√ Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT) cara miliki motor/mobil sesuai syariat - Cak Akbar

Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT) cara miliki motor/mobil sesuai syariat

Daftar Isi [Tampil]




    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

    Ingin ini ingin itu banyak sekali...

    Kebutuhan tersier merupakan salah satu dari kebutuhan manusia yang perlu untuk dipenuhi  setelah kebutuhan sandang dan papannya terpenuhi. Namun, adakalanya kebutuhan tersier ini bisa menjadi kebutuhan pokok tatkala keberadaannya dibutuhkan. Misalkan sepeda motor, bagi sebagian orang mungkin sepeda motor merupakan kebutuhan tersier namun bagi sebagian yang lain dikategorikan sebagai kebutuhan primer yang praktis dibutuhkan untuk kebutuhan sehari-hari.

    Namun, harga yang harus dibayarkan untuk bisa memiliki sepeda motor juga bukan harga yang murah terlebih bagi sebagian masyarakat yang berpenghasilan sederhana akan terasa berat jika harus membeli kenderaan tersebut secara tunai. Di sisi lain allternatif membeli sepeda motor secara kredit (istilah yang lebih tepat sebetulnya leasing) merupakan solusi yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dimana akad tersebut sarat akan ketidak adilan dan jauh dari prinsip keadilan dan saling membantu dalam prinsip ekonomi Islam.

    Pada prinsip leasing konvensional, nasabah akan terikat dengan dua akad yang terjadi secara bersamaan yakni akad sewa (rent) dan beli (buy). Pada praktik leasing atau kredit pembeliaan sepeda motor atau mobil, di saat nasabah melakukan angsuran sejatinya mereka tidak sedang mengangsur harga motor tersebut melainkan mereka sedang menyewa (lease) nilai manfaat ekonomi atas kegunaan barang tersebut. Namun, ketika proses leasing tersebut selesai dalam kontrak waktu tertentu sifat kepemilikan objek barang ekonomi tersebut menjadi dapat dimiliki (akad jual beli). Jadi ketika nasabah tidak dapat melunasi pembayaran pada tenor waktu tertetu maka objek barang dapat ditark sewaktu-waktu, hal tersebut lumrah karena yang dilakukan nasabah ialah menyewa dan ktika masa sewa habis dan tidak sanggup memperpanjang maka objek tersebut akan ditarik kembali. Namun, ketika nasabah dapat melunasi objek barang tersebut sampa tenor waktu tertentu maka objek barang tersebut menjadi miliknya. Hal ini jelas bertentangan dengan larangan Rosulullah tentang dua akad (kontrak) dalam satu objek barang dagang. Sebagaimana sabda Rosulullah

    أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ.

    “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang melakukan dua transaksi/jual beli dalam satu transaksi jual beli.” (HR. Tirmidzi)

    Solusi

    Secara umum, solusi syariah yang kerap kali diterapkan pada permasalahan ini adalah dengan menggunakan akad murabahah atau akad jual beli. Dimana nasabah yang menghendaki objek tertentu dapat mengajukan pembiayaan kepada pemilik dana yag kemudian pihak pemilik dana akan membelikan terlebih dahulu objek barang yang dikehendaki kemudian menyampaikan kepada calon nasabah tentang harga pokok yang telah dikeluarkan pemilik dana dan berapa keuntungan yang dikehendaki. Sebetulnya dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/2000 tentang murobahah, nasabah berhak melakukan negoisasi terkait besaran laba yang diminta oleh pemilik barang/dana. Namun yang sering terjadi dilapangan ialah pihak penyedia sudah menetapkan besaran keuntungan tertentu dimana nasabah tidak memiliki ruang untuk bernegoisasi.

    Secara praktik akad murbahah ini cenderung lebih sederhana dan mudah, namun pada praktik di lapangan akad ini menjadi sedikit merepotkan ketika nasabah terjadi gagal bayar (default) dan terkadang pihak pemberi pembiayaan menerapkan dana denda/ta’zir kepada nasabah yang gagal bayar tersebut. Selain itu solusi akhir jika nasabah tidak bisa melunasi pembiayaanya, objek barang tersebut akan dilelang dan hasilnya untuk menutupi hutang nasabah yang belum dibayarkan/belum lunas. Masalah berikutnya timbul, ketika objek barang yang dilelang tersebut belum cukup untuk melunasinya sehingga nasabah masih memiliki tanggungan hutang yang harus dibayarkan.

    IMBT

    Solusi syariah lain dari  masalah ini ialah dengan menggunakan akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT) dimana akad yang digunakan di awal ialah akad sewa kemudian pada akhir periode akad, pihak yang memberi sewa (mu’ajir) membuat akad baru melakukan janji akan menyerahkan kepemilikan objek barang tersebut kepada nasabah (musta’jir) baik dengan cara hadiah, jual beli atau akad lain yang dibenarkan dalam syariat. Sekilas akad ini seperti tidak ada bendanya dengan akad leasing yang terjadi pada akad konvensional, namun coba kami jelaskan mekanisme nya sebagai berikut.

    Contoh penerapannya sepert ini, A menghendaki akan membeli sepeda motor yang kemudian mengajukan pembiayaan kepada B dengan akad yang digunakan adalah akad IMBT. Akad yang B bebankan kepada A adalah akad sewa (ijarah) misalkan harga motor tersebut Rp. 10.000.000 dengan masa sewa selama setahun dengan biaya sewa perbulannya Rp. 1.000.000. Kemudian saat di akhir tahun, B membuat akad baru dengan cara menghadiahkan sepeda motor tersebut kepada A. Atau juga bisa dengan skema seperti ini, dengan kasus yang sama seperti di atas B membuat akad sewa kepada A denga beban sewa sebesar Rp. 1.090.909 atau dibulatkan Rp. 1.100.000 per bulannya. kemudian saat di akhir akad sewa (akhir bulan ke-11) A menawarkan akad kepada B untuk membeli motor tersebut dengan harga Rp. 1.100.000.

    Dengan skema akad tersebut, tentu tidaklah sama seperti pada leasing dimana terjadi dua akad dalam satu objek mata dagang. Pada akad IMBT akad yang terjadi di awal ialah akad sewa (ijarah) baru ketika akad tersebut selesai maka akan dibuatkan kembali akad baru (atas saling ridho) yang pada akhirnya barang tersebut akan berpindah kepemilikannya. Secara konsep praktik ini lebih menguntungkan daripada akad murabahah dan win win solution ketika terjadi gagal bayar. Pada akad murabahah jika terjadi gagal bayar, nasabah tetap harus melunasi sisa angsurannya dan sisa angsuran tersebut menjadi hutang yang harus dilunasi. Berbeda dengan akad IMBT jika terjadi gagal bayar dan objek barang ditarik kembali maka nasabah tidak harus membayar angsuran kembali, karena sifatnya adalah sewa. Dan bagi pemilik objek barang dengan terjadinya gagal bayar tersebut tidak menjadi rugi, karena dia bisa menyewakan kembali objek barang tersebut entah dengan cara hanya sewa saja atau dengan cara IMBT seperti tadi, bisa kepada nasabah yang sama atau nasabah yang lain.

    Sekian, semoga dapat diambil manfaatnya.

     Jazza Kumullahu Khoiro

    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Yogyakarta, 25 April 2022

    KataCakAkbar

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami