√ 7 Wasiat Orang Tua Kepada Anak - Cak Akbar

7 Wasiat Orang Tua Kepada Anak

Daftar Isi [Tampil]



    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Titpan

    Dalam ajaran Islam semua hal yang kita miliki adalah tiitpan (amanah) mulai dari harta, pangkat, dan tahta ialah pemberian yang Allah titipkan kepada semua manusia dan yang nantinya semua itu kelak akan diminta kembali dan akan dimintai pertanggung jawaban atas titipanya itu, termasuk anak. Itulah mengapa dalam nasehat orang Jawa mengatakan ojo adigang, adigung adiguno yang berarti janganlah kita merasa congkak dengan kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan yang kita miliki karena semua itu hanyalah bersifat semu dan semua itu kelak akan binasa. Sebab segala hal yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi, namun hanya ada satu yang abadi yakni, segala amalan yang diniatkan karena mencari keridhoan Allah semata

    كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

    “Semua orang (segala hal) yang ada di dunia fana (akan rusak)”

    وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ

    “dan yang tersisa hanyalah yang mengharapkan wajah (keridhoan) Tuhanmu yang maha agung lagi maha mulia”
    QS : Arroham 26 -27

    Dalam sabdanya Nabi Muhammad ﷺ sudah berpesan,

    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعيّتِهِ

    “Setiap kalian adalah penggembala (peramut) dan kelak kalian akan ditanya tentang gembalaanya (yang diramutnya)”
    HR. Bukhori

    Beranjak dari pengertian ini sudah (seharusnya) fitroh manusia untuk selalu amanah terhadap segala pemberian dari Allah. Ingat sekalipun semua itu merupakan hasil dari upaya dan kerja keras kita, pada hakikatnya semua itu datangnya dari Allah maka sudah selayaknya kita berdayakan pemberian Allah itu untuk meninggikan derajat surga kita.Setiap anak yang lahir pasti dalam keadaan suci bagaikan kertas yang putih, masih halus, bersih, belum tercampur goresan – goresan tinta dan kelak seperti apa rupa kertas itu sangat dipengaruhi oleh orang tuanya sebagaimana sabda baginda Nabi Muhammad ﷺ

    كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

    “Setiap anak lahir dalam keadaan suci (Islam) maka lantaran orang tuanyalah anak tersebut menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi(Zoroaster)”
    HR. Bukhori

    Bahkan dalam redaksi hadis lain dijelaskan “jika kedua orang tuanya Islam maka Islamlah anak itu” maka peran orang tua dalam tumbuh kembang anak dalam kebaikan beragama sangatlah sentral sehingga diperlukanlah kecapakan akan ilmu dunia maupun ilmu agama yang mumpuni dan seimbang bagi setiap orang tua dalam membimbing dan menuntun buah hatinya agar selalu dalam jalan yang diridhoi oleh Allah. Suatu saat guru saya pernah menceritakan suatu kalimat dari ulama masyhur terdahulu (salaf) bahwa , “ketika engkau tidak bisa mendidik akhlak pada anak-anakmu maka siang dan malamlah yang akan mengajarinya”. Hal ini penting mengingat sekolah pertama bagi anak ialah rumah (orang tua). Anak adalah investasi pahala jangka panjang orang tua tatkala orang tua dapat membina anak – anaknya menjadi putra putri yang soleh dan soleha niscaya hal tersebut akan menjadikan jariyah pahala yang terus mengalir illa yaumil qiyamah sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ ,

                إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

    “Ketika manusia mati maka putuslah semua amalanya (tidak bisa berbuat amalan lagi) kecuali lantaran tiga hal ini (walaupun dia telah mati namun aliran pahala akan terus mengalir) sebab shodqoh jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya. atau anak yang selalu mendoakanya”
    HR : Muslim

    Dari pesan ini dapat diambil hikmah bahwa sekalipun jasad telah tak bernyawa selagi shodaqoh yang masih dimanfaatkan masih digunakan unutk sabilillah ilmu yang kita ajarkan masih digunakan untuk hal hal yang bermanfaat dan anak – anak yang kita didik menjadi soleh soleha masih mendoakan kita aliran pahala masih terus mengalir.

    MASYAALLAH betapa beruntungnya orang tua yang memiliki putra putri yang soleh dan soleha. Proses membentuk putra putri yang soleh soleha merupakan proses yang diperlukan kasabaran, keuletan, dan ketabahan dikarenakan tidak hanya sehari dua hari melainkan seumur hidup anak tersebut. Ibarat ingin memiliki tanaman hias yang bagus dan bernilai perlu kesabaran dan keuletan dalam meramutnya, mulai dari memberi pupuk, memangkas daun-daun yang menjalar dan sebagainya untuk meraih hasil yang optimal. sebab itulah kami mecoba menalaah hikmah dari sebuah wasiat yang disampaikan oleh hamba Allah yang bernama Lukman kepada anaknya. Saking indahnya untaian wasiat yang Lukman sampaikan kepada anaknya hingga Allah mengabadikanya dalam sebuah surat nomor 31 yang kisah dan namanya selalu terpatri abadi illa yaumil qiyamah. Berikut kami menceritakan hikmah dari 7 wasiat yang Lukman sampaikan kepada anaknya.

    7 Wasiat Lukman

     وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

    Pesan pertama yang Lukman sampaikan kepada anaknya ialah bahwa anaknya harus menjadi hamba Allah yang taat beragama, tidak boleh kufur terhadap Allah selalau bersyukur atas segala anugerah yang Allah berikan dengan begitu hidup menjadi tenang. Saudadaraku ketika seorang anak sedari dini sudah diajarkan tentang konsep ketuhanan dan terus diajarkan secara kontinyu dan konsisten atas izin Allah anak tersebut akan selalu ingat dan bertakwa kepada Allah. Ada sebuah penilitian psikologi seorang anak memiliki masa keemasan (golden age) yakni pada usia – usia balita dimana segala aktivitas yang dia tangkap akan menjadi kepribadian abadi yang akan terus dia kerjakan seumur  hidupnya itulah mengapa ketika ada seorang punya suatu tabiat maka orang akan nyeletuk mengatakan “itu sudah bawaan bayinya (gawan)” maka untuk membentuk karakter anak yang taat beragama sangat diperlukaan pembinaan sejak dini.


    وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

    Kedua Lukman berpesan pada anaknya disamping selalu bersyukur kepada Allah juga bersyukur kepada orang tua atas jasa jasa yang telah dicurahkan mereka demi kehidupan anak – anaknya sehingga dengan begitu anak bisa lebih hormat dan menghargai kedua orang tuanya. Saudaraku dapat kita lihat  beberapa fenomena yang menunjukan dekadensi moral seorang anak terhadap orang tuanya. Seorang anak bahkan lebih cenderung sayang dan patuh terhadap orang lain dibandingkan dengan orang tuanya sendiri bahkan tak ayal terjadi suatu kasus dimana seorang anak tega menghabisi nyawa orang tua kandungnya sendiri lantaran persoalan yang spele seperti keingananya tidak segera dikabulkan, anak yang kalau minta selalu ingin sak dek sak nyek (ketika diminta disaat itu juga harus ada). Ini menandakan bukti rendahnya sikap menganggungkan anak kepada orang tuanya, hal ini terjadi (pada umumnya) ketika  orang tua  tidak memberikan nilai – nilai perjuangan orang tua dalam membesarkan anaknya. Sang anak hanya diberi materi demi materi tanpa diberi pemahaman hakikat sebuah nilai menghormati orang tua. Sudah banyak kisah tentang akibat anak yang durhaka kepada orang tua seperti Malin Kundang yang menjadi bukti untuk menyiapkan putra putri yang soleh dan soleha sedari dini diajarkan nilai berbakti kepada  orang tua.

    … الأية وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

    Ketiga Lukman berpesan pada anaknya untuk selalu bergaul dan mengikuti orang – orang yang soleh. Hal ini sebagai wasiat kepada anaknya ketika anak ini memasuki dunia pergaulan dan bermasyarakat yang tentunya akan bersinggungan dengan banyak manusia dan tentu dari beragamnya manusia tersebut memiliki sifat dan tabiat yang berbeda – beda maka perlulah memilah lalu memilih teman pergaulan yang baik agar menunjang keberhasilan tumbuh kembang anak. Suatu saat guru saya pernah berkata, “yang merubah sesorang itu ada 3 hal; keluarga, lingkungan, dan teman bergaul”. Suatu saat orang tua mengeluh “Anak saya selalu saya ajarkan hal – hal yang baik dirumah namun kenapa akhlaknya sangat buruk?” kemungkinan yang terjadi, orang tua  tersebut tidak mengetahui teman bergaul anak tersebut diluar seperti apa? Kalau dalam istilah psikologi hal ini dinamakan empty room bahkan Nabi Muhammad ﷺ. telah berpesan untuk selalau bergaul dengan teman yang baik, teman yang bisa membawanya menuju surganya Allah, Nabi berpesan

    الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

    “(Kualitas) agama sesorang bergantung dengan teman dekatnya, maka salah satu kalian lihatlah siapa yang menjadi teman dekatnya”
    HR. Abu Daud

    Suatu cara yang ampuh untuk menilai kepribadian sesorang cukup melihat siapa teman bergaulnya. jika anak tersebut senang bergaul dengan anak – anak yang suka berfoya – foya menghamburkan dan memubadzirkan uang jelas terlihat anak tersebut akan memiliki sifat yang tidak jauh berbeda dari teman bergaulnya. begitupula dikala anak tersbut senang bergaul dengan teman yang alim, teman yang bisa selalu ingat mengingatkan nisacaya kepribadian anak tersebut juga akan serupa denga teman bergaulnya.

    Mencari  teman bergaul merupkan sebuah  pilihan dan itu merupakan kebebasan individu untuk memilih. Namun perlu diingat semua pilihan akan berdampak pada konsekuen yang harus ditanggung masing – masing.  Setiap orang tua tentu mendambakan anak yang soleh soleha berutur kata dia sopan, bersikap dia anggun dan dikenal baik dimata manusia. Maka orang tua perlu membimbing anak – anaknya untuk bijak dalam memilih teman bergaul sebagaimana perumpamaan yang Nabi Muhammad ﷺ gambarkan,

    إِنَّما مثَلُ الجلِيس الصَّالِحِ وَجَلِيسِ السُّوءِ: كَحَامِلِ المِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحامِلُ المِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ ريحًا طيِّبةً، ونَافِخُ الكِيرِ إِمَّا أَن يَحْرِقَ ثِيابَكَ، وإمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا مُنْتِنَةً

    “Sesungguhnya perumpamaan teman duduk (teman bergaul) yang baik dan buruk itu bagaikan penjual minyak wangin dan tukang pandai besi. (jika bergaul) Pada penjual meniyak wangi adakalanya kamu diberi olesan minyak wangi itu, atau  adakalanya kamu membeli minyak wangi itu darinya, atau adakalanya kamu selalau menjumpai wangi harum darinya. (sedangkan jika bergaul) pada tukang pandai besi adakalanya percikan tungkunya membakar bajunya atau kamu menjumpai bau sangit darinya” HR. Abu Daud

    Seperti kata pepatah “buah tidak akan jatuh dari pohonya” itu juga bermakna dengan teman bergaul. Ketika teman bergaulnya ialah orang – orang yang solih dia akan mengambil banyak manfaatnya darinya atau paling tidak namanya menjadi harum sekalipun dia hanya menjadi temanya. Sebaliknya memilih bergaul dengan teman yang buruk setidaknya pengaruh negatif akan kita lakukan atau paling tidak namanya menjadi tercemar sekalipun dia tidak mengemalkan kejelakanya walau hanya berstatus teman.

    يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

    Keempat, Lukman berpesan kepada anaknya agar selalu berhati – hati dalam bertindak dan mengambil keputussan. Ini sebagai bentuk Lukman mengajarkan anaknya agar bisa mandiri dalam bersikap dan bertindak. Tolok ukur suatu keputusan itu dikatakan baik ialah ketika landasan atas perbuatan itu adalah sesuai dengan aturan Allah Rosul ditambah aturan main pemerintah yang sah dan norma yang berlaku di masyarakat. Selain itu adalah suatu sikap yang akan menimbulkan banyak mudhorot (tidak efisien) sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain. Simaklah pernyataan Nabi Yusuf  yang memiliki moto dalam hidupnya bahwa dia tidak akan mengikuti hawa nafsunya,

     وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ


    “Dan aku (yusuf) tidaklah membiarkan diriku mengikuti hawa nafsu. Sesungguhnya hawa nafsu niscaya selalau perintah pada kejelakan kecuali yang Tuhanku berikan rohmat padanya. Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun lagi maha penyayang”
    QS : yusuf ayat :  53

    Sudah banyak kasus yang terjadi seseorang yang cerdas ukuran ilmu duniawi dia menadi jatuh dan ashor (hina) lantaran dai tidak dapat mengendalikan akal sehatnya dan justru mengikuti hawa nafsunya misalnya terjerat kasus korupsi, narkoba, dan sebagainya. Maka sifat kehati – hatian dalam bertindak (warok) penting dimiliki setiap manusia sebagaimana nasehat Nabi Muhammad ﷺ pada sohabat Abu Hurairah

    يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ

    “Wahai Aba Hurairah kamu jadilah orang yang warok (hati – hati) maka kamu akan menjadi lebih beribadahnya manusia”
    HR. Abud Daud

    Dalam nasehat Nabi kepada Abu Hurairah mengisyaratkan bahwa kunci keberhasilan ibadah dan kunci kebahagian hidup dunia akhirat adalah dengan kehati – hatian dalam melangkah seperti kata pepatah Jawa Yitna yuwana lena kena yang berarti siapa saja yang berhati – hati akan selamat dan sebaliknya siapa saja yang gegabah (sembrorno) akan tertimpa banyak masalah.

    يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ

    Kelima Lukman berpesan kepada anaknnya untuk selalu mengerjakan perintah dan larangan Allah serta bisa berpengaruh mengajak manusia untuk amar makruf nahi mungkar. Kunci berhasilnya seorang anak dalam menjalankan perintah Allah ialah dengan mengamalkannya dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan amalan itu. Sebagaimana kisah nasehat Nabi Muhammad ﷺ pada Abu Hurairah

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:مَنْ يَأْخُذُ مِنْ أُمَّتِي خَمْسَ خِصَالٍ ، فَيَعْمَلُ بِهِنَّ ، أَوْ يُعَلِّمُهُنَّ مَنْ يَعْمَلُ بِهِنَّ  قَالَ : قُلْتُ : أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ ، قَالَ : فَأَخَذَ بِيَدِي فَعَدَّهُنَّ فِيهَا ، ثُمَّ قَالَ : اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ ، وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ ، وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا ، وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا ، وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ.

    “ Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rosululllah ﷺ bersabda: Siapakah dari umatku yang mau mengambil 5 perkara ini? Aku (Abu Hurairah) berkata : Saya, wahai Rosulullah, lalu Nabi menghitung dengan jari – jariku sembari berkata : Amalkanlah lima hal ini atau kamu mengajari pada orang yang ingin mengamalkan lima hal ini. Lalu Nabi bersabda: Takutlah kamu kepada Allah maka kamu akan menjadi manusia yang paling beribadah, Kamu selalulah ridho terhadap segala pemberian Allah maka kamu akan menjadi manusia yang paling kaya. kamu berbagusilah terhadap tetanggamu maka kamu akan menjadi orang Iman yang seutuhnya. Kamu cintailah manusia sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri maka kamu akan menajadi orang Islam yang seutuhnya. Kamu janganlah perbanyak tertawa (guyonan) karena sesunngguhnya memperbanyak tertawa akan mematikan hati”
     HR. Abu Daud

    Dari hikmah  yang dapat kita ambil dari cerita di atas untuk  bahagia sukses dunia akhirat haruslah mengamalkan amalan – amalan yang menjadi garis Allah Rosul dan mengajak pada khalayak manusia untuk bersama – sama menetapinya agar terwujud lingkungan yang kondusif dalam beribadah, bukankah indah ketika dirikita, keluarga kita dan lingkungan kita bersama – sama masuk surganya Allah?

    وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

    Keenam Lukman berpesan pada anaknya agar jangan menjadi orang yang sombong dibuminya Allah. Dengan memahamkan anak konsep seperti ini akan melatih anak menjadi pribadi yang tawadhu dan bisa meyakini bahwa semua yang dia miliki ialah pemberian dari Allah semata yang tentunya harus digunakan dengan sebaik dan sebijak mungkin. Justru sikap sombong ialah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah bahkan Allah mengancam bagi orang yang sombong akan dimasukan kedalam Neraka Jahim, NAUDZUBIILLAHI MIN DZALIK.

    وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

    Ketujuh Lukman berpesan kepada anaknya agar selalu menjadi pribadi  yang rendah hati (tawahdu). Dengan sikap ini seorang anak bisa memiliki sikap tegang rasa dan kelak akan berhasil dalam bersosialisasi bermasyarakat. Banyak orang yang akhirnya dikucilakn masyarakat karena selalu congkak dalam bersikap. Bebal dalam bertindak dan wangkot ketika diberi masukan. Namun ketika seorang anak bisa bersikap tawadhu maka segala kontribusi yang dia berikan tidak lantas menjadikanya orang yang tinggi hati melainkan selalu berkarya tanpa peduli gubrisan manusia. Bagaikan pada semakin berisi akan semakin merunduk begitupula manusia semakin kaya akan ilmu hikmah yang dia milikik semakin merendah dia dan tidak dengan congkak menunjukan kehebatanya. Maka penting mendidik anak menjadi pribadi yang Low Profile High Performence” berpenampilan yang sederhana namun mencolok dalam berkarya istilah jawanya makaryo tanpo suloyo. Jangan justru sebaliknya bernampilan yang mencolok namun minim karya. Sebagaiman pesan Nabi Muhammad ﷺ pada umatnya,

    مَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللَّهُ ، فَهُوَ فِي نَفْسِهِ صَغِيرٌ ، وَفِي أَعْيُنِ النَّاسِ عَظِيمٌ ، وَمَنْ تَكَبَّرَ وَضَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ، فَهُوَ فِي أَعْيُنِ النَّاسِ صَغِيرٌ ، وَفِي نَفْسِهِ كَبِيرٌ ، وَحَتَّى لَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِمْ مِنْ كَلْبٍ أَوْ خِنْزِيرٍ

    “Barang siapa yang dia tawadhu karena Allah maka Allah akan mengangkat dengan dirinya selalu merasa dirinya kecil namun manusia menganggapnya dia orang yang hebat. Barang siapa yang sombong maka Allah yang maha mulia dan maha agung akan menjatuhkanya walaupun dia menganggap dirinya besar namun dimata manusia dia kecil (hina) bahkan saking hinanya dia dimata manusia lebih hina daripada Anjing atau Babi”
    HR : Abu Daud

    Betapa mulianya mencetak putra – putri yang soleh dan soleha yang tentunya berdampak kepada orang tua yang bahagia kelak dunia akhirat. Maka telah menjadi pertanyaan bagi kita bersama bagaimana kita mendidik anak – anak kita? orientasi apa yang kita berikan pada mereka? Bagaimana kita mengajari mereka dalam melihat dan mensikapi dunianya Allah ini? Mari menjadi renungan kita bersama dambaan memiliki putra – putri yang soleh soleha jangan sampai kandas lantaran kita hanya fokus mendidik anak – anak kita untuk sukes secara meteril.

    Anak dalm Alquran

    Jika kita telaah kembali dalam isi Alquran anak itu dapat berupa 3 hal dalam kehidupan kita,

    Anak sebagai perhiasan,


    زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

    “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.

    QS. Ali Imran ayat 14

    Yang dimaksud perhiasan disini ialah anak hanya sedap dipandang oleh mata, seperti sang anak pintar dalam bidang keahlian tertentu, berprestasi dalam urusan

    Anak sebagai fitnah,

    إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ

    Sesungguhnya harta dan anak kalian adalah fitnah (cobaan) bagi kalian”

    QS. At-Taghobun ayat 15

    Jika kita berbicara cobaan ialah, segala sesuatu yang menghambat kita dalam beribadah dan dzikir kepada Allah. Misal dia memiliki putra putri yang kurang baik akhlak agamanya sehingga menjadikan orang tuanya susah yang seharusnya dia bisa beribadah atau berdzikir justru malah membuatnya memikirkan anaknya.

    Anak sebagai kesenangan mata (penyejuk hati),

    وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

    “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai kesenangan mata (kami), dan jadikanlah kami imam (contoh) bagi orang-orang yang bertakwa”.

    QS. Alfurqon ayat 74

    Inilah yang didambakan orang tua dimanapun, anak yang selalu bisa menyejukan hati bila dipandang dan merindukan jika diingat.

    Penutup

    Maka seperti apa mereka bergantung dari apa yang kita lakukan, karena kita menuai apa yang kita tabur.

    Don’t educate your children to be rich (matrealist). Educate them to be happy. So, when they grow up they will know that value of things not the price

    Jangan kamu ajarkan anak – anakmu untuk menjadi kaya secara materi. Namun ajarilah anakmu untuk bahagia. Sebab kelak ketika mereka tumbuh dewasa mereka akan tahu bahwa nilai dari segala hal itu bukanlah soal harga

    Jazza Kumullahu Khoiro

    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami