Selayang Pandang
Pada
kesempatan kali ini Cak Akbar akan berbagi tentang salah satu transaksi
keuangan era kontemporer yang tengah marak di tengah-tengah masyarakat yakni tentang
jual beli secara lelang. Secara sederhana Lelang adalah proses membeli dan
menjual barang atau jasa dengan cara menawarkan kepada penawar, menawarkan
tawaran harga lebih tinggi, dan kemudian menjual barang kepada penawar harga
tertinggi. Dengan kata lain siapa yang menawar dengan harga tertinggi lah yang
berhak meminang barang tersebut.
Dalam
terminologi ekonomi Islam, praktik seperti itu dinamakan jual beli “tambahan”
atau Bay` muzayadah. Kerap jadi persoalan seakan-akan kata muzayadah
ini seperti “tambahan” dalam artian riba. Selain itu, prosesi jual belinya yang
beradu tawar-menawar ini seakan-akan nyalahi dalil
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- قَالَ « لاَ يَسُمِ الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ »
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang muslim menawar barang yang
ditawar oleh muslim yang lain. (HR Muslim)
Tentu dalam menjustifikasi suatu
transaksi keuangan dihukumi haram/halal perlu diadakan kajian yang
komprehensif, sehingga produk kesimpulan yang dihasilkan berupa kesimpulan yang
pasti/ qot’I bukan hanya persangkaan atau awang-awang/ Dzonni.
Jual Beli Lelang
Dalam studi beberapa literatur,
beberapa Ulama yang menganggap jual beli lelang ini dianggap makruh
(semi-haram) berasaskan dalil,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- قَالَ « لاَ يَسُمِ الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ »
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang muslim menawar barang yang
ditawar oleh muslim yang lain. (HR Muslim)
Lazim diketahui, bahwa prosesi jual
beli lelang ini dilakukan dengan tawar menawar penawaran (biding) sampai
waktu tertetntu hingga ditemukan penawar dengan penawaran harga tetinggi. Jika
mengacu hadist di atas, menjadi alasan dilarangnya jual beli lelalng kuranglah
tepat, sebab hadis di atas tersebut hanya digunakan dalam kondisi pasar yang
normal, dimana prosesi jual beli bukan dalam keadaan lelang. Argumentasi saya,
adalah dengan adanya hadis lain yang melarang seseorang
melamar/mengkhitbah/meminang Wanita yang sudah dilamar oleh laki-laki
sebelumnyam sampai ada keputusan Wanita tersebut bersedia menerima lamaran atau
menolaknya.
نَهَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ
بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ
قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ
“Nabi
Muhammad ﷺ telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli
saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga
peminang sebelumnya meninggalkannya, atau ia telah diijinkan peminang
sebelumnya.” (HR Bukhori)
Tentu tidak mungkin, Wanita tadi
sebagai objek lelang bukan? Melainkan prosesi menawar dan meminang tadi dalam
kondisi normal. Hikmah dilarangnya menimpali penawaran/lamran orang lain karena
hal tersebut jelas menciderai persahabatan dan kehormatan atas Muslim yang
lain. Sebagaimana hadis di bawah ini,
عن
جابر رضي الله عنه في سياق حجة النبي صلى الله عليه وسلم قال : « حَتَّى إِذَا زَاغَتِ
الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ، فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِي فَخَطَبَ
النَّاسَ وَقَالَ: إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ، كَحُرْمَةِ
يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا… » الحديث . رواه مسلم
.
Dari
Jabi radhiallahu’anhu di tengah haji bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
“… sehingga saat matahari tergelincir, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan agar unta Al-Qashwa’ dipersiapkan. Ia pun dipasangi pelana. Lalu
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tengah lembah dan berkhutbah:
‘Sesungguhnya darah dan harta kalian, haram bagi sesama kalian. Sebagaimana
haramnya hari ini (Bulan Harom), haramnya bulan ini di negeri kalian ini (Tanah
Harom)…‘“
(HR.
Muslim)
Lelang di Zaman Rosulullah
Jika ditanya, “adakah praktik jual
beli lelang di zaman Rosulullah?” jawabnya “ada”. Setidaknya, kejadian tersebut
dijelaskan secara eksplisit dalam hadis di bawah ini,
أنَّ
رجلًا من الأنصارِ أتى النَّبيَّ ﷺ فسأله فقال أما في بيتِك شيءٌ قال بلى حِلسٌ نلبَسُ
بعضَه ونبسُطُ بعضَه وقِعبٌ نشربُ فيه الماءَ قال ائْتِني بهما فأتاه بهما فأخذهما
رسولُ اللهِ ﷺ بيدِه وقال من يشتري هذَيْن قال رجلٌ أنا آخُذُهما بدرهمٍ قال رسولُ
اللهِ ﷺ من يزيدُ على درهمٍ مرَّتَيْن أو ثلاثًا قال رجلٌ أنا آخُذُهما بدرهمَيْن فأعطاهما
إيّاه فأخذ الدِّرهمَيْن فأعطاهما الأنصاريَّ
bahwa
ada seorang lelaki Anshar yang datang menemui Nabi ﷺ dan dia meminta sesuatu
kepada Nabi saw. Nabi saw bertanya kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada
sesuatu?” Lelaki itu menjawab,”Ada. sepotong kain, yang satu dikenakan dan yang
lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Nabi ﷺ berkata,”Kalau
begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi ﷺ
bertanya, ”Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat beliau
menjawab,”Saya mau membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi ﷺ bertanya
lagi,”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?” Nabi saw menawarkannya
hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata,”Aku
mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka Nabi ﷺ memberikan dua barang itu
kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada
lelaki Anshar tersebut.
HR.
Tirmidzi
Dalam
hadis tersebut, menceritakan kisah Rosulullah menjualkan barang milik lelaki
Ansor (penduduk asli Madinah) secara lelang, dimana semula ada yang menawar
barang tersebut seharga satu dirham, lalu Rosulullah membuka penawaran lagi
hingga pada akhirnya sepakat di harga dua dirham. Setidaknya kasus tersebut
menjadi bukti valid, bahwa di zaman Rosulullah pernah terjadi jual beli barang
secara lelang.
Syarat Sah Objek Lelang
Pada sub bab ini, fokus yang akan saya
jelaskan adalah objek barang lelang yang diperbolehkan seperti apa? Sebab titik
berat dari transaksi lelang ini adalah objek barang lelang itu sendiri. Berikut
syarat-syaratnya
·
Memberi manfaat menurut syara‟
Tidak boleh menjual
sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau lebih tepatnya tidak bernilai secara
ekonomis. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti
menyia-nyiakan (memboroskan) harta.
·
Barang itu dapat diserahkan
Tidak sah menjual suatu
barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan didalam
laut, barang rampasan yang masih ada ditangan yang merampasnya, sebab transaksi
seperti itu kategori dalam transaksi Ghoror (jual beli barang fiktif).
·
Barang tersebut kepunyaan si penjual,
kepunyaan diwakili (missal itu barang sitaan/lelang paksa/atau jaminan fidusia)
atau yang mengusahakan.
·
Barang tersebut dapat diketahui oleh si
penjual dan si pembeli, zat, bentuk, kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya jelas
sehingga antarakeduanya tidak terjadi kecoh mengecoh.
Istilah lainnya adalah window
dressing alias hanya dilihatkan gambar atau tampilan yang sekilas menarik
pandangan namun ternyata aslinya barang tersebut buruk.
·
Objek lelang bukan barang ribawi
Misal lelang emas dan
perak, jelas hal tersebut tidak dibolehkan sebab emas dan perak adalah barang
ribawi yang dalam tukar menukarnya harus dengan yadan bi yadin alias
kontan dengan kontan. Jelas pertukaran barang ribawai dengan cara lelang akan
terjadi riba fadl.
Lelang di Indonesia
Pada sub bab
terakhir ini, Cak Akbar akan menjelaskan bagaiama prosesi lelang yang ada di
Indonesia. Dalam ruang lingkup terbatas, Cak Akbar hanya akan menjelaskan
mekanisme lelang yang diselenggarakan oleh kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) yang merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN). Sederhananya, prosesi lelang di Indonesia sama seperti konsep
lelang yang umum dilakukan dimana suatu barang akan ditawarkan kepada pasar,
dan pasar (masyarakat/instansi) akan berlomba-lomba memberikan penawaran
terbaik untuk mendapatkan barang tersebut. Mekanisme yang lazim ditawarkan ada
penawaran terbuka (open biding) dan penawaran terututp (Close biding).
Pada penawaran tertutup, masing-masing dari peserta lelang tidak mengetahui
penawaran peserta lelang lainnya sedangkan pada penawaran terbuka masing-masing
peserta lelang mengetahui penawaran masing-masing peserta. Secara umum, prosesi
waktu lelang mulai dari 3 jam sampai beberapa hari tergantung besaran nilai
dari asset tersebut. Dan dalam mekanisme lelang dilarang adanya sindikat,
perkongsian, atau koalisi untuk memainkan harga. Sebab jika terjadi perkongsian
yang mengakibatkan menggelembungnya harga maka hukumnya haram karena hal
tersebut dinamakan jual beli An-Najasy (persekongkolan agar suatu barang
terlihat mahal karena banyak yang menawar, padahal pihak penawar tersebut hanya
bagian dari persekongkolan tersebut).
Selain itu dalam prosesi lelang, ada
limit atas dan limit bawah, maksudnya barang yang akan dilelang tidak akan
melebihi harga pasarnya dan tidak akan lebih rendah dari nilai likuidasinya
(sikahkan cek Pasal 51 PMK 213/2020). Tentunya, peserta lelang sama-sama
memiliki informasi pasar atas barang yang akan di lelang tersebut (Symetric
Information) sehingga tentu, mereka tidak melakukan penawaran (biding)
melebihi harga pasarnya, karena hal tersebut jelas akan merugikan.
Sekian,
semoga Allah paring manfaat dan barokah
Yogyakarta,
24 April 2024
KataCakAkbar