اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sudah fitrahnya antar sesama orang iman adalah saudara (nyedulur) tanpa memandang asal suku, etnis, ras, dan berbagai macam latar belakang masa lalu. Sebagaimana firman Allah
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang iman (dengan orang iman lainnya) adalah bersaudara” (QS. Al-Hujrot : 10)
Yang namanya saudara berarti lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada keegoisan sesaat diri sendiri. Saudara yang baik tentunya selalu mengajak pada kebaikan dan ingin saudaranya juga mendapat kebaikan. Senang lagi simpati saat saudaranya senang, dan susah lagi berempati ketika saudaranya susah. Bahkan Rosulullah menggambarkan orang iman itu laksana satu jasad (tubuh) sebagaimana sabdanya,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut tertarik (ikut merasakan sakit semua) dengan terjaga (melek) dan panas.” (HR. Bukhori)
Kisah Salman Al-Farisi & Abu Darda
Tatkala Rosulullah memerintahkan para pengikutnya untuk menuniakan hijrah (mencari bumi yang kondusif untuk beribadah) ke daerah Yastrib (Madinah) mayoritas Sohabat yang hijrah kala itu betul-betul sebatangkara. Ada yang terusir dari keluarganya, tidak membawa harta benda, dan berbagai macam kondisi sulit lainnya. Untuk meringankan beban Sohabat yang tengah kesusahan tersebut serta memperkuat persaudaraan antara orang iman, Rosulullah mempersaudarakan antara orang-orang Mekkah atau orang-orang yang hijrah ke Madinah (Muhajir) dengan penduduk asli Madinah (Anshor) di antaranya Rosullah mempersaudarakan Salman Al-Farisi (Muhajir) dengan Abu Darda (Ansor).
Persaudaraan keduannya sungguh mencerminkan persaudaraan yang sejati. Diceritakan dalam sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Tsabit bin Al-Bunani (generus Tab’in) dalam kitab Shofatu Sofwa kala itu Salman bermaksud ingin meminang seorang gadis Madinah dari suku Bani Laits dan meminta kepada Abu Darda untuk menemaninya untuk melamar gadis tersebut. Berangkatlah keduanya, hingga mereka sampai ke rumah gadis yang dimaksud. Sesampainya di sana Salman menunggu di luar sedangkan Abu Darda masuk ke dalam dan menjelaskan maksud kedatangan mereka berdua dengan menceritakan tentang Salman, keutamaan serta kelebihan yang Salman kemudian menyampaikan bahwa Salman berniat untuk meminang gadis tersebut. Ketika sang gadis itu di datangkan, keluarga dari gadis tersebut berkata “Sesungguhnya kami tidak menghendaki untuk menikahkan wanita ini pada Salman, namun kami menghendaki untuk menikahkan wanita tersebut padamu (Abu Darda).” Akhirnya merekapun menikahkan wanita tersebut dengan Abu Darda.
Abu Darda pun keluar untuk menemui Salman, dengan hati yang canggung dia berkata pada Salman “Sesungguhnya telah terjadi sesuatu, dan aku malu untuk menceritaknnya padamu.” “Apa yang terjadi?” desak Salman. Kemudian Abu Darda menceritakan cerita yang sesungguhnya terjadi. Dengan hati yang lapang (legowo) Salman pun berkata “Justru aku yang lebih berhak malu padamu jika aku tetap ingin melamar gadis tersebut, sebab sungguh Allah telah menqodarnya (untuk menjadi istri) untukmu.” (karena gadis tersebut itu lebih mencintaimu wahai Abu Darda, maka aku malu jika aku tetap ingin melamarnya).
Lampiran rujukan kisah dalam kitab Sifatu Sofwa
Subehanallah betapa agungnya kisah dua Sohabat Rosulullah yang mulia ini, demi menjaga keutuhan dan kerukunan persaudaraan Salman rela gadis pujaan hatinya dipinang oleh saudaranya. Justru seperti itulah sifat kesatria sejati, dia bahagia dan senang melihat pujaan hatinya bahagia dan senang walaupun itu bukan dengan dirinya. Inilah sifat nyedulur sedulur sinorowedi (bukan saudara kandung, bukan sanak keluarga, namun memliki hubungan persaudaraan yang lebih emosional ketimbang suadara kandung sendiri). Itulah sifat yang perlu dicontoh, memiliki hati yang nerimo, tidak ada persaan dengki, srei, unek-unek jelek karena pada hakikatnya seseorang itu dikatakan sempurnan imannya sehingga dia mencintai sudaranya sebgaimana dia mencintai dirinya sendiri. Dalam Sabda Rosulullah
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhori)
Sekian, semoga Allah memberikan manfaat dan barokah
Alhamdulillahi Jazza Kumullahu Khoiro
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bekasi, 9 Mei 2022
KataCakAkbar