√ Berbaik Sangka Kepada Manusia - Cak Akbar

Berbaik Sangka Kepada Manusia

Daftar Isi [Tampil]








    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Ada sebuah kisah menarik tentang bagaimana akhlaq seorang putra Sohabat Rosulullah ﷺ yang diceritakan dalam kitab yang berjudul   أداب الدني والدّينkarya Imam Al-Mawardi, seorang ulama salaf kenamaan, yang bernama Tholhah bin Abdurrohman bin Auf.

    KISAH SANG BAPAK

    Sebagaiamana diketahui Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang sohabat Rosulullah ﷺ yang dikenal kaya akan harta benda juga dermawan dalam menginfakan hartanya dalam rangka sabilillah, istilah orang Jawa sugeh bondo lomo shodaqoh. Beliau dikenal dengan sifat berbaik sangkanya kepada Allah. Disaat peristiwa hijrah dimana Rosulullah ﷺ terpaksa harus meninggalkan tanah kelahirannya di Mekkah tidak sedikit pengikut beliau ﷺ mengikuti jejaknya untuk mencari tempat terbaik guna kelancaran menjalankan ibadah kepada Allah dikarenakan saat di Mekkah kala itu tidaklah aman dan kondusif untuk ibadah. Kerap kali Rosulullah ﷺ dan sohabat lainnya menerima perlakuan yang tidak baik, mulai dari dilulkai secara piskis, fisik, bahkan tidak tanggung-tanggung nyawa taruhannya.

    Abdurrahman bin Auf termasuk salah satu dari sekian banyak sohabat lainnya yang menempuh jalan hijrah untuk kehidupan yang lebih baik. Abdurrahman bin Auf sebelumnya dikenal sebagai seorang saudagar kaya yang memiliki cukup banyak kekayaan sewaktu di Mekkah. Kemudian beliau harus rela meninggalkan semua hartanya di Mekkah agar bisa hijrah, sehingga sesampainya di Madinah pun beliau datang dengan tangan kosong.

    Sesampainya di Madinah Rosulullah mempersaudarakan antara kaum Muhajir (orang Mekkah yang hijrah ke Madinah) dengan kaum Anshor (penuduk asli Madinah yang beriman). Saat itu Abdurrahman disaudarakan dengan Sa’d bin Rabi’yang kala itu juga sama-sama seorang pebisnis. Dalam riwayat Bukhori (nomor 3569 tentang manakib atau keutaman orang Anshor) diceritakan percakapan antara Abdurrahman dan Sa’d

    فعرض عليه سعد أن يناصفه أهله وماله فقال:

    «إني أكثر الأنصار مالا فأقسم مالي نصفين ولي امرأتان فانظر أعجبهما إليك فسمها لي أطلقها فإذا انقضت عدتها فتزوجها»،

     فقال عبد الرحمن:

     «بارك الله لك في أهلك ومالك، دلني على السوق»

    Disat Rosulullah mempersaudarakan Abdurrahman dan Sa’d dia (Sa’d) bermaksud untuk membagi setengah istri dan hartanya dengan berkata, “sesungguhnya aku adalah orang Anshor yang paling banyak hartanya maka aku akan membagi separuh hartaku untukmu. (dan) Aku memiliki dua orang isteri lihatlah mana yang paling kamu sukai nanti aku akan menceraikannya, setelah telah habis masa iddah (masa menunggu agar bisa dinikah lagi) maka nikahilah dia”

    Abdurrahman pun berkata,

    “semoga Allah memberi barokah pada hartamu dan keluargamu, tunjukanlah saya pasar (agar saya bisa berdagang disana)

    Akhirnya Sa’d pun menunjukan pasar bin Qoinuqo’ kepada Abudrrahman dan di sana beliau merintis kembali bisnisnya dari nol dengan berdagang minyak samin dan roti (sembako) yang kemudian dia menikah dengan salah seorang wanita Anshor yang kelak melahirkan anak yang bernama Tholhah bin Abdurrahman bin Auf ini.

    KISAH SANG ANAK

    Sebagaimana ayahnya Tholhah, dia pada akhirnya juga menjadi salah seorang yang kaya raya kala itu. Suatu hari dia mengalami kondisi yang berat sehingga yang awalnya dia kaya menjadi jatuh miskin. Saat sedang kaya banyak teman-temannya yang sering berkunjung dengannya, menegur sapa, bergaul dan menjadi temannya. Namun saat dia jatuh miskin semua orang pergi meninggalkanya bahkan seakan-akan tidak pernah mengenalnya. Melihat suaminya diperlakukan seperti itu suatu hari isterinya berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang paling tercela (akhlaknya) daripada saudara-saudaramu itu”

    Tholhah berkata, “mengapa bisa begitu?”

    Istrinya berkata, “Saat kamu sedang kaya mereka semua berkunjung kepadamu (untuk bisa makan dalam jamuan di rumah), namun saat kamu jatuh fakir mereka semua meninggalkanmu”

    Tholhah berkata, “Demi Allah, bahkan ini adalah perbuatan (akhlaq) mereka yang paling mulia, mereka mendatangi kita saat sekiranya kita bisa memuliakan mereka (bisa menjamu dengan baik) dan meninggalkan kita disaat kita (memang) tidak bisa memuliakan mereka (memberi jamuan dengan baik).

    Kisah tersebut sebagaimana yang diutarakan di atas diceritakan dalam kitab  أداب الدني والدّين dengan lampiran sebagai berikut,

    كان طلحة بن عبدالرحمن بن عوف

    أجود قريش في زمانه فقالت له امرأته يوما : ما رأيت قوما أشدّ لؤْما منْ إخوانك . قال : ولم ذلك ؟ قالت : أراهمْ إذا اغتنيت لزِمُوك ، وإِذا افتقرت تركوك ! فقال لها : هذا والله من كرمِ أخلاقِهم ! يأتوننا في حال قُدرتنا على إكرامهم.. ويتركوننا في حال عجزنا عن القيام بِحقِهم

    HIKMAH

    Sebagian dari kita, mungkin, saat berada dalam kondisi seperti Tholhah akan menggerutu, benci, bahkan mendedendam dengan teman-temannya yang datang disaat kita sedang baik dan meninggalkan kita disaat susah. Yang dilakukan Tholhah justru malah sebaliknya, beliau betul-betul bisa menata hati dengan melawan belenggu nafsunya bahwa apa yang dilakukan manusia kepadanya selalu diambil sisi baik/positifnya.

    Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita seikhlas seperti Tholhah yang berbuat baik kepada manusia tidak mencari sebutan, tidak panjat sosial (pansos), tidak mengharap suatu saat kebaikan itu akan dibalas? Sudahkah kita berbuat baik semata-mata mengharapkan ridhonya Allah? Simaklah firman Allah berikut ini,

    إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا

    Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
    QS. Al-Insan : 9

    Sudahkah kita berpikir positif (husnudhon) sebagaimana Tholhah? Ketahuilah bahwa berburuk sangka (Suudhon) adalah paling dustanya cerita. Simaklah sabda Rosulullah berikut ini

    إياكم والظنَّ فإنَّ الظن أكذَبُ الحديثِ

    ''Takutlah kalian berprasangka (persangkaan yang buruk), karena ia merupakan sedusta-dustanya cerita''
    HR. Tirmidzi 

    Mengapa sampai sebegitunya perbuatan berperasangka buruk dilarang dalam Islam? Sebab ketika seseorang itu berperasangka buruk maka yang akan muncul dalam pikiran dan tindakannya adalah hawa nafsu yang lebih banyak menjerumus pada kejelakan. Perhatikan firman Allah berikut ini,

    يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ 

    Hai Daud! sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah
    QS. As-Shod : 26 

    وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ

    Dan aku (Yusuf) tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
    QS. Yusuf : 53

    Semoga Allah memberikan manfaat dan barokah

    الحمد لله جزاء كم الله خير

    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


     Yogyakarta, 7 November 2021 - KataCakAkbar

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami