaya lalu disalurkan kepada fakir miskin yang ada sesuai dengan sasaran yang tepat

    Masalah Tersendiri

    Seiring perkembangan umat, terkadang hanya mengandalkan zakat saja tidaklah cukup hal tersbebut dengan mengingatnya 2 hal

    - Harta haruslah nishab

    - Telah berputar selama setahun

    Padahal, tidak semua Muslim memiliki harta dan keuntungan perdagangan yang mencapai nishab dan terlalu lama apabila menunggu setahun. Jika mengandalkan barang temuan (rikaz) tidak selamanya barang tersebut dijumpai, sehingga dalam menyelesaikan ketimpangan dirasa terlalu lama apabila harus menunggu setahun dulu. karena bisa jadi masalah yang terlalu ditunda-tunda akan terakumulasikan menjadi masalah yang semakin kompleks.

    Ijtihad akhirnya dibutuhkan

    Mengingat cara terbaik dalam Islam untuk (memaksa) orang mengeluarkan hartanya adalah dengan cara zakat selain itu tidak ada nash (ketentuan baku) dari dali-dalil Quran Hadist/Sunnah. Maka para ulama sesudahnya banyak yang melaukan ijtihad (mengambil hukum) yang secara eksplisit tidak termaktub dalam nash Quran Hadist dan dibutuhkan ketelitian khusus untuk melakukan Istinbath / penetapan hukum dalam rangka istishan (menganggap sesuatu itu baik/benar) dan istislah (melarang/mengizinkan sesuatu hal semata-mata hanya karena memenuhi suatu maksud yang baik). Saya hanya akan mengutip satu nash dalil berikut

    عَنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصٍ قَالَ: وَقَالَ مَرَّةً عَنْ مُعَاذٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ لَهُ: «كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟» قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» قَالَ: أَقْضِي بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟» قَالَ: أَجْتَهِدُ بِرَأْيِي وَلَا آلُو قَالَ: فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ فِي صَدْرِي وقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

    Dari orang-orang Himsh murid, dari Mu’adz bahwa Rasulullah saw. mengutusnya ke Yaman. Rasulullah saw. bertanya, “Bagaimana caramu memberi keputusan, ketika ada permasalahan hukum?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasar kitabullah.” Rasulullah bertanya, “Jika engkau tak menemukan dasar dalam kitabullah?” Mu’adz berkata, “Aku akan menghukumi berdasarkan sunnah Rasulullah saw.” Rasul berkata, “Jika kau tidak menemukan dalam sunnah Rasul?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasarkan pendapatku” Rasulullah saw. menepuk-nepuk dada Mu’adz sambil berkata, “Segala puji bagi Allah yang menuntun utusan Rasulullah kepada apa yang diridai Rasulullah” (HR. Al-Baihaqi No. 3250)

    Dari nukilan hadis tersebut tersirat beberapa urutan dalam mengambil suatu kaidah hukum (ushul fiqqih). yang pertama menggunakan nash-nash Qurang yang diperkuat dengan nash-nash hadis. Jika tidak ada barulah kita berijtihad berdasarkan qiyas (analogi), ijma (kesepekatan) dari para ulama terdahulu yang ada.

    Hmmmmmmm, ribet ya hehehehe maap 🙂

    Nah, akhirnya para ulama kontemporer (terkini) merasa perlu menerapkan “hukum baru” agar,pendistribusian harta dapat merata dengan segera.

    Objek pekerjaan yang dulu zaman Rosulullahh tidak ada seperti akuntan, ekonom, advokat, dan lainya juga dapat melakukan zakat.

    Maka munculah Zakat Profesi

    Zakat Profesi

    Bahasa lainya, zakat penghasilan/zakat pendapatan

    Menurut Yusuf al-Qardhawi zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang dikerjakan sendiri dikarenakan kecerdasannya atau keterampilannya sendiri seperti dokter, penjahit, tukang kayu dan lainya atau dari pekerjaan yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapat upah, gaji, honorariaum seperti pegawai negeri sipil.

    Kemudian menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 3 Tahun 2003 yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

    Dari defenisi zakat profesi Yang dikemukakan oleh beberapa ahli fiqih penulis dapat menyimpulkan bahwa zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan, gaji, jasa, upah atau honorarium yang diperoleh dengan cara halal apabila telah sampai

    Nisab dan Haulnya.

    Intinya, kewajiban zakat profesi merupakan kewajiban baru dari hasil ijtihad ulama yang belum ditetapkan sebelumnya, melalui dalil al Quran yang umum ataupun melalui inspirasi Sunnah yang sejalan dengan prinsip al Quran tersebut.

    Adapaun besara prosentasenya beragam, ada yang berpendapat 2,5% sesuai zakat pada umumnya bahkan sampai ada yang berpendapat 10% (usyur) sampai 20% (khumus) menurut Amien Rais. Selain itu menurut Peraturan Menteri Agama No 52/2014 dan pendapat Shaikh Yusuf Qardawi). Standar nishab yang digunakan adalah sebesar Rp 5.240.000,- per bulan.

    Adapun cara menghitung zakat profesi sebagai berikut:

    Zakat yang dikeluarkan = Jumlah pendapatan bruto x 2.5%

    Contoh:
    Jika penghasilan diterima setiap bulan sebesar Rp10.000.000, maka sudah dikatakan wajib zakat. Jadi zakat yang dibayarkan adalah Rp10.000.000 x 2.5% = Rp 250.000

    Perselisihan

    Terkait nishhab dan haulnya banyak para ulama kontemporer yang berselisih. Ada yang mengatakan wajib dikelaurkan setiap bulan adapula yang mengatakan harta tersebut diakumulasikan hingga menjadi setahun. Adapun yang berpandangan dikeluarkan setiap bulan ialah ulama-ulama yang berfatwa di era 2000-an seperti Prof. Muhammad adapun yang berpendapat bahwa dikeluarkan secara akumulatif adalah Yusuf Qodrowi.

    Kesimpulan

    Tulisan ini kami usahakan tesaji dalam bentuk sesederhana mungkin agar mudah dipahami. Inti daripada tulisan ini adalah bahwa dewasa ini ada sebuah “ijtihad baru” yang sudah berlaku di Indonesia yakni Zakat profesi/ Zakat gaji/ Zakat penghasilan yang didapat setiap orang yang dalam penerapanya sudah betul-betul diterapkan di Indonesia.

    Silahkan Anda searching dengan kata kunci zakat profesi di Indonesia insya Allah sudah banyak yang mengulas bahkan lemabag amil zakat baik dari pemerintah ataupun indpenden sudah menentukan rumusanya.

    Pada akhirnya ijtihad memanglah diperlukan agar syariat Islam itu sendiri tetap bisa relavan dan eksis sepanjang zaman, Tentunya yang berhak berijtihad ialah pihak-pihak (ulama) yang solih dan terintegrasi dengan Umaro/pemimpin dalam bekerjasama menjadi khalifatullah di bumi ini.

    sekian,


    Bacaan lebih lanjut :

    - Prof. Muhammad, Zakat Profesi wacana dalam fiqih kontemporer

    - Hamka Rusjidi, Zakat profesi menyusun aturan main

    - Amien Rais, Aspek sosial pengelolaan zakat

    - Yusud Qordhawi, Hukum Zakat

    - Muuhammad Hasyim, Problematika hukum Islam kontemporer

    - Muhammad Aziz dan Sholikah, “METODE ISTINBAT HUKUM ZAKAT

    - PROFESI PERSPEKTIF YUSUF ALQARDAWI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

    PENGEMBANGAN OBJEK ZAKAT DI INDONESIA”,

    Hertina, “ZAKAT PROFESI DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM UNTUK

    PEMBERDAYAAN UMMAT”

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami