√ Serba-Serbi Gadai (Bagian Pertama) - Cak Akbar

Serba-Serbi Gadai (Bagian Pertama)

Daftar Isi [Tampil]




    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

     Gadai

    Pada setiap transaksi hutang piutang pihak penghutang tentunya ingin kepastian dari pihak yang berhutang, setidaknya hal tersebut dapat dijadikan komitmen pihak yang berhutang agar niat baiknya selalu terjaga untuk bisa menyaur hutangnya. Kepastian itulah yang hari kita sebut dengan agunan/jaminan. Jaminan disini dapat berbentuk apa saja selama bernilai ekonomi.

    Barang jaminan tersebut adakalanya dipegang oleh pihak pemberi hutang atau adakalanya masih dipegang oleh pihak penghutang dengan catatan pemberi hutang memegang bukti kepemilikan atas berang yang menjadi jaminan tersebut entah berupa sertifikat, akta kepemilikan dan sejenisnya. Selanjutnya barang jaminan itulah yang pada hari ini kita sebut sebagai barang gadai.

    Dalam Islam istilah gadai sendiri disebut dengan Ar-Rahn dimana praktik gadai itu sendiri juga termaktub dalam Alquran dan juga dikerjakan oleh Rosulullah  

    وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًا فَرِهَٰنٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ

    Jika kalian dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)
    QS. Albaqoroh : 283

    عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِثَلَاثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

     dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat baju perang (Kerai) Beliau masih tergadai kepada seorang Yahudi seharga tiga puluh sho' gandum"
    HR. Bukhori

    Dari beragamnya para Ulama dalam mendefinisikan istilah gadai setidaknya definisi yang paling komprehensif dikemukakan oleh Ibnu Qudamah Alhanbaliah

    المـال الـذي يجعـل وثيقـة بالـدين ليـستوفى مـن ثمنـه إن تعـذر اسـتيفاؤه ممـن هـو عليـه

    (Gadai) adalah harta yang dijadikan jaminan atas sebuah hutang, supaya nilai/harganya dapat digunakan untuk melunasi hutang tersebut jika tidak mampu membayarnya kepada pemberi hutang

    Sehingga gadai dapat dipahami sebagai sebuah jaminan/agunan dalam transaksi hutang piutang atau pinjam meminjam dengan menyimpan sementara harta pihak yang berhutang atas hutang yang diberikan oleh pihak yang memberikan hutang/pinjaman. Dengan kata lain barang gadai dapat diambil kembali atau bahkan bisa sebagai objek pelunasan hutang/pinjamannya dalam jangka waktu tertentu.

    Haruskah Ada Objek Gadai?

    Jelasnya para fuqoha (ahli fikih) sepakat bahwa hukumnya gadai adalah Boleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya gadai dalam transaksi hutang piutang bersifat opsional tidak mengikat dan menjadi suatu keharusan yang mutlak. Pijakan dalam pemahaman seperti itu berasaskan pada Firman Allah

    وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًا فَرِهَٰنٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ

    Jika kalain dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya
    QS. Albaqoroh : 283

    Dalam ayat tersebut Allah menganjurkan (Al amru bil ibahah) adanya gadai agar masing-masing pihak merasa aman dan nyaman dalam transaksi hutang piutang. Selain itu Allah juga memberikan sebuah opsi jika kalian saling percaya maka adanya gadai menjadi tidak diperlukan, namun hendaknya yang diberi kepercayaan dapat menunaikan amanahnya. Sehingga dapat dipahami bahwa gadai dalam transaksi hutang piutang hanya sebagai pelengkap/komplementer bukan menjadi rukun ataupun syarat sahnya hutang piutang. Sebab gadai itu adalah akad pelengkap dalam transaksi hutang piutang maka

    Unsur Gadai

    Dalam praktik gadai terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi guna keberlangsungan gadai itu sendiri sesuai koridor islami antara lain,

    1. Ar-Rahin, adalah pihak yang menggadaikan barang.

    2. Al-Murtahin, adalah pihak yang menerima gadaian.

    3. Al-Marhun, adalah objek yang digadaikan.

    4. Al-Marhun bihi, adalah objek yang diserahkan/dipinjamkan sebab ada barang yang digadaikan.

    5. Al-’Aqd, adalah akad atau kesepakatan.

    Kategori Barang Gadai

    Sederhananya semua objek benda yang berwujud (tangible), memiliki nilai ekonomi, dan terwujud saat penyerahan gadai walaupun berupa aset bergerak (misal mobil) ataupun aset tetap/tidak bergerak (rumah) maka dapat dijadikan objek gadai. Selain unsur halal dan mubah yang harus diprioritaskan dalam objek gadai (seperti bukan dari dan diperoleh dari barang haram) unsur nilai ekonomi disini juga perlu dipertimbangkan mengingat objek gadai itu sendiri akan menjadi alternatif sebagai pembayaran ketika pihak yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya.

    Nilai ekonomi pada kasus gadai ini paling tidak harus memenuhi dua kriteria yakni, (1) Barang yang memiliki niai ekonomi (2) Boleh/halal diperjual belikan. Dalam salah satu kitab fiqih kontemporer Almausu’ah al-fiqhiayah al-kuwaitiyah dijelaskan tentang wajibnya barang gadai harus memiliki nilai ekonomi,

    كل متمول يمكن أخذ الدين منه أو من ثمنه عند تعذر وفاء الدين من ذمة الراهن 

    Segala sesuatu yang berharga yang dapat dimungkinkan untuk dijadikan jaminan atas suatu hutang ketika hutang tidak terbayarkan oleh penghutang.

    Selanjutnya Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu Syarh al-Muhadzab menekankan bahwa barang gadai harus halal untuk diperjualbelika. Sekalipun objek barang gadai itu berharga namun jika tidak halal untuk diperjualbelikan maka objek tersebut tidak dapat digadaikan,

    رهنها كل عين جاز بيعها جاز

    Segala sesuatu yang boleh (halal) untuk dijual maka boleh untuk menggadaikannya

    Memanfaatkan Barang Gadai

    Pada bagian inilah pembahasan yang perlu dikumpas secara detail dan menyeluruh namun dalam penyajiannya kami sampaikan secara ringkas agar tidak terlalu muluk-muluk. Untuk menentukan hukum memanfaatkan barang gadai harus dipilah terlebih dahulu antara pihak rahin (pihak yang menggadaikan) dan murtahin (pihak yang menerima objek gadai).

    A. Rahin

    Pembahasan ini sudah selesai dibahas dan difatwakan dalam fatwa DSN MUI Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 Tentang Rahn Tasjily. Dimana pihak yang menggadaikan barang boleh memanfaatkan barang yang dia gadaikan dengan catatan bahwa pihak Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atau sertifikat barang yang dijadikan jaminan (marhun) kepada murtahin. Dengan adanya pihak murtahin menerima bukti kepemilikan objek gadai secara langsung dia mengizinkan pihak rahin untuk memanfaatkan objek gadai tersebut. Sebagaimana kesepakatan mayoritas madzhab fiqih (Syafi’I. Hambali, dan Hanafi) akan hal tersebut,

    أن ينتفع بالمرهون استخداماً أو ركوباً أو لبساً أو سكنى وغيرها، إلا بإذن المرتهن ليس للراهن

    Tidaklah boleh bagi rahin untuk memanfaatkan barang gadai baik berupa perkakas yang dia pakai, kendaraan yang dia naiki, pakaian, dan tempat tinggal (aset tetap) kecuali atas idzin murtahin.

    Selanjutnya untuk kebolehan menggunakan objek gadai tanpa seiidzin pihak murtahin dikemukakan oleh Imam Nawai dalam kitabnya Roudhotu at-Tholibin

     للراهن استيفاء المنافع التي لا تضر بالمرتهن 

    كسكنى الدار وركوب الدابة واستكساب العبد ولبس الثوب

    Pihak rahin diperbolehkan memanfaatkan barang gadai tersebut selama tidak menjadikan barang gadai tersebut rusak (hilang, terdepresiasi dan semacamnya) seperti (boleh) menempati rumah (aset tetap) yang tengah digadaikan, menunggangi hewan yang digadai, mempekerjakan buda, dan memakai pakaian yang dia pakai.

    Selanjutnya dalam butiran fatwa MUI terkait masalah ini masalah perawatan, pemeliharaan, dan asuransi objek barang yang digadai itu sepenuhnya kewajiban pihak rahin adapun saat hutang jatuh tempo dan belum lunas atau dia kesulitan dalam melunasi hutangnya rahin harus memberikan kuasa kepada murtahin untuk menjual/melelang objek gadai tersebut sesuai dengan prinsip syariah.

    B. Murtahin

    Hakikatnya objek gadai sepenuhnya masih milik rahin sehingga pemanfaatan atas objek gadai oleh pihak murtahin berdasarkan kaidah fiqih yang berlaku secara umum adalah riba.

    لَا يَغْلَقُ الرَّهْنُ

    Objek gadai itu tidak dapat dimiliki (oleh murtahin)
    HR. Ibnu Majjah

    كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ حَرَامٌ

    Setiap hutang piutang yang mengambil manfaat di dalamnya adalah (transaksi) riba

    Namun, dari perselisihan para ulama atas boleh tidaknya murtahin memanfaatkan objek gadai setidaknya pendapat yang paling mustahab (benar) ialah dari pemahaman Hambaliah. Dimana mereka merinci objek barang gadai tersebut apakah masuk kategori objek gadai yang butuh perawatan secara berkala (mobil, motor, ponsel genggam dan sejenisnya) atau objek gadai yang tidak butuh perawatan. Apabila objek gadai tersebut merupakan objek non-perawatan maka hukumnya haram memanfaatkan barang tersebut sedangkan jika objek gadai tersebut merupakan objek yang perlu perawatan maka diperbolehkan untuk mengambil manfaat darinya seperti manfaat guna, manfaat perawatan, dan sejenisnya dengan cara membebankan kepada rahin atau murtahin itu sendiri (jika dia gunakan sendiri) berdasarkan pemahaman atas dalil berikut ini,

    الرَّهْنُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ

    (Hewan) boleh dikendarai jika digadaikan dengan pembayaran tertentu, susu hewan juga boleh diminum bila digadaikan dengan pembayaran tertentu, dan terhadap orangyang mengendarai dan meminum susunya wajib membayar
    HR. Bukhori

    Sekian, untuk pembahasan terakhir gadai akan dijelaskan pada tulisan berikutnya

    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami