السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kewajiban Berbuat Baik Kepada Istri
Dengan menjadi seorang suami, secara langsung seorang laki-laki menjadi seorang pemimpin bagi istri dan keluarganya. Tentu dalam mengemban sebagai seorang suami terdapat kewajiban-kewajiban yang harus diemban sebelum menuntut haknya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sifat
l Arif/bijaksana
l Penyabar
l Tegas dalam bertindak
l Lembut dalam bersikap
l Selalu bertanggung jawab terhadap yang dipimpin
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya”
QS. Annur:34
Terlebih semua amanah yang kita emban (termasuk menjadi suami) kelak akan diminta pertanggung jawabannya di sisi Allah kelak. Sebagaimana sabda Rosulullah sollawlau alaihi wasallam
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“dan seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin/peramut pada anggota keluarganya dan dia kelak akan ditanya (diminta pertanggung jawabannya) tentang mereka”
HR. Bukhori
Dengan demikian peran seorang suami yang matang secara kedewasaaan, baik emosional dan intelektual menjadi sentral dalam menjaga keutuhan bahtera rumah tangga seumur hidup. Itulah sebabnya Kholifah Umar bin Khotab pernah berpesan agar para laki-laki supaya membekali diri dengan kefahaman (terutama kefahaman agama) sebelum dijadikan pemimpin.
تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
“Fahamkanlah diri kalian sebelum kalian dijadikan pemimpin”
Riwayat Imam Bukhori
Di antara hal yang harus difahami seorang suami adalah, mempergauli istri secara baik adala perintah Allah seagaimana yang telah di firmankan dalam kitab-NYA
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
“Dan pergauilah mereka (istri) dengan cara yang baik. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padany”
QS. Annisa:19
Ihwal ayat tersebut, Rosulullah juga memperkuat dalam sabdanya
خيارُكم خيارُكم لنسائِه
“Paling baiknya kalian (suami) adalah dia yang paling baiknya kalian terhadap istrinya”
HR. Tirmidzi
Sabar Terhadap Istri
Jika kembali kita ulas dalam surat Annisa ayat 19 di atas, Allah subhanahu wa ta’ala sudah memberikan para suami petunjuk bahwa bilama istri terkadang tidak sesuai espektasi suami, suami harus tetap positif thinking atau husnudhon billah kalau masih ada kebaikan lainnya dari seorang istri. Rosulullah dalamsabdanya juga memperkuat
لا يفرَك مؤمنٌ مؤمنةً إن سخِطَ منْها خُلقًا رضِيَ منْها آخرَ.
“Janganlah kalian orang iman laki-laki (suami) membenci pada (kekurangan) wanita iman (istri), jika dia membenci darinya (kekurangannya) bisa saja dia senang denganya (perempuan) dari hal yang lain.
Dari uraian ayat dan hadist di atas, beberapa ulama salaf temasyhur turut memberikan penjelasan (syarah) dari hadist di ats
Imam An-Nawawi berkata:
“maksud yang benar dari hadist ini adalah larangan untuk mecari-cari seseuatu yang dia (suami) benci darinya (istri). hal itu dikarenakan jika dia menjumpai sesuatu yang dibenci darinya istri dia masih dapat mencari bagian lain dari istri yang dia senangi. Seperti dia baik agamanya, atau cantik wajahnya, atau seorang pemaaf, atau senang berbelas kasih, atau yang semisalnya.
Imam Qurtubhi berkata:
“adapun makna (dari hadist di atas): bahwasanya mereka suami janganlah membenci dengan benci yang sangat padanya istri (atas kekurangannya) karena hal itu tidaklah pantas. Bahkan, ampunilah keburukan mereka dengan (mencari) kebaikannya serta janganlah dia pedulikan dari apa yang dia benci (dari keburukan istri) (dan carilah) apa yang dia senangi darinya”
Itulah di awal tulisan ini kami menitik beratkan pentingnya kematangan dan kedewasaan seorang suami dalam mengemban tanggung jawab seabagai seorang istri. Kendati perceraian/talak adala halal dalam syariat, namun bilamana itu tidak ditempuh dengan cara yang syar’i akan menjadika dosa bagi seorang suami. Ada sebuah riwayat (walaupun kedudukan sanadnya lemah namun dapat kita ambil sebagai motivasi) Rosulullah bersabda,
ما زال جبريلُ يُوصِيني بالنِّساءِ، حتّى ظنَنْتُ أنّه سيُحرِّمُ طلاقَهنَّ
“Jibril terus menerus/sering berwasiat tentang wanita (agar mempergauli dengan baik) pada ku, sampai-sampai aku menyangka bahwa Jibril akan mengharamkan aku mencerai mereka”
HR. Ibnu Abi Dunya
Itu sebabnya masalah perceraian pun Rosulullah melarang keras dari seorang suami yang dengan mudahnya mejatuhkan talaq tanpa alasan syar’i. Ingat! Pernikahan adalah janji suci, sunnahnya para nabi, dan mendatangkan riddho ilahi. Wanita bukanlah sekedar objek/benda semata yang tidak memiliki perasaan, melainkan wanita adalah subjek, seorang insan yang memiliki akal budi, rasa, dan ciptanya. Perhatikan sabda Rosulullah berikut ini,
لا تُطلِّقوا النِّساءَ إلّا مِن رِيبةٍ فإنّ اللهَ لا يُحِبُّ الذَّوّاقِينَ ولا الذَّوّاقاتِ
“Janganlah kalian (suami) mencerikan wanita hanya karena keraguan (tanpa alasan yang jelas/syar’i). Sesungguhnya Allah tidak senang kepada laki-laki dan perempuan yang tukang icip-icip (hanya menjadikan pernikahan sebagai permainan)”
HR. Tobroni
Kisah Teladan Para Nabi & Ulama Sabar Terhadap Istrinya
Sebagai bentuk Iman kepada Allah dan Rosulnya adalah termasuk meneladani contoh-contoh baik dalam kehidupan Rosulullah, sebagaimana firman-NYA
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
QS. Al-Ahzab:21
Maka, dalam tulisan ini kami mengulas sebauh kitab yang berjudul
Sebuah kitab/buku karya Yusuf Abjik yang jika diterjemahkan menjadi “beberapa lembaran kisah para Nabi, Ulama, Wali, dan Hukam tentang kesabaran mereka terhadap istri serta berbuat aris/bijaksana terhadap mereka”
Dalam ulasan ini tidak semua kami sertakan namun hanya kami nukil kisah beberapa kisah Nabi dan Ulama (Sohabat Rosulullah)
Nabi Nuh dan Nabi Luth alaihimassalam
Di kisahkan dalam Al-Qur’an
ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَاَتَ نُوْحٍ وَّامْرَاَتَ لُوْطٍۗ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتٰهُمَا
“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya”
QS. At-Tahrim:10
Beberapa mufasirin Qur’an seperti Imam As-Suyuthi dalam kitab Darul Mantsur mengatakan dari sumber Sohabat Ibnu Abbas
“yang dimaksud mereka istri berkhianat adalah: adapun istrinya Nabi Nuh dia mengatakan kepada manusia bahwasanya Nuh itu gila. Sedangkan khianatnya istrinya Nabi Luth adalah dia memberitahu kepada kaumnya (yang gay) bahwasanya ada tamu-tamu laki-laki tampan yang datang ke desa mereka”
Nabi Zakariya alaihissalam
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an pada nukilan ayat
وَاَصْلَحْنَا لَهٗ زَوْجَهٗۗ
“kemudian kami Allah membagusi pada Nabi Zakariya dengan istrinya”
QS. Al-Anbiya:90
Masih dalam tafsiran Imam As-Suyuthi (kitab darul mantsur), beliau menuturkan Nabi Zakariya dan istrinya lama sekali tidak dikaruniai anak sampai-sampai istrinya tidak sabar dan mencela suaminya dengan sebutan “orang yang cabul” dikarenakan prasangka istrinya Nabi Zakaria bermain dengan wanita lain, akhirnya Allah membagusi kembali (akhlaq) istrinya
Nabi Muhammad Sollawlahu alaihi wasallam
Khusus beliau sollawlahu alaihi wasallam akan ada bagian khusus tentang sikap sabar dan sayangnya beliau kepada istri-istrinya. Pada bagian ini, tanpa mendeskriditkan para ummul mukminin, beliau pernah disakiti oleh kekeliriun istrinya tatkala Aisyah dan Hafsoh rodiyallahuanhuma bersekongkol karena kecemburuannya membuat agar Nabi Muhammad mengharamkan memakan madu tolok (madu yang belum dibersihkan) dan menjimak budaknya (Maryam) padahal keduanya itu hal yang halal. Sampai-sampai Allah menurunkan ayat
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
QS. At-Tahrim:1
Kisah Umar Bin Khatab
Dikisahkan dalam kitab “tanbih al-ghofilin” karya Abu Laits As-Samarkandi diceritakan suatu ketika ada seorang laki-laki datang kepada Umar bin Khotob (Amirul Mukminin kala itu) hendak melaporkan istrinya yang suka marah-marah kepadanya. Ketika dia sampai di depan rumah Umar, dia mendengar istrinya (yang bernama Ummu Kultsum) sedang memarahinya, lalu Umar berkata padanya “sesungguhnya saya datang ke sini untuk melaporkan kelakuan istriku padamu, namun nampaknya engkau juga mengalami musibah (dimarahi istri) seperti musibahku” lalu Umar memanggil orang tersebut dan berkata “apa yang hendak kamu tanyakan?” dia berkata “saya datang ke sini hendak melaporkan istri saya (yang suka marah-marah) namun setelah mendengar istri engkau (engkau dimarahi juga) maka saya hendak pamit (tidak jadi bertanya)” lalu Umar pun menjelaskan (mengapa dia hanya diam saja saat istrinya marah-marah) “Sesungguhnya aku membiarkanya (memarahiku) lantaran dia telah memenuhi hak-hakku. Pertama, dia menjadi penghalangku dari api neraka maka hatiku menjadi aman dari yang haram-haram (tidak berzina). Kedua, dia adalah harta simpananku/hal yang berharga ketika aku keluar dari tempatku, karena dia menjaga harta-hartaku. Ketiga, dialah yang mengurus dan mencuci bajuku. Keempat, dialah yang mengurus anak-anakku. Kelima, dialah yang memasak masakan untukku.” lalu laki-laki tadi berkata “sesungguhnya yang engkau alami (perbuatan baik istrimu) sebagaimana yang aku alami, dan engkau membiarkan dia (memarahimu) maka aku juga akan membiarkannya”
Tentu, jika kita lihat alur ceritanya dari kisah para Nabi sampai dengan Umar bin Khotob, sekalipun istri mereka menyakiti suaminya apakah terdengar cerita mereka mencerainya? Tidak, justru mereka tetap sabar menghadapi istrinya. Sebuah teladan yang patut dicontoh
Cara Sabar dan Cinta Rosulullah Muhammad Solollawalhu alaihi wasallam Kepada Istrinya
`Jika kita mengkaji kitab-kitab hadist, kutubusittah, dalam kitab riwayat hadis Sunan An-Nasai ada sebuah judul tersendiri yang berjudul “catatan/kitab tentang bergaul dengan baik pada wanita/istri”. Jauh sebelum Gary Chapman memperkenalkan teori “5 love languages” Rosulullah telah lebih dahulu memberikan contoh bagimana sikap kesabaran, kasih sayang, dan cintanya kepada istri-istri beliau.
Words of Affirmation
Dijelaskan, Kata-kata penegasan adalah tentang mengungkapkan kasih sayang melalui kata-kata yang diucapkan, pujian, atau apresiasi. Ketika ini menjadi bahasa kasih dari seseorang, mereka akan menikmati kata-kata dan dorongan yang baik serta kutipan yang membangkitkan semangat, catatan cinta, dan pesan teks yang lucu. Anda dapat membuat hari orang ini menyenangkan dengan memuji mereka atau mengapresiasi apa yang mereka lakukan dengan baik.
Rosulullah sendiri memberikan perhatian kepada istri-istrinya sampai-sampai beliau hafal betul kebiasaan istrinya. Simaklah sebagaimana hadis di bawah ini yang dirwayatkan Aisyah
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قَالَتْ فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ فَقَالَ أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِينَ لَا وَرَبِّ مُحَمَّدٍ وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قُلْتِ لَا وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ قَالَتْ قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَهْجُرُ إِلَّا اسْمَكَ
Dari Aisyah ia berkata; Rasulullah pernah bersabda kepadaku, “Sesungguhnya aku benar-benar tahu saat kamu senang padaku dan saat kamu marah padaku.” Aisyah berkata; Aku bertanya, “Dari mana Engkau mengetahui hal itu?” maka Nabi pun menjawab, “Jika kamu senang padaku maka kamu berkata, ‘Demi Tuhan Muhammad.’ Namun bila kamu sedang marah padaku, maka kamu berkata, ‘Tidak. Demi Tuhan Ibrahim.'” Aku pun berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak menyebut namamu (saat marah).”
HR. Bukhori
Bahkan Rosslullah saja memanggil Aisyah istrinya dengan sebutan "Ya Humairo" yang berarti dia yang merona pipinya
Quality Time
Cinta dan kasih sayang yang diungkapkan untuk seseorang dengan bahasa kasih ini bisa dengan memberi perhatian penuh. Orang tersebut merasa dicintai jika Anda hadir dan fokus pada mereka.
Terdapat beberapa kisah Rosulullah menikmati waktu yang berkualitas bersam istri-istrinya,
Menderes hafalan Qur’an di pangkuan istrinya
Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa ia berkata:
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَتَّكِئُ فِى حَجْرِى وَأَنَا حَائِضٌ ، ثُمَّ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
Sesungguhnya Nabi Muhammad –salallahualaihi wasallam- bersandar di pangkuanku sementara aku sedang haid. Beliau lalu membaca Al-Qur’an
HR. Bukhori
Balapan lari dengan istrinya
أنّها كانت معَ رسولِ اللهِ ﷺ فى سفرٍ فسابقتُهُ فسبقتُهُ على رجلي فلمّا حملتُ اللَّحمَ سابقتُهُ فسبقَنى فقالَ هذهِ بتلكَ السَّبقةِ
“Sesungguhnya aku (Aisyah) bersama Rosulullah dalam bepergian, kemudian Nabi mengajak lomba lari, dan aku menang dari Nabi. Nanun, ketika aku bertambah gemuk Nabi mengajak lomba lari lagi dan Nabi menang lalu Nabi mengatakan “inilah kemenanganku dari kekalaha sebelumnya”
HR. Abu Daud
Physical Touch
Orang yang memiliki bahasa kasih berupa sentuhan fisik akan merasa dicintai melalui kasih sayang fisik. Mereka juga bisa merasa dicintai ketika pasangannya memegang tangannya, menyentuh lengan mereka,
Ada kisah, tatkala rombongan orang-orang Habasy sedang melakukan atraksi di Masjid Rosulullah mengajak Aisyh untuk menyaksikan pertunjukkan tersebut seraya menggendong Aisyah di pundaknya Nabi
دخَل الحَبَشةُ المسجِدَ يلعَبونَ فقال لي: يا حُمَيراءُ، أتُحِبِّينَ أنْ تنظُري إليهم؟ فقُلْتُ: نَعمْ، فقام بالبابِ، وجِئتُهُ فوضَعْتُ ذَقَني على عاتِقِهِ، وأسنَدْتُ وجهي إلى خدِّهِ
“Suatu saat masuklh orang-orang Habsy ke dalam masjid untuk melakukan atraksi, lalu Nabi bersabda padaku “Wahai yang merona pipinya, maukah kamu ikut melihat mereka?” aku pun mejawab “iya”, kemudian kami berdiri di depan pintu (Nabi menggendongku di belakang) kemudian aku meletakan daguku di pundak Nabi, dan pipi ku di pipinya Nabi”
HR. An-Nasa’i
Juga diceritakan saat Nabi dan Aisyah minum bersama di satu wadah gelas, saat Aisyah minum kemudia Nabi juga minum di posisi bekas bibir nya Aisyah di gelas tersebut,
كانَ رسولُ اللهِ يَضعُ فاهُ، على الموضعِ الَّذي أشرَبُ منهُ فيَشربُ مِن فضلِ سؤري، وأَنا حائضٌ
“Telah ada Rosulullah meletakan mulutnya di bekas gelas yang aku minum di dalamnya, sedangkan aku keadaan haid”
HR. An-Nasa’i
Gift Gifting
Pemberian hadiah adalah simbol cinta dan kasih sayang untuk seseorang dengan bahasa kasih yang satu ini. Mereka bukan hanya menghargai hadiah itu sendiri, tetapi juga waktu dan usaha yang diberikan oleh si pemberi hadiah.
Dengan kata lain, ketika Anda meluangkan waktu untuk memilihkan hadiah khusus untuk mereka, tindakan ini memberi tahu mereka bahwa Anda benar-benar mengenal mereka. Orang-orang dengan bahasa kasih ini sering kali dapat mengingat setiap hadiah kecil yang mereka terima dari orang yang mereka cintai, karena hal tersebut memberikan dampak yang besar bagi mereka. Yang perlu diperhatikan, orang yang menerima hadiah sebagai bahasa kasihnya tidak selalu mengharapkan hadiah yang besar atau mahal, namun lebih pada apa yang ada di balik pemberian tersebut.
Memang secara eksplisit, kami belum menemukan Nabi memberikan pemberian kepada Istrinya selain maskawin. Namun, dalam sabdanya Rosulullah sendiri menekankan hendaknya saling memberi hadiah agar munculnya rasa cinta
تَهَادُوا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai“.
HR. Bukhori
Act of Service
Untuk tindakan pelayanan, seseorang merasa dicintai dan dihargai ketika pasangannya melakukan hal-hal baik untuknya, seperti membantu mencuci piring, mengerjakan pekerjaan rumah, atau melakukan sesuatu tanpa diminta. Mereka suka ketika seseorang melakukan hal-hal kecil untuk mereka atau pun melakukan tindakan pelayanan ini pada orang lain.
Bahkan Rosulullah yang dikenal lelaki berwibawa, Jendral pasukan perang, Pemimpin seluruh umat Islam dalam hal domestik seperti membantu pekerjaan rumah, Rosulullah turut andil membantu. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya (jika tidak dalam kesibukan yang lain), dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat”
HR. Bukhori
Penutup
Kiranya, demikian ulasan saya tentang kitab bagaimana para Nabi dan Ulama terdahulu sabar menghadapi istrinya serta bahasa cinta Rosulullah kepada istri-istrinya yang sudah sepatutnya sebagi laki-laki/suami dapat meniru apa yang Rosulullah dan orang-orang solih terdahulu ajarkan. Adapun kisah sabarnya Rosulullah dengan istri-istrinya insya Allah kita lanjutkan di kesempatan yang akan datang.
Sekian, semoga Allah paring manfaat dan barokah
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Yogyakarta, 30 Oktober 2022
KataCakAkbar
النجوم في السماء كثيرة جدا ولكن الشمس واحد فقط،
النسا في الدنيا كثيرة جدا ولكن في القلب أنت ففط
“Begitu banyak bintang di langit, namun hanya ada satu matahari. Begitupula ada begitu banyak wanita di dunia ini namun hanya engkau yang di hati”