السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Nostalgia
Segala puji bagi Allah yang masih senantiasa melimpahkan banyak kesempatan bagi hambanya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Pada tulisan kali ini saya akan menceritakan sebuah kenangan pertama kali saat saya menjadi seorang santri di pertengahan tahun 2012 di salah satu pondok pesantren terkemuka yang di Jombang Jawa, Timur.
Masih segar dalam ingatan saya pertama kali saya menapakan kaki saya dalam dunia pondok pesantren. Banyak hal baru yang hadir menghiasi hidup saya seperti, lingkungan baru, kawan baru yang hadir dari penjuru Nusantara, ilmu – ilmu yang laksana makanan siap santap tengah menanti, dan banyak hal lainya yang selalu membuat hati saya berdebar- debar. Saya selalu berusaha memberikan kesan yang baik dalam setiap kesempatan pertama saya dalam hal ini hari pertama saya mengikuti kelas pondok haruslah saya lakukan yang terbaik.
Namun qodarullah berkehendak lain, di hari pertama saya pondok justru saya datang terlambat sungguh perasaan yang memalukan bagi diri saya. Terlambatnya kedatangan saya ini beralasan lantaran saya salah masuk kedalam kelas pondok sehingga dan saya menyadari hal tersebut ketika diabsen nama saya tak kunjung disebut sungguh memalukan bila mengingatnya bahwa saya salah memasuki kelas pondok.
Sesegera mungkin saya bergegas meninggalkan ruang kelas yang keliru tadi dan mencari kelas saya yang sebenarnya, Alhamdulillah ternyata kelas saya yang sebenarnya ada di sebelah kelas yang saya keliru tadi masya Allah. Perlu diketahui ruang kelas yang kami gunakan merupakan ruangan serba guna yang terkadang digunakann sebagai ruang makan tamu ketika waktu kunjungan masyarakat luar kepondok kami sehingga aroma – aroma masakan kerap hadir sebagai penghibur kami santri pondok yang notabene nya menyantap menu pondok yang terkadang hambar rasanya subehanallah.
Tatkala saya memasuki kelas Alhamdulillah kelas belum dimulai sehingga saya tidak terlambat bagi saya untuk mendapatkan kesan pertama saya. Guru saya waktu itu adalah bapak Ibnu Yazid Al-akhsan pada waktu itu beliau mengenakan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam dengan menggunakan kaca mata dengan raut wajah yang sayu sehingga saya mengira pada waktu itu “betapa lelahnya bapak ini”. Tanpa mengomentari banyak hal beliau mempersilahkan saya untuk duduk ditempat yang masih kosong.
Saat para tolib[1] tengah gaduh saling bercengkrama dan bersenda gurau sembari memperkenalkna dirinya masing – masing dan menceritakan asal daerahnya dengan kawan sebelahnya, guru kami melontarkan sebuah pertanyaan yang seketika memecah kegaduhan
“ada yang tahu, modal apa yang Allah berikan sama kepada semua manusia namun hasilnya berbeda?”
Sontak kami semua terjerambab fokus memperhatikan pertanyaan guru kami, bahkan sebagian dari kami ada yang meminta untuk kembali diulangi pertanyaanya. Belum selesai kami dalam suasana hening dan kebingungan, sembari mengulangi pertanyaannya beliau merogoh saku celananya dan membentangakan selembar kertas dengan nominal lima ribu rupiah dengan mengiming – imingi akan memberikan selembar uang ini bila salah satu dari kami ada yang dapat menjawabnya.
Para spekulan pun bermunculan berusaha menjawab dengan jawaban yang acak dengan harapan siapa tahu dari jawaban itu ada yang benar masya Allah. Beliau selalu mengggelengkan kepalanya ketika salah satu dari kami berusaha melontarkan jawaban keberuntunganya. Hingga saat semua dari kami mulai hening lantaran kehabisan jawabanya beliau menggoda
“ayo, masih ada yang ingin menjawab”
sembari mengibas-ngibaskan selembar uang yang dia genggam. Akhirnya kami sepakat menyatakan menyerah.
Tanpa diduga ternyata jawaban dari pertanyaan beliau itu sangatlah singkat hanya satu kata yang menimbulkan keheranan bagi kami, beliau mengatakan
“modal itu, ialah waktu”
Pada waktu teman saya yang bernama Burhan asal Sidoarjo mengerang kesal karena sebetulnya dia ingin mejawab seperti itu namun dia tidak memiliki cukup keberanian untuk menyampaikanya. Beliau melanjutkan
“Mengapa waktu merupakan modal yang Allah berikan sama kepada hambanya namun hasilnya berbeda? coba sampean bayangkan berapa lama waktu yang Allah berikan kepada kita semua manusia?”
serentak kami saling menyahut
“satu hari pak” “24 jam pak”
beliau membenarkan “betul, waktu yang Allah berikan kepada kita sama 24 jam dalam sehari namun kita lihat masing – masing dari modal yang Allah berikan kepada kita hasilnya sangatlah berbeda”
beliau melanjutkan “Adakalanya 24 jam yang Allah berikan tersebut jika hanya digunakan untuk bermalas – malasan itulah yang akan dia dapat, waktu 24 jam dapat dia gunakan untuk berkarya melakukan banyak hal yang bermanfaat”
“intinya” beliau menekankan “kita hanya akan menuai apa yang kita tabur”
Subehanallah sungguh terkesima saya dengan nasehat pembukaan yang beliau sampaikan pada kami, bak tanah yang tandus disiram air hujan menjadi sejuk dan menjadi tumbuh beraneka tumbuhan yang indah sehingga nasehat beliau tersebut selalu saya ingat dan selalu menjadi pijakan bagi saya bahwa, sebanyak apapaun modal materi yang dimiliki manusia seperti harta, pangkat, warisan keluarga yang melimpah semua itu akan binasa jika kita sendiri tidak dapat mengelola waktu kita dengan baik. Saya teringat sebuah nasehat dari salah satau imam ilmu fikih terkemuka yakni Imam Ghazali, beliau mengatakan;
- Yang singkat itu – waktu
- Yang menipu itu – dunia
- Yang dekat itu – kematian
- Yang besar itu – hawa nafsu
- Yang berat itu – amanah
- Yang sulit itu – ikhlas
- Yang nudah itu – berbuat dosa
- Yang susah itu – sabar
- Yang lupa itu – bersyukur
- Yang membakar amalan itu – mengumpat
- Yang mengakibatkan neraka itu – lidah
- Yang berharga itu – iman
- Yang menentramkan hati itu – teman sejati
- Yang ditunggu Allah itu – taubat
Tertipu Nikmat
Dari poin pertama tentang waktu merupakan hal yang paling singkat banyak sekali manusia dibuat lalai akan nikmat waktu yang masih Allah anugerahkan kepada kita. Banyak firman Allah yang diceritakan dalam Alquran tentang orang – orang yang lalai semasa hidupnya meminta tambahan waktu lagi kepada Allah agar bisa melaksanakan ibadah dengan sebaik – baiknya, namun apa daya nasi telah menjadi bubur segala alasan mereka tidak akan pernah digubris oleh Allah.
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia dibuat lalai darinya yakni nikmat sehat dan nikmat waktu luang”
HR.Bukhori
Pengertian dibuat lalai disini ialah banyak manusia yang waktunya habis digunakan untuk berbuat hal – hal yang tidak bermanfaat seperti, memubadzirkan waktu, berfoya – foya, mengerjakan hal yang tidak mendatangkan pahala, maksiat, dan sebagainya justru perilaku seperti itulah yang menerakakn dirinya sendiri,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ ٱلنَّاسَ شَيْـًٔا وَلَٰكِنَّ ٱلنَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya Allah tidaklah sekalipun menganiyaya kepada manusia akan tetapi manusia sendirilah yang menganiyaya dirinya sendiri”
QS. Yunus : 44)
Sehingga sudah menjadi suratan dari Allah bahwa Allah l akan memberi pahala bagi pelaku kebajikan dan memberikan dosa bagi orang yang melakukan kejelekan. Maka penting bagi diri kita hamba Allah untuk senantiasa menjaga diri kita dari hal – hal yang menyebabkan masuk neraka apapun itu. Maka mari kita gunakan modal yang Allah l berikan kepada kita ini dengan sebaik – baiknya, sebab satu detik yang telah berlalu saat ini tidak akan pernah terulang selamanya.
Dalam ekonomi dikenal istilah opportunity cost yakni sebuah kondisi dilematsi dimana tatkala seseorang memilih menggunakan sesuatu maka otomatis dia akan meninggalkan sesuatu yang lain. Contohnya, saat pagi hari ketika kita memilih untuk olah raga maka otomatis kita meninggalkan pilihan lain seperti membaca (tadarus) Alquran, belajar, dan sebagainya. Dalam konsep ini mengajarkan bahwa kita harus mengalokasikan sumber daya yang serba terbatas ini untuk menghasilkan sebuah output (hasil) yang seoptimal mungkin.
Prioritas Hidup
Waktu merupkan sumber daya yang tak tergantikan sekali waktu itu berlalu tanpa ada tindakan yang berarti maka waktu itu terbuang sia – sia maka kita sebagai orang Iman tentulah membuat skala prioritas menggunakan waktu itu dengan sebijak mungkin. Kendati Allah dzzat yang menentukan segela rencana, tidaklah salah kita sebagai hamba berikhtiar (berusaha) membuat skema rencana kita dengan cermat dan bijak sembari didoakan kepada yang maha kuasa berharap rohmat dan Idzin-NYA termasuk saya sedari SMA membuat sebuah skala prioritas dalam memposisikan modal Allah yang maha adil ini dengan sebijak mungkin dalam 4 tingkatan,
- Penting dan Mendesak, pada tingkatan ini hal utama yang saya tempatkan ialah urusan Allah dan Rosulnya sebab saya meyakini dengan adanya kita menolong agama Allah pasti Allah akan menolong kita, tidak tanggung – tanggung bahkan Allah pun akan memberikan bonus berupa pertolongan dan kemenengan yang pasti.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Wahai orang – orang yang beriman jika kalian menolong Allah, maka Allah akan menolong kalian dan menguatkan (meneguhkan) telapak kaki kalian (dalam menolong agama Allah”
QS: Muhammad ayat: 7
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ فِي قَلْبِهِ ، وَشَتَّتَ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْهَا إِلا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ أَكْبَرَ هَمِّهِ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ ، وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
“Barang siapa yang menjadikan urusan dunia cita – cita utamanya maka Allah akan menjadikan kefakiran di dalam hatinya (selalu merasa kurang), Allah akan menyempitkan perkaranya, dan Allah tidak akan memberikan dunia kepadanya kecuali yang telah ditentukan (diqodar) untuknya. Barang siapa yang menjadikan urusan akhirat sebagai cita – cita utamanya maka Allah akan memberikan kekayaan di dalam hatinya, mengumpulkan segala kebutuhanya, dan mendatangkan dunia untuknya dalam keadaan menghamba (hina/mudah di dapat)”
HR: Annas bin Malik
maka telah menjadi keyakninan dalam diri saya jika kita menolong Allah dengan berupaya meluhurkan kalimat – kalimat Allah insya Allah, Allah tidak pernah mengingkari janjinya.
مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Barang siapa yang berjuang dengan tujuan agar kalimat (agama) Allah luhur maka dialah orang yang berjuang di jalan Allah”
HR: Tirmidzi
- Penting namun tidak mendesak, pada tingkatan ini ialah urusan/perkara duniawi. Mengapa demikian? bagi saya dunia Allah ini sangat hina dan mudah dicari maka untuk apa kita bersusah payah hingga lalai dan lupa dalam beribadah?
وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ
“Dan niscaya sungguh kami (Allah) telah menempatkan kalian di dalam bumi dan menjadikan bumi sebagai penghidupan (mata pencaharian) bagi kalian. Namun sedikit dari kalian yang bersyukur”
QS : Al-akrof ayat : 74
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ وَمَن لَّسْتُمْ لَهُۥ بِرَٰزِقِينَ
“Dan kami Allah telah menjadikan kebutuhan hidup bagi kalian di bumi dan (pula) untuk makhluk yang kalian tidak mampu memberikan rizeki kepadanya”
QS : Alhijir ayat : 20
Hal ini bukan berarti kita meniadakan upaya atau bermalas – malasan itu sangatlah keliru. Namun jika kita berupaya dengan bekerja giat lagi ikhlas kebutuhan kita sebagai manusia akan Allah berikan jalan untuk memenuhinya.
- Mendesak namun tidak penting, pada tingkatan ini ialah urusan pribadi. Dengan kita lebih mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi insya Allah kemaslahatan akan lebih dicapai. Namun jika kita lebih mementingkan kepentingan pribadi tanpa perduli pada kemaslahatan orang lain maka celakalah yang di dapat,
قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ
“Katakanlah Muhammad : jika bapak – bapak kalian, anak – anak kalian, saudara – saudara kalian, istri – istri kalian, keluarga kalian, harta yang kalian pelihara, dan dagangan yang kalian khawatirkan ruginya itu lebih kalian cintai daripada Allah dan rosulnya dan membela berjuang di jalan-NYA. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan perkaranya (siksa). Allah tidaklah menunjukan (hidayah-NYA) pada kaum yang fasik”
QS : Attaubah ayat : 24
- Tidak penting dan tidak mendesak, pada tingkatan ini ialah perkara duniawai yang bukan dalam rangka mencari ridho Allah, mencari maisah, dan mencari kemanfaatan. Sekalipun demikina kita sebagai orang Iman yang bertakwa dalam segala perbuatan haruslah dalam rangka kemanfaatan jangan sampai ada waktu yang mubadzir sia – sia tidak digunakan dalam rangka kebajikan,
قَالَ الحَسَنْ البَصْرِي :
أدْرَكْتَ أَقْوَاماً كَانُوا عَلَى أَوْقَاتِهِمْ أَشَّدُ مِنْكُم حِرْصاً عَلَى دِرَاهَمِكُم وَدَنَانِيْرُكُم
“Hasan Al-basri berkata :Aku telah menjumpai beberapa kaum (dari sahabat Nabi Muhammad ﷺ) menghabiskan waktu mereka (dalam kebaikan, kemanfaatan, dan ibadah) lebih sangat daripada keinginan kalian dalam mengurusi dirham – dirham dan dinar – dinar kalian (harta kalian)
Maka ada tingkatan ini bijaknya kita kerjakan setelah kewajiban – kewajiban kita kepada yang maha kuasa telah kita tunaikan jangan sampai kita lebih mementingkan urusan yang bersifat hawa nafsu mengalahlkan kebutuhan kita sebagai hamba yang senantiasa mengabdi kepada Tuhanya, bahkan Allah mengancam kepada hambanya yang lebih senang urusan dunia mengalahkan urusna akhirat
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ
تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى ، وَأَسُدَّ فَقْرَكَ ، وَإِلاَّ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاً ، وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
“Sesungguhnya Allah berfirman (dalam hadist qudsi[2]) : Wahai anak adam (manusia) sempat – sempatkanlah ibadah kepada ku maka aku akan melapangkan kekayaan pada hatimu dan menutupi kefakiran mu. Jika tidak kamu kerjakan akan kusibukan kedua tangan mu dan aku tidak akan menutupi kefakiranmu”
HR : Tirmidzi
Maaka sudah sepantasnya kita sebagai orang iman menomor satukan segala kepintangan Allah rasul mengalahkan kepintangan duniawai, jangan sampai lantaran sibuk mengurusi perkara dunia yang serba fana ini menjadikan dalil pembenaran untuk meninggalkan kewajiban sebagai hambanya Allah. Tidak sekalipun tidak Allah tidak pernah menyianyiakan hambanya yang bertaqwa,
إِنَّهُۥ مَن يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُحْسِنِينَ… الأية
“Bahwasanya barang siapa yang bersabar lagi bertakwa sesungguhnya Allah tidak akan menyianyiakan pahalanya orang yang berbuat baik”
QS : Yusuf ayat : 90
Maha suci Allah dzat yang maha pemurah telah memberikan kesempatan kepada kita banyak waktu yang begitu berharga. Mari saudara – saudaraku gunakanlah kesempatan Allah yang maha pemurah ini dalam rangka mencari ridho-NYA.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلوَقْتُ كَالسَّيْف اِنْ لَمْ تَقَطْعَهُ قَطْعُكَ
“Waktu itu bagaikan pedang, jika tidak kamu gunakan untuk memotong (digunakan untuk hal yang bermanfat) maka pedang itu akan memotong mu (membuat mu celaka kelak)”
[1] sebutan untuk santri atau orang yang mencari ilmu (murid)
[2] Firman Allah yang tidak termaktub dalam Alquran