PENDAHULUAN
Sebagai Muslim yang baik
tentu kita mengimani dan melaksanakan bahwasanya apa yang menjadi perintah
Allah dan Rosulnya kita taati dan kita kerjakan semampu kita. Sebagaimana
Firman Allah dan Sabda Nabi-NYA ﷺ
فَاتَّقُوا
اللَّـهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertakwalah
kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”
(QS. At-Taghabun: 16)
ما
نهيتكم عنه فاجتنبوه، وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم.
“Apa
yang aku larang untukmu, maka jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan untukmu,
maka kerjakanlah menurut kesanggupanmu (sak pol kemampuan)”
(HR.
Bukhori)
Selain
itu tentu saja Allah yang Maha Pemurah selalu memiliki tujuan atas dasar
diperintah atau dilarangnya sesuatu kepada hamba-NYA. Berbeda dengan pemaksaan
manusia yang acap kali bersifat realtif, pemaksaan Allah kepada hamba-NYA tentu
atas dasar hikmah dan maslahat bagi manusia itu sendiri.
Sebagai
contoh Allah memaksa hamba-NYA untuk tidak mengkonsumsi khomer. Tentunya
memaksanya Allah dalam pengharoman khomer ini memiliki tujuan yang
mendatangkan banyak kebaikan untuk manusia. Sudah banyak kasus menusia yang
terjerumus dalam dosa dan permusuhan akibat khomer ini. Sebagaimana
firman-NYA
اِنَّمَا
يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ
اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
Sesungguhnya
setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?
QS.
Al-Maidah 91
Termasuk
dalam urain tulisan cak Akbar kali ini hendak mengambil hikmah atas perintah
(anjuran/kesunnaha) Rosulullah untuk membunuh “cicak” yang digadang-gadang
sebagai hewan Fuwaisqun (hewan fasik kecil). Julukan tersebut disematkan
sebab dahulu kala “cicak” ini bersekongkol jahat membesarkan api yang
memanggang nabi Ibrahim alaihissalam. Sebagaimana hadis yang
diriwayatkan Ummi Syarik
عَنْ
أُمِّ شَرِيكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ
السَّلاَم
“Rasulullah
ﷺ memerintahkan untuk membunuh cicak. Beliau bersabda, ‘Dahulu cicak ikut
membantu meniup api Ibrahim alahaissalam,’”
(HR Bukhari).
KOMPALASI HADIS TENTANG KEUTAMAAN MEMBUNUH “CICAK”
Terdapat banyak hadis tentang
kesunnahan dalam mengesekusi “cicak” ini, sebagaimana termaktub dalam
hadis-hadis sohih di bawah ini
أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا.
bahwa
Nabi Muhammad SAW memerintahkan membunuh cicak, dan beliau menamainya hewan
fasek kecil."
(HR
Muslim)
مَنْ
قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ
دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
“Barang
siapa yang membunuh cicak sekali pukul, maka dituliskan baginya pahala seratus
kebaikan. Barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala yang kurang dari
pahala pertama. Barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala lebih kurang
dari yang kedua,”
(HR
Muslim).
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ
قَتَلَ وَزَغَةً بِالضَّرْبَةِ الْأُولَى كَانَ لَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً فَإِنْ
قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ كَانَ لَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً فَإِنْ
قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ كَانَ لَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda; "Barangsiapa membunuh cicak dengan sekali pukul
maka ia akan mendapat pahala sekian dan sekian. Jika ia membunuh pada pukulan
kedua maka ia akan mendapatkan pahala sekian dan sekian. Dan jika ia membunuh
pada pukulan ketiga maka ia akan mendapatkan pahala sekian dan sekian."
(HR.
Tirmidzi)
عن
سائبةَ مولاةِ الفاكهِ بنِ المغيرةِ أنَّها دخلت على عائشةَ رضِي اللهُ عنها فرأت في
بيتِها رمحًا موضوعًا ، فقالت : يا أمَّ المؤمنين ما تصنعين بهذا ؟ قالت : أقتُلُ الأوزاغَ
، فإنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أخبرنا أنَّ إبراهيمَ عليه السَّلامُ
لمَّا أُلقِي في النَّارِ لم تكُنْ دابَّةٌ في الأرضِ إلَّا أطفأتِ النَّارَ عنه غيرَ
الوزغِ ، فإنَّه كان ينفُخُ عليه ، فأمر رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بقتلِه
Dari
Saibah, bekas budak Al Fakih bin Al Mughirah, ia berkata: "Aku masuk ke
rumah Aisyah, lalu aku melihat ada tombak yang tergeletak di rumahnya. Maka aku
bertanya, 'Wahai Ummul Mukminin, apa yang engkau lakukan dengan tombak ini?'
Aisyah menjawab, 'Kami menggunakannya untuk membunuh cicak. Karena Nabi Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kami bahwa ketika Ibrahim
dilemparkan ke dalam api, tidak ada seekor binatang di muka bumi kecuali
berusaha memadamkan api tersebut, kecuali cicak, karena ia justru meniup-niup
api itu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
membunuhnya.'"
HR.
Ibnu Majjah
“CICAK” YANG DIMAKSUD DALAM HADIS
Tentu jika kita menelaah hadis dari
Rosulullah, agar produk pemahaman yang kita dapat lebih pasti/ qot’I ada
beberapa aspek yang perlu kita pahami terlebih dahulu, seperti
1.
Bagaimana konteksnya?
2.
Bagaimana impelemntasinya?
-
Bagaimana konteksnya?
Pertama, kita harus membayangkan
situasi dimana dan bagaimana Rosulullah ﷺ tinggal. Rosulullah hidup 14 abad
silam di dua kota suci umat islam (Haromain ) yakni Mekkah dan Madinah
di negara yang sekarang bernama Saudi Arabia. Geografis tempat tinggal
Rosulullah merupakan lahan padang pasir lagi beriklim tropis dimana cuaca panas
begitu menyengat di siang hari dan cuaca dingin begitu menusuk di malam hari.
Kemudian bila kita membayangkan kehidupan manusia di abad ke-6 dan ke-7
tersebut tentu tidak sama dengan kondisi kehidupan manusia abad ini. Selain itu
keanekaragaman hayati yang ada di zaman itu dan di lokasi itu tidaklah sama
dengan keanekaragaman hayati yang kita kenal di Indonesia. Walaupun. Sekalipun
identik (satu Spesies) bisa jadi berbeda secara jenis (berbeda Genus).
-
Bagaimana Implementasinya?
Sedari awal Cak Akbar menulis kata
cicak dengan tanda kutip (“”) dengan maksud, bahwa cicak yang dimaksud dalam
hadis-hadis seputar cicak harus ditelaah lebih dalam untuk mendapatkan
tersangka utama si cicak yang dimaksud dalam hadis ini. Mari kita bahas,
Dalam
bahasa arab, “cicak” bernama الوزغ / Al-Wazagh yang berkerabat jenis
(satu genus) dengan tokek سام أبرص / Samun
Abros
Cicak
yang kita kenal di Indonesia ini sebutan umumnya adalah cicak tembok, yang
bahasa ilmiahnya Cosymbotus Platyurus. Berdasarkan informasi spesies ini
memiliki panjang jenis cicak ini berkisar antara 4-6,3 cm. Kepalanya dengan
moncong lebih panjang dari jarak mata ke lubang telinganya. Lubang telinganya
kecil berbentuk oval (lonjong). Jenis cicak ini memiliki tubuh yang pipih
dengan sisik kecil pada bagian punggung dan melebar di bagian kepala.
Cosymbotus Platyurus memiliki pelebaran kulit dari aksila hingga pangkal
tungkai belakang. Pada bagian perutnya memiliki sisik yang tumpang tindih.
Ekornya pipih dengan sisi yang tajam tertutup oleh sisik kecil seragam. Warna
tubuh jenis cicak ini pada umumnya coklat abu-abu dengan corak marmer yang
bervariasi dari terang hingga gelap di bagian dorsal (punggung). Jenis ini juga
memiliki corak hitam memanjang dari mata hingga ke pangkal tungkai depan.18
Adapun kehidupan jenis cicak ini pada umumnya dijumpai di hutan primer maupun
sekunder, makanannya berupa serangga. Hewan ini aktif pada malam hari
(nokturnal) dan umumnya hidup dia atas pohon (arboreal).
Secara
habitat, cicak ini umumnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis Asia
Tenggara dan Asia Selatan, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Habitat utamanya adalah di sekitar pemukiman manusia dan hutan-hutan lembab, di
mana mereka dapat dengan mudah menemukan serangga untuk dimangsa.
Pertanyaan
mendasar berikutnya, apakah cicak ini sama dengan hadis yang dimaksud dalam
hadis Rosulullah?
Terntu
sulit diterima kalau cicak yang kita tahu di Indonesia ini adalah sama dengan
cicak yang ada di zaman Rosulullah, mengingat keduanya berada di habitat yang
berbeda.
Lantas
cicak seperti apa yang ada di Zaman Rosulullah?
Jawabannya
adalah cicak purba rumahan yang bahasa latinnya Hemidactylus frenatus .
Beberapa
argumentasi mengapa cicak ini disebut الوزغ / Al-Wazagh dalam hadis Nabi
1.
Ukurannya yang cukup besar, mulai dari 10-20 cm. hal ini sejalan dengan hadis Ummul
Mukminin yang menyediakan tomba di rumahnya untuk membunuh “cicak” satu
ini. Bandingkan dengan cicak Indonesia yang besarnya hanya 3-5 cm, tentu tidak
praktis jika menggunakan tombak untuk membasminya.
2.
Habitat, Cicak ini merupakan cicak yang berada di habitat tropis
![]() |
HIKMAH DISUNNAHKAN MEMBUNUH CICAK
Sebagaimana yang cak Akbar sampaikan
di pendahuluan, bahwa Allah Rosul pasti memiliki hikmah atas apa-apa yang
diperintahkan kepada hambanya. Dalam kasus cicak ini, cak Akbar mengutip
pendapat Ulama Tersohor masa lampau yakni Imam Nawawi (dikenal karena membuat syarah/penjelas
dari kitab Sohih Muslim), beliau mengatakan
قال
أهل اللغة: الوزغ وسام أبرص جنس فسام أبرص هو كباره. واتفقوا على أن الوزغ من الحشرات
المؤذيات، وجمعه أوزاغ ووزغان. وأمر النبي صلى الله عليه وسلم بقتله وحث عليه ورغب
فيه لكونه من المؤذيات
“Para
ahli bahasa mengatakan bahwa cicak dan tokek belang adalah satu jenis,
sedangkan tokek belang merupakan jenis cicak yang besar. Para ahli bahasa
sepakat bahwa cicak merupakan binatang yang menyakiti. Bentuk jamaknya adalah
auzagh dan wazaghan. Nabi ﷺ memerintahkan dan menganjurkan untuk membununya
karena ia merupakan salah satu hewan yang bisa membuat sakit”.
(Syarah Sohih Muslim)
CICAK-CICAK LAINNYA (BELAJAR BIOLOGI)
Diskusi ini menjadi lebih panjang
dan menarik, sebab sedari awal “cicak” yang dimaksud dalam hadis nabi tadi,
bukan cicak dalam artian definisi yang tunggal. Sebagai contoh, saat saya
bilang Macan, Macan di sini ada banyak ada Macan Kumbang, Macan Sumatera, dan
Macan-Macan lainnya. Sama halnya dengan “cicak” di sini, apakah (dalam artian)
semua yang disebut cicak harus dihabisi?
Sedikit
mengulas cabang ilmu Biologi tentang klasifikasi/pengelompokan makhluk hidup
yang disebut Taksonomi. Sederhananya ilmu ini yang membantu manusia membedakan
jutaan makhluk Allah yang beraneka ragam ini, walau serupa namun tak sama.
Ambil contoh Macan tadi, ada Macan Jawa dan Macan Sumatera. Selain berbeda dari
namanya juga berbeda dari segi taring, corak kulit dan sebagaianya, hal itulah
yang para ilmuwan dapat
mengidentifikasi. Sama halnya dengan cicak, ada cicak tembok, cicak terbang,
cicak gula, dan cicak-cicak lainnya.
Agar
mempermudah saya gambarkan
Spesies
= satu keluarga
Genus
= satu kakek/embah
Famili
= satu embah buyut
Ordo
= satu embah canggah
*
ini hanya simplifikasi saja
Cicak yang ada di Indonesia/ Hemidactylus platyurus dan cicak yang lazim ada di tempat Rosulullah kala itu Hemidactylus frenatus, merupakan cicak yang masih satu embah (satu Genus), jika kita memahami kesunnahan membunuh cicak dalam artian semua yang disebut cicak, itu berarti kesunnahan cicak yang dibunuh berarti semua Genus Cicak. Namun, dari uraian Imam Nawawi tentan definisi الوزغ itu sendiri, selain disebut cicak juga disebut dengan tokek. Hal ini menandakan cakupan kesunnahan atas membunuh cicak menjadi lebih luas lagi, yakni sampai tingkat Famili/satu embah buyut. Dimana, cicak dan tokek sama-sama masuk dalam kategori Famili Gekkonidae. Nah loh 😊
PENUTUP
Dari uraian yang cukup panjang ini
pada intinya, sebagai Muslim yang baik hendaknya kita berusaha mencari hikmah
daripada apa yang Allah firmankan dan Nabi sabdakan. Tentu jika ditelan
bulat-bulat serta merta hadis tersebut, seakan-akan kita diajarkan menjadi
manusia yang tidak berbelas kasihan dan bengis kepada sesama hamba Allah
(termasuk cicak), padahal perlu difahami konteksnya, sebagaimana penjelasan
Imam Nawawi bahwasanya hikmah kesunnahan tersebut dikarenakan Cicak secara umum
dapat menyebabkan penyakit, dan pula didukung dari temuan fakta ilmiah yang
ada.
Apakah
pada akhirnya semua yang disebut cicak harus dibunuh? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut simak hadis di bawah ini
وأبي
سلمة أن أبا هريرة رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول قرصت نملة
نبيا من الأنبياء فأمر بقرية النمل فأحرقت فأوحى الله إليه أن قرصتك نملة أحرقت أمة
من الأمم تسبح
“Dari Abu Salamah, Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bercerita bahwa
suatu ketika seekor semut mengigit seorang nabi. Ia kemudian memerintahkan
untuk mendatangi sarang semut, lalu sarang itupun itu dibakar. Allah
menegurnya, ‘Seekor semut menggigitmu, tapi kamu membakar satu umat (sekelompok
semut) yang kerjanya bertasbih?’”
(HR
Bukhari)
Kendati memang cicak
(dalam hal ini kotorannya) mengundang banyak penyakit, tentu tidak serta merta
semua cicak harus dibasmi bukan?
Sekian, semoga ada
manfaatnya…
Yogyakarta, 28 Oktober 2024
#KataCakAkbar
إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يَسْتَحْىِ أَن يَضْرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۚ فَأَمَّا
ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِّن رَّبِّهِمْ ۖ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ
كَفَرُوا۟ فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَـٰذَا مَثَلًۭا ۖ يُضِلُّ بِهِۦ
كَثِيرًۭا وَيَهْدِى بِهِۦ كَثِيرًۭا ۖ وَمَا يُضِلُّ بِهِۦ إِلَّا ٱلْفَاسِقِينَ
"Sesungguhnya
Allah tidak malu untuk membuat perumpamaan seukuran nyamuk atau yang lebih
kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu adalah
kebenaran dari Tuhan mereka; tetapi orang-orang yang kafir berkata, 'Apa maksud
Allah dengan perumpamaan ini?' Dia menyesatkan banyak orang dan memberi
petunjuk kepada banyak orang. Dan tidak ada yang menyesatkan dengan perumpamaan
ini kecuali orang-orang yang fasik."
(Al-Baqarah:
26)