√ Di Masa Depan Agama Akan Hilang? - Cak Akbar

Di Masa Depan Agama Akan Hilang?

Daftar Isi [Tampil]



     السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Dengan menyebut nama Allah عَزَّ وَجَلَّ Saya memohon ampunan dan rahmat-NYA.


    HOMO DEUS

    Suatu hari saya disodorkan sebuh buku menarik karya seorang evloisionis Israel, Yuval Harari, yang berjudul Homo Deus.

     

     

    Dari judulnya saya tertarik mengingat karya sebelumnya, Sapiens, sangat menggugah atensi saya dimana kontenya yang atraktif dan seakan-akan kita diajak study tour mengenal sejarah peradaban manusia modern ( Homo Sapiens ) sampai se-modern sekarang ini. Apalagi dalam buku Sapiens Yuval sengaja meninggalkan ending yang nggantung seakan-akan pembaca akan dibuat penasaran dengan lanjutan karyanya.

    Homo deus ini adalah lanjutan dari buku sebelumnya yang dari judulnya sudah memberikan gambaran besar akan masa depan umat manusia. Dari awal, pembahasan buku tersebut sangat futuristik dan memang betul - betul relavan seperti kondisi zaman yang terjadi seperti saat ini. Pada buku sebelumnya Yuval menjelaskan revolusi yang terjadi selama peradaban manusia yang dimulai dari,

     Revolusi Kognitif -- Revolusi Pertanian -- Revolusi Sains

    Pada buku Homo Deus inilah Yuval mengulik secara detail tentang revolusi sains manusia di masa yang akan datang. Dibalik mewahnya pemikiran Yuval pada buku ini ada sebuah bab yang terdapat di akhi buku ini yang membuat saya mengkrenyitkan dahi, memandang cukup serius tentang maksudnya sekaligus membuat saya terkejut karena esensi daripada buku ini sekaligus latar kenapa Yuval memberi judul buku ini dengan nama “Homo Deus” ada di bab tersebut. Ya, Yuval menyinggung agama pada masa yang akan datang dalam sebuah bab yang berjudul “Agama Data”



    Sebelumnya mari saya ajak berkenalan dengan maksud dari buku Homo Deus ini. Nama Homo Deus ini sendiri merupakan bahasa Yunani yang jika diterjemahkan menjadi “Manusia Dewa”. Yaps, menurut Yuval di masa yang akan datang manusia bisa melakukan apa saja dengan sains dan teknologi dan bisa meniru cara kerja ‘Dewa”.

    Walaupun Yuval mempeyorasikan kata “Tuhan” menjadi ‘Dewa” secara esensi hal itu bermaksud sama. Yuval menjelaskan bahwa di masa yang akan datang peran agama akan tersingkirkan dan akan tergantikan dengan agama data, atau dalam istilah ini dia menyebut “dataisme”. Mudahnya Yuval menjelaskan dalam tahap evolusi ini manusia akan menjadi penguasa tunggal, homo sapiens pun mengejar takhta tuhan, menyingkirkannya lalu menjadi tuhan (homo deus) semata-mata karena memiliki kapasitas gigantik penguasaan data.

    Yuval memperkuat argumen tersebut dengan menjelaskan bagaimana manusia hari ini bisa meniru kehendak Tuhan, Algoritma dan big data sebagai tuhan dan agama baru yang ‘lebih mengerti’ selera dan kebutuhan manusia daripada manusia itu sendiri, serta penciptaan robot-robot cerdas berukuran nano yang dapat membunuh bakteri-bakteri dan virus dalam tubuh yang membahayakan kehidupan. Termasuk didalamnya, manusia cyborg (cyber organism) yang merupakan ‘perkawinan’ manusia dan teknologi. Sukses ini membuktikan peran Tuhan tidak lagi dibutuhkan, karena keinginan, harapan, dan penyakit dapat diatasi secara teknis dengan teknologi. Manusia akhirnya dimungkinkan hidup abadi (dan tetap muda) sebab intervensi gen dapat meregenerasi sel-sel, dan robot-robot nano yang disuntikkan membunuh virus dan bakteri yang berpotensi membahayakan organ-organ dalam tubuh sebelum sempat beroperasi. Sehingga pada gilirannya manusia seakan - akan menjadi “maha bisa dan maha tahu”.

    Pada gilirannya bagi kalangan yang meragukan dan (bahkan) tidak mempercayai adanya agama (Ateist/Agnostik) akan berpikir bahwa implikasi logis dari analiasis ‘sejarah species evolusi,’ ini akan menjadi pembenaran atas “keimanan mereka”. Bagi mereka munculnya sebuah agama tidak se-otoritatif dan eksklusif seperti yang hanya terjadi Timur Tengah, Messopotamia bahkan di masa yang akan datang kelak, agama itu bisa muncul dalam laboratorium riset. Sehingga bisa juga disimpulkan bahwa kesimpulan Yuval tentang agama data dan tuhan algoritma merupakan puncak capaian positivisme, yang memang ‘mengideologikan’ data material sebagai ukuran kebenaran.

    KRITIK

    Pada kesempatan ini saya akan menyanggah beberapa pernyataan Yuval tentang bahwa peran Tuhan (atau agama) akan tergantikan di masa yang akan datang atau dengan kata lain peran agama sudah tidak menjadi relavan di masa yang akan datang. Metode yang akan saya gunakan ialah dengan pendekatan data empiris, dimana saya akan membandingkan pernyataan normatif Yuval dengan realitas empiris yang betul - betul terjadi saat ini serta proyeksi ilmiah yang akan mendatang tentang relavansi agama itu sendiri.

    Mari saya mulai,

    Pertama - tama saya akan menyodorkan sebuah riset ilmiah dari PEW Research Center pada 2 April 2015 ( untuk lebih detail silahkan telusiri tautan berikut ini https://www.pewforum.org/2015/04/02/religious-projections-2010-2050/ ).

    Untuk diketahui, bahwa PEW Research Center merupakan organisasi nirlaba yang memang berfokus pada isu - isu agama yang dalam hal ini mereka memproyeksikan relevansi agama pada tahun 2050 mendatang.



    Berdasarkan proyeksi yang dirilis oleh PEW Research Center itu dapat disimpulkan bahwa secara kumulatif, dalam skala global, jumlah penganut agama di dunia ini akan terus bertambah. Diantara semua agama yang ada, islam adalah yang pertumbuhannya paling cepat. Sebaliknya, jumlah orang yang tidak beragama (unaffiliated)pada tahun 2050 itu justru diproyeksikan menurun dibandingkan dengan populasi di tahun 2010.


    Jika ditanya relavan seperti apa? Tentunya Seperti kata Karl Marx yang menyebut agama adalah candu, agama relevan untuk dijadikan solusi alterntif bagi orang-orang yang mengalami stress dan depresi. 

    Selain itu pada tahun 2013 organisasi kesehatan dunia (WHO) merilis ada 350 Juta orang di dunia ini yang mengalami depresi.

    Pada tahun 2017 WHO juga merilis tentang kesehatan mental ( https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/254610/WHO-MSD-MER-2017.2-eng.pdf)  yang di alami warga dunia. Dimana secara populasi negara - negara barat lah yang memiliki nilai tertinggi terhadap penyakit mental. Hal ini tentu saja dilandaskan dari gaya hidup masyarakat yang mengedepankan liberasisi individu yang pada gilirannya mengabaikan norma - norma agama dan menjadikan manusia yang secara hakikat adalah makhluk komunal menjadi makhluk yang individualis dan terisolir.



    Hal ini menjadi fakta tersendiri yang tidak diungkapkan Yuval dalam buku Sapiens dan Deusnya. Pada buku Sapiens Yuval menjelaskan seiring meningkatnya revolusi sains peran pekerjaan manusia di masa yang akan datang akan tergantikan dengan otomatisasi, komputasi, digitalisasi, dan kecerdasan buatan (AI). Dalam kasus Indonesia misalkan, pada tahun 2019 (sebelum pandemi) dari 19 lapangan pekerjaan utama yang diklasifikasikan pemerintah, 12 dari 9 jenis pekerjaan ini mengalami tren yang menurun. Bahkan jika dilihat jenis pekerjaan yang mengalami penurunan ini adalah sektor pertanian ( agrikultular ), industri, dan jasa seperti yang ramalkan Yuval sendiri. 





    Sehingga dampak pekerjaan manusia yang seiring waktu tergantikan oleh teknologi menyebabkan kehadiran manusia itu sendiri menjadi tidak diperlukan hal tersebut juga Yuval utarakan dalam bukunya Deus. Bahkan di era abad ke 21 ini kematian manusia akibat bunuh diri, penyakit ( akibat penyakit mental dan sejenisnya) lebih tinggi dikarenakan kematian akibat virus, perang, dan non-eksternal faktor lainnya lebih tinggi dikarenakan pada era liberalisasi pasar, teknologi, dan sains menyebabkan setiap orang terus berkompetisi sehingga hanya menghasilkan sebagian kecil varietas (manusia) unggul dan menyisakan miliaran manusia yang depresi dan krisis eksistensi.

    Maka pernyataan Yuval bahwa di masa yang akan datang peran tuhan akan digantikan dengan dataisme, teknologi, dan AI sangat berlawanan dengan data riset (dari PEW research Center). Terlebih dengan hadirnya inovasi sains dan teknologi menjadikan peran manusia menjadi tersingkirkan dan yang pada hakikatnya membutuhkan solusi alternaitf agama yang dapat menuntun pencarian eksistensi diri.

    Studi yang dilakukan oleh Gallup pada tahun 2010 

    ( https://news.gallup.com/poll/144980/religious-americans-report-less-depression-worry.aspx ) dan 

    (https://news.gallup.com/poll/145379/religious-americans-lead-healthier-lives.aspx)  

    menunjukan bahwa orang yang sangat religius terbukti mengalami tingkat depresi dan stress yang lebih rendah dan memiliki kualitas hidup yang lebih sehat daripada orang yang tidak religius.

    Dengan demikian dapat dismpulkan sampai abad ke-22 yang akan datang relevansi agama masih ada dan terus berkembang.

    Sekian, semoga dapat diambil hikmah dan manfaatnya.

    Kata Cak Akbar

     السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


    وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا...

    “ dan tidaklah kalian (manusia) diberikan pengetahuan kecuali hanya sedikit “
    QS. Al-Isra : 85


    اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ...

    “ Ketahuilah hanya dengan mengingat Allah menjadikan hatimu tenang “
    QS. Ar-Ra'd : 28

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami