√ Diskursus Soal Hukum Jenggot dalam Islam - Cak Akbar

Diskursus Soal Hukum Jenggot dalam Islam

Daftar Isi [Tampil]

     

     

    Islam Rahmatan Lil Alamin

    Awal mula Nabi Muhammad Rosulullah ﷺ menerima misi kenabian sebagai penutup para nabi dan rasul serta menyempurnakan Islam pada umat terdahulu dari ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), misi kenabian tersebut mulanya hanya bersifat terbatas yang dalam hal ini adalah para penduduk kabilah yang ada Makkah. Sebagaimana friman-NYA,

    وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ

    “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”

    QS. As-Syua’ara:214

    Dalam banyak kitab tafsir populer, ayat ini menandai tonggak awal dakwah Rosulullah ﷺ secara terbuka. Sebelum itu dakwah yang disampaikan secara tertutup dan dari mulut ke mulut, menjadi ajakan terbuka yang dalam hal ini mengajak segenap suku yang ada di Makkah seperti bani Qurois, bani Mutollib, bni Abudl Mannaf dan sekitarnya. Dalam kurun waktu 10 tahun dakwah Rosulullah ﷺ yang ada Makkah kian mandeg bahkan banyak rintangan, Rosulullah ﷺ kemudian diminta untuk ber-hijrah dan mendakwahkan Islam secara luas, sehingga turunlah ayat

    وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةٗ لِّلنَّاسِ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗا

    “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada seluruh manusia sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.”

    QS. As-Saba:28

    وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ

    “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

    QS. Al-Anbiya:107

    Kedua ayat tersebut menjadi penegas bahwasanya, Rosulullah ﷺ adalah nabi dan rosul untuk semua umat manusia, semua suku, semua kabilah, semua ras yang ada di dunia ini sampai hari akhir kelak. Konsekuensi atas hal tersebut ialah muatan agama yang Rosulullah ﷺ bawa menjadi bermuatan global, tidak sesempit berbasis kesukuan atau etnis tertentu, dan relevan sepanjang zaman.

    Sebab itulah kitab Al-Qur’an yang Rosulullah ﷺ bawa sebagai firman-NYA mengatur secara poko soal kehidupan manusia seperti bertauhid, beribadah, dan berakhlakul karimah. Hal itulah yang menjadikan, bilamana Islam dijalankan secara paripurna kehidupan manusia di muka bumi ini menjadi rahmat/anugerah untuk semesta alam.

    “Keterbatasan Al-Qur’an”

    Tentu, frasa “terbatas” di sini bukan bermakna Al-Qur’an adalah kitab yang mala/cacat/kekurangan. Sebab Al-Qur’an sendiri diwahyukan untuk umat manusia sebagai pedoman yang pokok bukan ensiklopedia yang berisi banyak hal.

    وَلَوْ أَنَّمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ مِن شَجَرَةٍ أَقۡلَـٰمٞ وَٱلۡبَحۡرُ يَمُدُّهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦ سَبۡعَةُ أَبۡحُرٖ مَّا نَفِدَتۡ كَلِمَـٰتُ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ

    “Dan seandainya semua pohon di bumi menjadi pena, dan laut (menjadi tinta), ditambah tujuh laut lagi sesudah itu, niscaya tidak akan habis (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
    QS. Luqman:27

    Sehingga, tuntunan praktis bagi umat manusia yang kala itu ketungguan Rosulullah ﷺ adalah dengan melihat sunnah-sunnah-nya baik apa yang beliau sabdakan, beliau lakukan, dan beliau ikrarkan yang bisa kita ketahui keaslinnya dari riwayat-riwayat hadis yang dinilai sahih/autentik oleh ulama-ulama yang kredibel. Selain itu, dengan “keterbatasan” Al-Qur’an itu sendiri menjadikan berkembangnya ruang bagi ijtihad. Hal tersebut dikarenakan, kalau semua hukum dijelaskan rinci dalam Al-Qur’an, syariat bisa terasa kaku. Sehingga dalam menjawab persoalan zaman yang kian berubah, lahirlah peran ijtihad baik oleh para Ulama dan Umaro yang berkapasitas untuk menyesuaikan perkembangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada maqsid syariah (tujuan syariat).

    Jalan Panjang Penafsiran

    Sumber Islam yang utama, Al-Qur’an, selesai terdokumentasikan tidak sampai 50 tahun pasca wafatnya Rosulullah ﷺ. Bahkan upaya tersebut sudah terjadi saat Rosullah ﷺ masih hidup walau prosesi terdokumentasinya terjadi secara sporadis yang menyebabkan potongan-potongan fragmen Al-Qur’an baik yang terpatri pada objek tertentu (seperti batu, tulang, dan dedaunan) dan hafalan individu para Sohabat belum terekonstruksi secara utuh. Upaya integrasi semua fragmen Al-Qur’an tersebut, dimulai saat era Kholifah Abu Bakar dan selesai pada era Utsman bin Affan. Karena hal tersebut, Al-Qur’an yang kita terima hari ini dapat dibuktikan keabsahannya. Penelitian ilmiah yang mutakhir menjelaskan manuskrip Al-Qur’an tertua yang disebut Manuskrip Al-Quran Brimingham menujukkan keakuratan 99,99% seperti Al-Qur’an hari ini.

    Berbeda dengan Al-Hadist yang justru dimulai pengkodifikasiannya lebih kurang 100 tahun dari era kenabian (era tabi’in) yang diprakarsai di era Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz (era Ummayah). Keterlambatan pencatatan dan kodifikasi hadist ini dikarenakan kehati-hatian para Sohabat dan ulama di era tersebut agar firman Allah tidak bercampur dengan yang lain. Sebagaimana hadis di bawah ini

    «لَا تَكْتُبُوا عَنِّي، وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ، وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ»
    “Janganlah kalian menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an. Barangsiapa menulis sesuatu selain Al-Qur’an dariku, maka hapuslah. Sampaikanlah hadis dariku, tidak mengapa. Tetapi barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.”

    HR. Muslim

    Selain itu, penelitian soal keautentikan hadis ini menjadi tema ilmu tersendiri seperti ilmu rijalul hadis yang meneliti kapasitas para periwayat hadis sehingga layak/tidaknya suatu periwayatan hadis tersebut diterima.

    Perkara berkikutnya ialah, dalam sebuah momentum entah itu sabda Nabi, sebuah kejadian, bahkan secercah momen tertentu dalam sebuah babak riwayat menjadi banyak sekali produk-produk hukum Islam (fiqih) yang terjadi. Sehingga, dalam perjalanan upaya umat Islam memahami Islam itu sendiri malah menyebabkan umat Islam sendiri terfraksi-fraksi dalam berbagai madzhab dalam memahami Islam, yang hari ini kita kenal dengan Madzhab Fiqih (yang umum ada 4, Syafi’iah, Hambaliah, Hanafiyah, Malikiyah) kendati kesemua madzhab tersebut secara tujuan adalah memudahkan umat Islam dalam menjalankan Islam.

    Kompilasi Hadis Soal Jenggot dalam Islam

    Termasuk poin yang akan Cak Akbar bahas pada tulisan ini, dimana sebagian ulama dalam membahas hal tersebut pun juga beragam. Soal Jenggot ada yang menghukumi sunnah/perkara yang tidak wajib, mubah atau sekedar kebolehan, adapula yang menghukumi tersebut sebagai perkara wajib yang tidak boleh ditawar.

    Perkara bab Jenggot ini memang tidak terbahas dalam Al-Quran namun terbahas dalam berbagai sabda Nabi dalam hadis di antaranya,

    خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

    “Selisihilah orang-orang musyrik, peliharalah jenggot, dan tipiskan kumis.”

    HR. Bukhori dan Muslim

    جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ

    “Potonglah kumis dan panjangkanlah jenggot, bedakanlah dengan orang Majusi.”

    HR. Muslim

    مَنْ لَمْ يَأْخُذْ مِنْ شَارِبِهِ فَلَيْسَ مِنَّ

    “Barangsiapa tidak memotong kumisnya, maka ia bukan termasuk golongan kami.”

    HR. Tirmidzi

    مَن تَشَبَّهَ بِقَومٍ فَهُوَ مِنهُم

    “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.”
    HR. Abu Daud

    Tentu, kalau mengambil dari kitab hadis induk (seperti kutubisittahi) ada cukup beragam hadis yang serupa redaksinya dari yang kami jelaskan di atas. Sehingga kata kunci yang bisa kita peroleh dari kompilasi hadis tersebut adalah

    1. perintah panjangkan jenggot

    2. perintah mencukur kumis

    3. janganlah sama seperti orang Ahli Kitab dan Musyrikin

    Sehingga, lazim bilama ulama yang hidup di era-era berkembangnya ilmu hadis dan fiqih banyak yang berpendapat bahwasanya jenggot adalah hal yang utama bagi laki-laki Muslim untuk memilikinya. Dalam tulisan cak Akbar kali ini, kami hanya akan memeberikan pandangan-pandangan lain dalam tema berikut. Tentunya kami berupaya semua argumentasi yang kami suguhkan berlandaskan dasar dan bukan omong kosong belaka.

    Konteks Hadis

    Bila kita perhatikan runtut waktu/time line dari hadis tersebut, besar kemungkinan hadis tersebut disabdakan saat Nabi Muhammad berada di Madinah (setelah hijrah). Terlihat dalam narasi, umat Islam sudah bersinggungan dengan kepercayaan kuno lokal Madinah kala itu (Yahudi, Nasrani, Majusi). Dimana, pada saat itu umat Islam sedang dalam semangat purufikasi keimanan dengan mentauhidkan Tuhan Yang Maha Esa, dimana umat Yahudi yang meyakini ada tuhan lain seperti latta dan Uzza, umat kristiani dengan trinitasnya, dan Majusi dengan kepercayaan bahwa api adalah tuhan kebajikannya (ahura mazda). Sehingga sebagai bentuk ingkar atas perbuatan mereka, Islam memilih memiliki identitas yang tidak serupa seperti lazimnya mereka kala itu. Dimana, umat Musyirikin tadi terbiasa memelihara kumis dan sebagai pembeda identitas Rosulullah memerintahkan laki-laki Muslim untuk berjenggot. Sehingga bila kita memaknai hadis tersebut secara konteks, hadis tersebut terjadi pada situasional tertentu dimana umat Islam dilarang menyerupai tindak-tanduknya golongan Musyrikin.

    Rambut Androgenik

    Sederhananya, rambut androgenik (nama lainnya rambut terminal) adalah rambut lain yang tumbuh selain pada kepala pada bagian tubuh-tubuh tertentu seperti pada ketiak, dada, wajah, dan tempat lain yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon androgen dan biasanya terjadi saat-saat mulai pubertas.

    Lantas, apa hubungannya dengan tema yang tengah kita bahas? Dalam hal ini Cak Akbar menemukan artikel yang cukup menarik tentang pesebaran jenis rambut androgenik di seluruh penjuru dunia. Artikel lengkapnya bisa di baca di sini https://en-academic.com/dic.nsf/enwiki/2427062#cite_note-Hindley-18 . Dalam artikel tersebut terdapat peta pesebaran sebagai berikut

    Bila kita amati, manusia yang ada di bumi ini memiliki karakter rambut androgenik yang berbeda-beda tingkatnya. Ada yang di bawah 5% bahkan sampai di atas 70%. Secara garis besar, manusia yang terkategorikan sebagai ras Kaukasian dan Timur Tengah memiliki tingkat rambut androgenik yang banyak sampai 50% ke atas. Sedangkan manusia dengan kategori Mongloid (umunya penduduk Asia), Negroid (umumnya Afrika) bahkan manusia yang ada di alaska/kutub sana memiliki tingkat rambut androgenik yang rendah.

    Hal tersebut berdampak, manusia yang terkategorikan ras Mongloid dan Negroid tidak begitu banyak memiliki rambut yang tumbuh pada area tertentu seperti di wajah, dada, dan ketiak. Bila kita cari di pramban seperti google manusia Asia seperti orang Tiongkok, Filipina, Afrika, Bahkan Indonesia umumnya tidak terlalu banyak rambut di area wajahnya. Berbeda dengan manusia di Timur Tengah dan Eropa dimana mereka memiliki banyak rambut di wajah seperti jenggot. Sehingga, jika hadis tersebut dipaksakan bahwa setiap laki-laki Islam harus berjenggot menjadi dipaksakan dikarenakan tidak semua manusia secara genetik itu seragam. Padahal soal syariat Allah sudah berpesan

    لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

    “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

    QS. Al-Baqoroh:286

    Memaknai Secara Moderat

    Bila kita memahami lebih dalam sabda Rosul tadi, menjadi relevan dengan temuan ilmiah atas bentuk genetika manusia. Seperti ulasan sebelumnya bahwa masyarakat yang hidup di sekitaran Timur Tengah secara genetik rambut androgenik mereka cenderung lebih banyak, yang dalam hal ini bisa kita artikan secara alami mereka ini sudah pasti berjenggot dan berkumis. Hanya saja, Rosul memerintahkan agar yang dibiarkan tumbuh adalah jenggotnya dan memangkas kumis. Adapun manusia di belahan bumi lain yang tingkat rambut androgenik yang rendah tidak perlu memaksakan dikarenakan secara alami rambut mereka tidak bisa tumbuh.

    Konsekuensi kalau kita memaknai berjenggot itu wajib, menjadikan ibadah tersebut dipaksakan dan menjadi celah orang-orang yang menggunakan hadis tersebut untuk mengambil keuntungan duniawi seperti menjual obat penumbuh jenggot agar sesuai sunnah yang padahal konteks hadist tersebut bisa dimaknai situasional. Adapaun jika memang menghendaki berjenggot dengan alasan-alasan tertentu seperti ingin tampil maskulin (misalnya) ya sah-sah saja selama hal tersebut tidak.

    Selain itu, Islam juga mengajarkan keindahan dan kebersihan dimana sampai soal rambut-pun Islam juga memerintahkan untuk memuliakannya. Sebagaimana hadis di bawah ini

    مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ

    “Barang siapa yang mempunyai rambut, maka hendaklah ia memuliakannya (merawatnya dengan baik).”

    HR. Abu Daud

    Jenggot termasuk rambut, dan tentu Rosulullah ﷺ perintah agar dimuliakan seperti merawatnya dengan bersih, rapi, dan tidak dibiarkan kusut. Adapula hadis lain,

    إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ

    “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”

    HR. Muslim

    Sehingga dalam perkara memotong jenggot bisa dibenarkan dalam rangka memuliakan rambut itu sendiri. Sebagaimana yang pernah dilakukan Sohabat Umar bin Khatab

    وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ

    “Dan Ibnu ‘Umar apabila berhaji atau berumrah, beliau menggenggam jenggotnya, lalu apa yang lebih dari genggaman itu (maka) dipotongnya.”

    HR. Bukhori

    Penutup

    Tentu, dalam tulisan ini kami hanya bermaksud memberikan sudut pandang lain akan tema tersebut, dimana  kami juga menghormati pendapat yang mewajibkan perkara tersebut namun agar dapat dipahami bahwa Islam tidak hanya diturunkan untuk bangsa arab saja, kendati Rosulullah ﷺ adalah sosok yang lahir dan berdakwah di jazirah arab, bukan berarti umatnya ini harus seperti orang arab. Seperti yang kami singgung di awal bahwa Islam ini untuk seluruh umat manusia dan sudah jadi sunnatullah bahwa Allah menciptakan manusia ini bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, dimana puncak perintahnya adalah untuk saling mengenal. Tulisan ini tentu jauh dari kata sempurna masukkan, kritik, dan saran terbuka lebar.

    Sekian semoga ada manfaatnya,

    Yogyakarta, 29 September 2025

    #KataCakAkbar

     

     


    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami