السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Dewasa ini isu-isu tentang kesehatan mental semakin marak menjadi buah bibir dan kajian-kajian akademik. Tak heran banyak bertebaran alternatif-alternatif tentang seni mengelola jiwa guna menjadi insan yang sehat secara jasmani dan rohani/mental. Di antara yang santer menjadi perbincangan adalah stoikisme, atau biasa disebut filosofi teras. Terlebih pasca best seller nya buku dengan judul yang sama karya Henry Manapiring menjadikan generasi saat ini mulai berpikir ulang tentang makna hidup. Ajaran para stoa memang menitikberatkan pada kontrol diri sebagai ruang lingkup yang memang bisa kita kuasai. Jauh, sebelum gagasan tersebut muncul orang-orang Jawa khususnya sudah memiliki wejangan para leluhur tentang sikap, “narimo ing pandum”, dan “semelah semeleh”. Belum lagi filsuf bermadzhab Nihilisme, Nietzsche, yang mengkampanyekan buku Amor Fatinya tentang seni menerima takdir. Sehingga kita menarik akar historisnya memang sejatinya manusia itu terus bergulat dan perlu berdamai dengan diri sendiri.
Kaweruh Begja
Tentu, persaan bahagia merupakan tujuan utama kita ini hidup. Pernah kita mendengar berita seorang pejabat yang sudah kaya raya mengapa masih korupsi? Seorang Jendral bertaburan bintang di pundak, mengapa masih berambisi politik? Mengapa ada seorang suami yang gonta-ganti istri dan poligami, padahal dia sudah memiliki istri nan cantik lagi menawan? Dan banyak lagi paradoks kehidupan yang mengindikasikan, bahwa banyak pun atau apa-apa tersedia belum tentu menjanjikan kebahagian.
Pada tulisan ini, ada suatu pemikiran filsuf Indonesia yang menarik perhatian saya, yakni kaaweruh begja, atau bila di artikan ke Bahasa Indonesia menjadi Ilmu Bahagia. Dari judulnya terdengar klise, namun bila kita tilik lebih jauh tentang profil pengarang ilmu ini kita akan memahami apa yang menjadi maksud sang Filsuf ini. Ya, beliau adalah Ki Ageng Suryomentaram. Terlahir sebagai putra bangsawan dan pangeran lantas tidak semerta-merta membuat beliau bahagia, Kisah beliau ini mungkin mirip seperti kisah Sidharta Gautama, sang Budha. Pangeran dengan nama bangsawan Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmadji dan setelah umur 18 tahun diberi nama kebangsawanan Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Suryomentaram, mengalami pergolakan batin tatkala dia melihat susah dan menderitanya orang-orang yang hidup sebagai petani, buruh, dan pekerja kasar. Hal tersebut menggugah dirinya untuk meninggalkan istana dan memilih jalan hidup menjadi rakyat biasa.
Berbeda, dengan para filsuf stoa yang mengambil filsafatnya dari merenung dan berdialektika, Ki Ageng Suryomentaram ini mengambil intisari filosofinya dari pengalaman empiris yang dia rasakan mulai dari menjadi pangeran dan memilih jalan hidup sebagai rakyat biasa. Perjalanan hidupnya lah yang mengantarkan ramuan ilmu bahagia ala Ki Ageng Suryomentaram ini. Tak heran, saking populernya pandangan filsuf beliau kala itu, hingga terdengar oleh Istana Kepresidenan, sehingga Bung Karno sampai mengundang ke istana untuk mendengar lanngsung ilmu begja beliau.
Dari apa yang penulis simpulkan, Ilmu begja ini merupakan sintesiss antara stoikisme dan amor fati itu sendiri. Dengan kata lain, jika amor fati merupakan seni menerima takdir dan stoikisme adalah seni menerima/berdamai dengan diri sendiri maka pada kaweruh begja kita dapat berdamai dengan itu semua dengan bisa menerima takdir dan berdamai dengan diri kita sendiri.
Gagasan awal dari ilmu ini adalah, bahwa semua manusia pada hakikatnya mengejar hal-hal yang bersifat mulur-mungkeret yang merupakan kesadaran akan keinginan yang memanjang dan memendek merupakan orientasi manusia atas keinginan yang ada dalam dirinya, yang memiliki kecenderungan ke arah semakin kompleks daripada keinginan yang sederhana atau simpleks. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa sepanjang hidup manusia mencari tiga hal; semat, drajat dan kramat. Yang dimaksud semat adalah kekayaan, keenakan, kesenangan. Yang dimaksud derajat adalah keluhuran, kemuliaan, kebanggaan, keutamaan. Yang dimaksud kramat adalah kekuasaan, kepercayaan, kehormatan, dan pujian. Namun, pada kenyataanya tidak semua hal di atas tadi bisa dicapai sesuai apa yang kita harapkan. Alih-alih ketika semat, derajat, dan kramat sudah diperoleh justru manusia berkecenderungan memperoleh lebih banyak lagi. Sebagaimana seperti ajaran dalam Islam, Rosulullah bersabda
لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا
Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga.
HR. Bukhori
Pangawikan Pribadi
Lebih lanjut memahami sifat tujuan manusia yang mulur-mungkeret maka manusia perlu mengenali/berdamai dengan dirinya sendiri (pangawikan pribadi) dimana mulailah dari kenalilah perasaan, keinginan, dan pikiranmu. Setelah itu, tak ada salahnya kita berdamai dengan kenyataan yang kita terima, sesuai dengan kemampuan kita. Nyatanya dalam diri setiap orang, tak ada yang "senang selamanya, susah selamanya". Kesempurnaan berupa "senang atau bahagia selamanya" itu tak ada dalam kenyataan kita, melainkan ada dalam pikiran diri kita.Manifestasi dari pendekatan pangawikan pribadi berpuncak pada seni mengolah persaan. Kapan kita harus merasa sudah untuk bersedih, kapan kita harus merasa cukup akan mengejar seseutu, kapan kita harus bahagia. Dengan demikian kita tidak akan selamanya jatuh berlarut-larut dalam setiap kondisi kehidupan (senang dan susah) karena semua itu sifatntya relatif.
Konsep Kaeruh Begja dalam Islam
Dalam ajaran Islam, kita juga mengenal sebutan qodar/takdir. Dengan kata lain, qodar/takdir adalah kepastian yang akan menimpa diri manusia. Karena hal itu adalah sebuah kepastian yang tidak mungkin ditolak, maka sikap kita adalah menghadapinya. Tentu dalam menghadapinya itu ada seninya agar apa yang sudah Allah qodarkan kepada kita ini, dapat kita jalani dengan baik dan benar serta bernilai pahala.
Dalam Islam qodar yang pasti menimpa pada manusia ada 4, yang biasa disebut 4 maqodirullah yakni,
- qodar mendapat nikmat
- qodar mendapat cobaan
- qodar mendapat muslibah
- qodar berbuat keliru dan salah
Dalam tulisan ini, kami menyederhanakan dengan tidak mencantumkan banyak ayat dan dalil. Namun satu hal yang perlu diketahui, dengan adanya kita yakin dan bisa menerima qodar dari Allah maka semua susah dalam hidup kita niscaya hilang dan hidup akan terasa menjadi lebih bahagia (begja). Perhatikan dua sabda Rosulullah berikut ini,
1. Nasehat Rosulullah kepada Sohabt Abu Hurairah
وَارْضَ بِما قَسَمَ الله لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النّاسِ
"Dan kamu (Abu Hurairah) ridholah terhadap apa yang sudah Allah berikan kepadamu, maka kamu akan menjadi manusia yang paling kaya (bahagia)”
HR. Trimidzi
2. Nasehat Rosulullah tentang menerima qodar
الإيمانُ بالقدرِ يذهِبُ الهمَّ والحزنَ
“Iman terhadap qodar, akan menghilangkan susah yang belum terjadi (overthinking, rasa cemas) dan susah yang sedang dialami”
HR. Hakim
Semoga, kita semua dapat menjalani hari demi hari kehidupan kita dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Kita adalah insan yang istimewa dengan setiap keunikannya.
Semoga Allah paring manfaat dan barokah
وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Dan janganlah kamu (merasa) hina’lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu orang yang luhur/hebat, jika kamu orang beriman”
QS. Aali Imron:139
Sekian,
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
KataCakAkbar
Yogyakarta, 18 Oktober 2022
"Life is like a box of chocolates. You never know what you're gonna get."
-Forest Gump.