√ Mau Indonesia Maju? Harus Korupsi! - Cak Akbar

Mau Indonesia Maju? Harus Korupsi!

Daftar Isi [Tampil]

     


    Korupsi Sebagai Oli Pembangunan

    Sekitar tujuh tahun silam ada seorang pejabat negara yang membuat pernyataan fenomenal, dimana beliau mengatakan bahwa korupsi adalah oli dari pembangunan ekonomi (oiling the wheel). Menurutnya, dengan adanya korupsi, yang disebut sebagai dana non-budgeter, berperan dalam pembangunan ekonomi di era orde baru. DImana dengan adanya korupsi justru menjadikan pembangunan ekonomi menjadi mulus.

    Apa yang dikemukan pejabat tadi itu, dalam ilmu ekonomi politik disebut Grease the wheel hypothesis (GWH) menyatakan bahwa korupsi dapat berfungsi sebagai pelumas bagi perekonomian, dengan kata lain korupsi dapat berdampak positif terhadap perekonomian. Pendapat GWH bisa dianalogikan dalam upaya mendapatkan suatu izin pendirian perusahaan. Menurut pandangan beberapa ekonomi pada kondisi sistem kelembagaan yang tidak baik, pengurusan dan pemberian izin pendirian perusahaan akan membutuhkan waktu lama dan berbelit-belit, yang mana kondisi tersebut banyak ditemui di negara-negara berkembang.

    Maka untuk mengurangi waktu menunggu dalam mendapatkan izin perusahaan, seorang individu memberikan suap kepada pegawai publik agar mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan pemberian izin tersebut. Analogi ini kemudian memunculkan pendapat bahwa korupsi dapat berdampak positif terhadap perekonomian. Menurut beberapa ekonom korupsi dapat memfasilitasi masuknya perusahaan terhadap pasar dalam tingkat regulasi yang tinggi.

    Anomali Temuan Mauro 1995

    Dipenghujung abad ke-19 Ekonom Paulo Mauro menerbitkan sebuah penelitian yang bertajuk “Corruption and Growth” dalam penelitian di lebih dari 50 negara, Mauro menyimpulkan bawha secara empiris dampak daripada korupsi berhubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain alih-alih korupsi (dalam hal ini suap) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun dengan meningkatnya korupsi penetrasi investor ke dalam suatu negara menjadi terhambat dan justru menimbulkan biaya yang lebih besar.

    Namun, uniknya dari beberapa negara yang Mauro teliti dalam 25 tahun terakhir (1960-1985) negara seperti Thailand sekalipun tingkat korupsinya tinggi dan Kore Selatan yang struktur birokrasinya yang belum efisien justru memiliki pendapatan negara (GDP) yang lebih tinggi.


    Bahkan Indonesia kala itu, kendati kestabilan politiknya bagus namun karena merajalelanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) pertumbuhan ekonominya menjadi rendah.

    Kita ambil kasus Korea Selatan pada masa pemerintahan Park Chung Hee (1963-1979) di era kepemimpinannya korupsi yang ada di Korea sangat masih dan sistematis. Namun mengapa, justru, pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan bisa lebih tinggi? Kala itu Park, mengizinkan adanya korupsi dengan sangat selektif dalam mengundang investor asing masuk ke Korea Selatan dan mencocokan apakah visi misinya sejalan dengan rencana pembangunan Korea Selatan.

    Alasan selanjutnya, para ekonom beranggapan adanya praktik korupsi juga dapat membantu birokrat untuk mengambil keputusan yang tepat. Misal, keputusan untuk memberikan ijin usaha kepada perusahaan yang kompeten dapat dilihat dari seberapa banyak uang panas yang diberikan kepada birokrat tersebut. Karena, semakin banyak jumlahnya maka perusahaan itu serius ingin mengembangkan usahanya di negara tersebut. Dan perusahaan itu jelas lebih bertalenta dan punya resource yang banyak untuk melakukan penanaman modal asing. 

    Alasan lainnya, korupsi dapat menjadi batu loncatan bagi sebuah perusahaan untuk menghindar dari kebijakan pemerintah yang sekiranya merugikan bisnis. Misal, ada negara yang cocok untuk sebuah usaha karena Smber Daya Alamnnya melimpah, potensi konsumennya tinggi namun gaya pemimpinnya seorang diktator. Korupsi dapat membantu perusahaan ini untuk memuluskan jalannya usaha sekaligus memberikan kontribusi positif pada negara tersebut.

    Bagaimana Dengan Indonesia?

    Negara miskin dan berkembang cenderung mudah melakukan korupsi, bahkan sampai ada ungkapan dari Mauro “Selama birokrasi sulit, korupsi akan tetap terus mengakar” maka akan timbul pertanyaan “apakah korupsi itu sendiri merupakan hal yang benar atau sebuah pembenaran?”. Terdapat penelitian yang dilakukan dosen Uinversitas Indonesia, Ari Kuncoro, dan dosen Brown University, Vernon Henderson (2008) dengan  menggunakan data empiris. Dari 1.808 perusahaan yang telah disurvey oleh Kuncoro, mengungkapkan bahwa 1.333 perusahaan mengaku pernah membayar suap di tahun 2001 dalam upaya menurunkan pajak dan biaya lainnya atas pendirian perusahaan dan kelancaran usaha. Secara rata-rata mereka membayar suap sebesar 10,8% dari biaya produksi tahunan perusahaan. 

    Tingkat rata-rata suap yang dibayarkan adalah berkisar antara 10% sampai dengan 15%. Bahkan, ada perusahaan yang membayar suap lebih tinggi dari angka tersebut. Kenyataannya di Indonesia pembayaran suap yang ditujukan untuk memperlancar justru malah memperlambat kelancaran usaha atau pendirian perusahaan. Hal tersebut dikarenakan negosiasi yang dilakukan malah semakin lama dan memperbesar tingkat suap yang diminta oleh oknum pegawai publik.  Sehingga kesimpulan Ari Kuncoro adalah bahwa model GWH sangat tidak cocok bahkan tidak efektif di Indonesia.

    Solusi

    Maka, langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah memangkas birokrasi seefisien mungkin dan menghindari birokrasi yang hanya berpusat di pemerintah pusat saja. Sebagaimana penelitian oleh Mauro, terdapat negara yang masuk dalam kategori kedua (korupsi di birokrasinya rendah, tetapi kaku dan terlalu terpusat) akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang insignifikan. Contohnya, Bhutan. Menduduki ranking ke-24 di Corruption Perception Index. Tapi pertumbuhan ekonominya? Hanya 1,8 persen tahun ini. Kalah dengan Indonesia yang menduduki ranking 102 dan pertumbuhan PDB-nya mencapai 4,3 persen. Sebaliknya kalau persoalan birokrasi di tingkat daerah pengawasan dari pemerintah pusat menjadi tidak fokus. Maka, peran teknologi/digitalisasi diperlukan agar semua persoalan birokrasi yang ada di Indonesia terekam dan berjalan secara digital dimana semua berjalan secara transparansi dan akuntabel. Persoalan korupsi sebetulnya terjadi di balik meja, maksudnya terjadi di luar bentuk digtial. Maka ketika KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) barang bukti yang kerap ditemukan dalam bentuk tunah/cash hal itulah yang sulit dilacak.

    Memberantas sampai akar-akarnya merupakan porgram yang utopis, upaya terbaik adalah meminimalisirkan korupsi. Bahkan negara yang indek korupsinya rendah seperti Selandia Baru dan negara-negara Skandinavia saja masih ada korupsi walaupun jumlahnya sedikit. Percayalah, dengan adanya korupsi sutau negara kehilangan potensi optimalnya. Hal tersebut dikarenakan uang-uang rakyat guna memajukan kesejahteraan umum menjadi habis oleh oknum-oknum tamak.

    Sekian semoga ada manfaatnya

    Yogyakarta, 14 November 2022

    KataCakAkbar

    Virture is bold, and goodness never fearful-William Shakespare 

     

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami