اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Pendahuluan
Berbeda dengan konsep ekonomi konvensional yang hanya menekankan keuntungan individu yang berharap keuntungan pasti dan enggan berisiko lebih lanjut (risk sharing). Sebaliknya dalam sistem perekonomian yang adil, yang pada giliran ini menjadi asas wajib bagi prinsip ekonomi Islam dalam segala kegiatan ekonomi harus mengedepankan kerja sama yang adil. Hal tersebut berarti semua pihak yang bekerja sama turut berbagi secara proporsional sesuai kesepakatan dalam menikmatinya baik itu ketika mendapatkan hasil berupa keuntungan ataupun kerugian (profit loss-sharing).
Berbeda pula dengan penipuan ( money game ) yang dikemas dengan dalih kerja sama, investasi, atau sebaliknya sering mereka menjanjikan keuntungan berdasarkan modal dan kerap diming-imingi hasil yang menggiurkan dari prosentase jumlah modal yang diserahkan. Hal ini tidak dibenarkan dalam prinsip ekonomi Islam, di mana dalam prinsip ekonomi Islam pembagian hasil dibagi setelah kegiatan usaha menghasilkan suatu hasil, jika hasilnya untung maka keuntungan itulah yang dibagi dan bila hasilnya rugi maka kerugian itulah yang dibagi sesuai kesepakatn yang tidak melanggar syar’i
Bagi hasil dalam istilah bab ini lazim disebut dengan kerja sama dalam keseharian. Secara umum, prinsip bagi hasil dalam sistem ekonomi Islam dapat dikelompokan dalam empat yang utama,, yaitu musyarokah, Mudhorobah, Muzara’ah, dan Musaqoh. Walaupun Mudhorobah sering dikategorikan bagian tersendiri, namun secara esensi akad yang ada di dalamnya terintegrasi dengan prinsip Musyarokah.
Konsep
Untuk memahami prinsip bagi hasil dalam sistem ekonomi Islam dapat diperhatikan bagan berikut ini,
Yang perlu dipahami, kesepakatan-kesepakatan yang hendak dibuat dalam menjalankan setiap kerja sama ini harus tetap dalam koridor syar’i di mana tidak boleh membuat syarat yang menghalalkan sesuatu yang haram dalam syariat begitupula mengharamkan sesuatu yang halal dalam syariat.
Di antara syarat yang tidak dibenarkan dalam syariat seperti,
1. Memberatkan/merugikan salah satu pihak
2. Menjalankan usaha yang diharamkan Allah Rosul atau syubehat ( sesuatu yang belum jelas hukumnya)
3. Merugikan pihak eksternal dalam kontrak kerja sama seperti supplier, konsumen, lingkungan, dan lainnya.
4. Membuat klausul kontrak yang multi tafsir, ambigu, tidak bermakna yang sebenarnya yang bermaksud merugikan salah satu pihak.
Perhatikan sabda Rosulullah ﷺ berikut,
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
"Perdamaian diperbolehkan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan kaum muslimin boleh menentukan syarat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
HR. Tirmidzi
Bila dipahami sekilas hadist di atas hanya merujuk hubungan antara sesama kaum Muslim. Lantas bagaimana jika kaum Muslim melakukan kerja sama dengan kaum yang tidak Islam ( non - Muslim). Hal ini dapat dilihat dari berbagai tinjauan
Tinjauan Al-Quran
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِين
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
QS. Al-Mumtahanah : 8
Dalam pengertian secara umum, Allah membolehkan orang Iman untuk berlaku adil ( kerja sama yang adil juga termasuk dari bagian ini ) dengan orang - orang yang tidak beriman selagi mereka tidak memerangi keyakinan orang Iman.
Tinjauan Al-Hadist
Sebagaimana yang dirawayatkan sohabat Ibnu Abbas, bahwasanya Rosulullah ﷺ menyerahkan tanah Khoibar unruk dikelolal oleh kaum Yahudi lalu mereka diberikan bagian setengah dari hasil panen
أَعْطى خَيْبَرَ اليَهُودَ، على أَنْ يَعْمَلُوها ويَزْرَعُوها، ولَهُمْ شَطْرُ ما خَرَجَ منها.
Rosulullah memberikan tanah Khoibar untuk ( dikelola ) orang Yahudi, dengan syarat mereka menggarap dan menanaminya ( modal dan usaha dari mereka ), kemudian mereka diberikan separuh dari hasil panennya tanah Khoibar
HR. Bukhori
Dalam literatur fiqih juga dijelaskan bahwasanya ulama secara umum membolehkan kaum Muslimin bekerja sama dengan non-Muslim dengan catatan mereka harus mau bekerja sama dengan syarat-syarat yang sesuai Quran dan Hadist.
Penjelasan dan Penerapan
Mudhorobah
1. Pengertian Mudhorobah
Secara terjemahan bermakna memukul atau berjalan, Maksud dari memukul dan berjalan ialah proses seseorang memukulkan ( menggerakan ) kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, mudhorobah adalah akad kerja sama usaha bisnis ( profit oreinted ) antara dua pihak ( secara harfiah ) di mana pihak pertama sebagai pemilik modal yang menanggung modal secara menyuluruh ( 100% ) atau dalam istilah fiqih disebut sohibul maal dan pihak kedua menawarkan keahliannya dalam mengelola dana atau dalam istilah disebut mudharib. Karena disebut bagi hasil, maka segala hasil yang diperoleh dari kerja sama ini supaya ditentukan dalam kontrak sedari awal. Jika terjadi keuntungan maka keuntungan tersebut dibagi sesuai kesepakatan di awal, namun jika terjadi kerugian yang disebabkan murni kegiatan bisnis bukan dari pengelola dana maka pemilik dana lah yang menanggung kerugian modal sedangkan pengelola dana menanggung kerugian tidak mendapatkan hasil atas jerih payahnya.
1.1. Mudhorobah Mutqoyyadah & Mudhorobah Mutlaqoh
Mudhorobah muqoyyadah adalah jenis mudhorobah di mana pemilik dana secara absolut ( mutlak ) menentukan jenis kegiatan usaha apa yang hendak dijalankan, bagaimana prosesnya, dan aturan main kegiatan usaha tersebut sehingga pengelola dana hanya tinggal mengikuti petunjuk pelaksanaan dan teknis yang diberikan oleh pemilik dana ( sohibul mal ).
Sebaliknya pada mudhorobah muqoyyadah pengelola dana diberikan kebebasan dan kendali secara penuh yang cakupannya luas dan tidak terbatas pada spesifikasi kegiatan usaha tertentu.
2. Penerapan Mudhorobah
Setelah memahami pengertian mudhorobah secara singkat, selanjutnya bisa diperhatikan skema daripada mudhorobah sebagai berikut,
Penjelasan
Pemilik modal dan pengelola modal bekerja sama mengerjakan suatu kegiatan usaha, di mana pemilik modal menyerahkan dananya dan pengelola dana menjalankan dana/modal tersebut secara produktif, efektif, dan efisien dalam kegiatan usaha tertentu yang tetap dalam koridor syar’i.
Hasil dari kegiatan usaha tersebut akan menghasilkan dua kemungkinan yakni rugi atau untung. Jika terjadi keuntungan maka keuntungan tersebut dibagi sesuai kesepakatan dan sebagian dari keuntungan tersebut dikembalikan kepada pemodal selaku pemilik dana. Namun, jika terjadi kerugian maka kerugian tersebut dibebankan secara bersama dimana pemodal menanggung kerugian dananya tidak kembali sedangkan pengelola dana mengalami kerugian tidak mendapatkan hasil dari jerih payahnya. Selanjutnya jika kerugian tersebut terjadi akibat kelalaian pengelola dana seperti tidak cermat dan semberono dalam mengelola, maka pengelola dana berkewajiban mengganti modal tersebut atas dasar kesepakatan di awal.
Keuntungan yang didapat tadi selain dibagi secara proporsional kepada pemilik dan pengolal dana juga dapat diputar kembali sebagai laba ditahan untuk menambah luang lingkup kegiatan usaha, yang kemudian perputaran terjadi seterusnya hingga batas kontrak tertentu.
Demikian penjelasan tentang pengantar akad bagi hasil dan akad mudhorobah (penjelasan beserta implementasinya).
Semoga Allah memberikan manfaat dan barokah, Jazza Kumullahu Khoiro
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bekasi, 10 Mei 2020
KataCakAkbar