√ Kiat-Kiat Sukses Mubaligh - Cak Akbar

Kiat-Kiat Sukses Mubaligh

Daftar Isi [Tampil]

     



    ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Memoar Kala Itu

    Menguak kembali memoar, tulisan dan ingatan sembilan tahun silam. Kala itu adalah masa penghujung kami menimba ilmu menjadi santri, dan saat itu ada pembekalan bagi kami santri yang telah selesai menyelesaikan pendidikan dan yang nantinya siap diterjunkan ke masyarakat mengabdi untuk umat.

    Masih segar dalam ingatan kami, kala itu adalah malam yang syahdu, angin berhembus sepoi dan temaram rembulan menyertai langkah kaki kami yang kala itu menuju aula pondok yang kurang lebih 300-an meter dari pondok kami.

    Sesampainya di sana, kami disambut oleh para pengurus MT (Mubaligh Tugasan) sembari menyodorkan selembar dalil-dalil lembaran yang bertajuk

    شخصيّة المبلّغ النّاجح

    Yang bila diterjemahkan bermakna “kiat-kiat/upaya menjadi mubaligh yang sukses”. Hati kami merasa tergugah dan merasa akan ada banyak hikmah yang akan dipetik malam itu.  Terlebih, teringat dengan salah satu nasehat Imam As-Asyafi’ie

    العِلمُ صَيدٌ والكِتابةُ قَيدُهُ    قَيِّدْ صيودكَ بالحِبالِ الواثِقَة

    فَمِن الحَماقَةِ أَنْ تَصيدَ غَزالَةً    وتَترُكها بَينَ الخَلائقِ طالِقةَ

    “Ilmu itu bagaikan binatang buruan, dan menuli adalah tali untuk mengikatnya. Maka ikatlah binatang buruanmu dengan tali yang kuat.

    “Adalah merupakan kebodohan jika engkau sudah mendapatkan  kijang sebagai binatang buruan kemudian engkau membiarkannya bebas lari diantara makhluq-makhluq lainnya.

    Sigap, kami mencatat apa yang menjadi keterangan tambahan guru kami dalam buku batik berwarna hijau cap gelatik kembar ini.

    Sebelum memulai menerangkan kiat-kiat tersebut, guru kami memulai dengan sebuah nasehat dari seorang Ulama terdahulu yang bernama Ibnu Al-Mubarok, beliau mengatakan

      لا يزال المرء عالما ما طلب العلم فإذا ظن أنه قد علم فقد جهل

    Seseorang tetap dikatakan berilmu selama dia masih terus  mempelajari ilmu, apabila dia menyangka bahwa dirinya telah berilmu maka sungguh dia telah bodoh

    Dari kutipan sebagai muqodimah tersebut, kami memahami bahwa hakikat pertama seseorang yang ingin sukses sebagai seorang mubaligh adalah haus akan ilmu, gemar mencari ilmu, senang mendengarkan ilmu. Bahkan sebagaimana nasehat para guru-guru kami, ada beberapa hal yang menjadikan seseorang bisa menjadi orang yang faham di antaranya “hobi mengaji”. Tentu dengan terus menambah ilmu, ibarat pedang, lambat laun kian terasah, kian tajam, dan semakin mantap dalam menyampaikan dalam memahami ilmunya.

    Beliau guru kami juga mengutip nasehat Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib tentang ilmu, beliau mengatakan

    العلم أفضل من المال لسبعة أوجه: العلم ميراث الأنبياء، والمال ميراث الفراعنة . العلم لا ينقص بالنفقة، والمال ينقص . المال يحتاج إلى الحافظ، والعلم يحفظ صاحبه إذا مات الرجل خلف ماله، والعلم يدخل معه قبره . المال يحصل للمؤمن والكافر، والعلم لا يحصل إلا للمؤمن . جميع الناس محتاجون إلى العالم في أمر دينهم، ولا يحتاجون إلى صاحب المال . العلم يقوي الرجل عند المرور على الصراط، والمال يمنعه منه .

    Ilmu itu lebih utama dibandingkan harta dikarenakan tujuh alasan,

    1. Ilmu itu adalah warisannya para Nabi sedangkan harta itu warisannya para Fir’aun.

    2. Ilmu tidak akan pernah habis dengan terus disedekahkan, sedangkan harta semakin dibelanjakan akan habis.

    3. Harta perlu upaya untuk menjaganya, sedangkan ilmu justru akan menjaga pemiliknya.

    4. Ilmu akan terus terbawa sampai kain kafan/mati sedangkan harta akan ditinggalkan.

    5. Harta dapat menjadikan seseorang menjadi iman atau kafir, sedangkan ilmu hanya menjadikan seseorang beriman.

    6. Pemilik ilmu aka didatangi ketika mereka hendak bernaung dengan perkara agama mereka, sedangkan pemilik harta tidak (orang yang datang kepadanya hanya karena motivasi dunia saja).

    7. Ilmu akan mempermudah pemiliknya melewati jalan (hisaban) sedangkan orang yang banyak harta justru (sebab hartanya) akan menghambatnya.

    Dan banyak hal lainnya beliau menjelaskan kisah bagaimana Sohabat dan para Ulama terdahulu begitu gigih dalam menimba ilmu.

    Puas, kami dibuat kenyang degan muqodimah beliau barulah beliau masuk pada babak materi.

    Kiat-Kiat Mubaligh yang Sukses

    التزوّد بالرّصد العلميّ

    (Berbekal dengan ilmu yang cukup)

    Kala memulai poin ini, beliau membacakan sebuah hadis yang mengkisahkan Sohabat Abu Huroiroh yang semasa mudanya gigih dalam menimba ilmu sampai-sampai beliau rela lapar, tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, bahkan rela tidak bekerja. Dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhori,

    إنَّكُمْ تَقُولونَ: إنَّ أبَا هُرَيْرَةَ يُكْثِرُ الحَدِيثَ عن رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، وتَقُولونَ: ما بَالُ المُهَاجِرِينَ والأنْصَارِ لا يُحَدِّثُونَ عن رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بمِثْلِ حَديثِ أبِي هُرَيْرَةَ؟! وإنَّ إخْوَتي مِنَ المُهَاجِرِينَ كانَ يَشْغَلُهُمْ صَفْقٌ بالأسْوَاقِ، وكُنْتُ ألْزَمُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ علَى مِلْءِ بَطْنِي، فأشْهَدُ إذَا غَابُوا، وأَحْفَظُ إذَا نَسُوا، وكانَ يَشْغَلُ إخْوَتي مِنَ الأنْصَارِ عَمَلُ أمْوَالِهِمْ، وكُنْتُ امْرَأً مِسْكِينًا مِن مَسَاكِينِ الصُّفَّةِ، أعِي حِينَ يَنْسَوْنَ

    Abu Hurairah berkata “Sesungguhnya kalian menyebarkan omongan ‘Kenapa bisa Abu Huroirah meriwayatkan begitu banyak hadis dari Rosulullah sedangkan orang-orang Muhajir dan Anshor lainnya tidak seperti dia (Abu Huroriroh)’. “Padahal (lanjut Abu Huroiroh) saudara-saudaraku dari Muhajir sama sibuk berjualan di pasar, sedangkan aku selalu bersama Rosulullah dalam sepenuh perutku, ketika merka tidak hadir (dalam majelis Rosulullah) dan aku menghafal (setiap sabda Rosulullah) ketika mereka semua melupakannya. Begitupula saudara kami dari Anshor sibuk mengurus kebun-kebun mereka, sedangkan aku hanyalah orang yang miskin dari orang miskinnya penghuni teras Masjid Nabawi. Aku selalu menghafal disaat mereka melupakannya.”

    Dalam kisah tersebut menunjukkan, Abu Huroiroh sangat tekun dan konsisten dalam mempelajari ilmu dari Nabi. Terbukti dengan bekal ilmu yang cukup dalam berguru kepada Rosulullah namanya tetap harum hingga hari ini sebagai Sohabat Rosulullah yang paling banyak meriwayatkan hadis.

    Kemudian, dikisahkan Sohabat Malik bin Huwairts beserta teman seperguruan yang mereka mondok/asrama bersama Nabi selama 20 hari. Bahkan saking lamanya mereka asrama, sampai mereka pun rindu pada keluarganya.

    عَنْ أَبِي سُلَيْمَانَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ...

    Dari Abi Sulaiman (rupane) Malik bin Huwairits berkata, “kami datang kepada nabi dengan beberapa pemuda lainnya yang umurnya sebaya dan kami menetap bersama nabi selama 20 malam. Dalam waktu yang lama itu, nabi menyangka kalau kami rindu pada keluarga kami sehingga kami diminta untuk menanyakan kabar keluarga yang kami tinggalkan. Selepas kami memberitahu kepada Nabi, justru Nabi bersikap lembut dan penyayang lalu Nabi bersabda ‘kembalilah pada keluarga kalian ajarkan dan perintah mereka’.
    HR. Bukhori

    Tidak hanya itu, beliau (guru kami) juga terus menekankan bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar. Bahkan para Sohabat Rosulullah saja baru belajar saat usia mereka sudah tua, sebagaimana penuturan Imam Bukhori

    وقد تعلم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم في كبر سنِّهم

    “dan sungguh para Sohabat Nabi sollawlalhu alaihi wa sallam belajar saat usia mereka sudah tua”

    Jika kita melihat sejarahnya saja, Rosulullah baru belajar atas wahyu dari Allah tatkala usia 40 tahun, begitupula Sohabat Rosulullah lainnya yang baru belajar Islam saat usia mereka senja.

    Jadi, poin pertama dari suksesnya seorang Mubaligh adalah dengan berbekal ilmu yang cukup. Darimana dapat berbekal ilmu yang cukup? Tentu dengan terus belajar dan belajar.

    التّحلّي بالسّموّ الاخلاقيّ

    (Berhias dengan akhlak yang baik)

    Tidak dapat dipungkiri bahwa menjadi Mubaligh sama dengan menjadi public figure dimana setiap tindak tanduknya akan menjadi tolok ukur umat pada umumnya. Maka, dengan menata niat karena Allah, sebagai seorang Mubaligh perlu dan harus berhias dengan akhlaq yang baik guna menjadi contoh yang baik/uswatun hasanah.

    Akhlaq yang baik di sini bisa diwujudkan dengan menjadi pribadi yang zuhud, wirai (hati-hati), gemar ibadah dan beramal solih, serta akhlak-akhlak terpuji lainnya. Simaklah firman Allah berikut ini,

    اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ 

    “Sesungguhnya paling takutnya hamba Allah kepada Allah adalah, hamba Allah yang berilmu”
    QS. Fatir:28

    Seorang Mubaligh yang seharusnya menjadi agen amar makruf justru mennjadi agen nahi mungkar.

    Kisah teladan Rosulullah lainnya diceritakan Sohabat Muawiyah bin Al-Hakam As-Sulamy tatkala solat berjamaah bersama Rosulullah dan Sohabat lainnya. Ketika solat ada seorang laki-laki yang bersin sontak aku menjawab “yarhamukallah” sontak Sohabat yang lain sama memandang padaku. Tak nyaman dibuatnya aku pun berkata “kalian kenapa sih?” dan Sohabat lainnya malah menepuk-nepuk tangan dan pahanya seakan-akan memberi isyarat padaku untuk diam.

    فلما صلى رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم بأبي وأمي ما ضربني ولا كهرني ولا سبني ثم قال إن هذه الصلاة لا يحل فيها شيء من كلام الناس هذا إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القرآن

    “Ketika solatnya Rosulullah usai, demi Allah Nabi tidak memukulku, membentak, dan memukul ku. Bahkan dengan lembut mengingatkan, ‘sesungguhnya solat itu tidak boleh berbicara dengan bahasa lain selain tasbih, takbir, dan bacaan Qur’an”
    HR. Muslim.

     

    الحماس والسّعي الدّاءم في تعليم العلم

    (Selalu bersemangat secara terus menerus dalam mengajarkan ilmu)

    Poin inilah yang menjadi pamungkas. Bahwa fungsi utama seorang Mubaligh ya menyampaikan, mengajarkan, menjelas-jelaskan sampai umat yang diberi pelajaran betul-betul jelas.

    Ingat, Rosulullah, para Sohabat, serta ulama soleh setelahnya mencotohkan bahwa predikat mubaligh adalah mengajarkan ilmunya sampai akhir hayat. Bahkan Rosulullah saja mengancam para Mubaligh yang tidak mau menyampaikan ilmunya. Beliau bersabda,

    مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمً فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ.

    Barangsiapa ditanya tentang sesuatu ilmu lalu ia menyembunyikannya maka ia akan diberi kekang pada hari kiamat dengan tali kekang dari neraka.
    HR. Tirmidzi

    Bahkan Sohabat Rosulullah saja mencontohkan, walaupun sakit menerpa kewajiban menyampaikan seorang Mubaligh tidak boleh berhenti,

     

    دَخَلَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ عَلَى مَعْقَلِ بْنِ يَسَارٍ وَهُوَ وَجِعٌ فَسَأَلَهُ فَقَالَ إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا لَمْ أَكُنْ حَدَّثْتُكَهُ

    "Ubaidullah bin Ziyad mengunjungi Sohabat Ma'qal bin Yasar yang sedang sakit, Ubaidullah kemudian meminta sebuah hadits, maka Ma'qil pun berkata, "Aku akan menyampaikan sebuah hadits yang belum pernah aku sampaikan kepadamu…. (Al-Hadist)

    Rosulullah pun juga seorang pengajar yang tulus dan santun. Bahkan di tengah-tengah beliau berkhotbah ada Sohabat yang datang hendak meminta ilmu, Rosulullah dengan sigap turun dan memberikan dia ilmu. Simak hadis di bawah ini,

    قَالَ أَبُو رِفَاعَةَ انْتَهَيْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ غَرِيبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِينِهِ لَا يَدْرِي مَا دِينُهُ قَالَ فَأَقْبَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَيَّ فَأُتِيَ بِكُرْسِيٍّ حَسِبْتُ قَوَائِمَهُ حَدِيدًا قَالَ فَقَعَدَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ اللَّهُ ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آخِرَهَا

    Berkatalah Abu Rifa’ah: “Aku sampai kepada Rosulullah yang sedang berkhotbah dan aku berkata padanya” ‘ya Rosulullah saya ini orang awam yang datang padamu tentang agama yang aku tidak tahu’. Kemudian Nabi turun menghadap kepadaku dan meninggalkan khotbahnya dengan duduk di atas kursi yang kaki-kakinya kursi terbuat dari besi. Kemudian Nabi duduk di kursi tersebut dan memberikan pelajarannya padaku dari ilmu yang Allah berikan kepadanya. Sesudah itu Nabi kembali berkhotbah dan menyelesaikan khotbahnya”.

    HR. Muslim 

    Penutup

    Pada akhir dari memoar tulisan ini, kiranya kami hendak melugaskan bahwa Mubaligh sejati ialah mereka yang terus menyampaikan Qur’an Hadist sampai akhir hayatnya. Tidak ada kata pensiun bagi seorang Mubaligh kecuali ajal. Mubaligh yang sukses bukanlah Mubaligh yang sukses secara duniawi namun meninggalkan ukhrowinya (meninggalkan aktivitas Mubalighnya). Mubaligh yang sukses, ialah mereka yang selalu belajar/mengaji serta mengajarkan ilmunya sampai akhir hayatnya.

    Demikian, semoga ada manfaatnya

    Alhamdulillah, Jazza Kumullahu Khoiro


    ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Yogyakarta, 31 Januari 2023

    #KataCakAkbar

     ولا تموتنّ إلّا وأنتم كاتبون

    “Jangan sekali-kali kamu mati sebelum kamu berkarya” 

     

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami