SELAYANG PANDANG TENTANG DAJJAL
Pada
bagian pembuka (prolog) ini saya tidak akan bercerita terlalu dalam tentang
profil/biografi daripada Dajjal itu sendiri. Selain karena terlalu panjang,
sumber tentang profil/biografi Dajjal itu sendiri banyak bersumber dari
kisah-kisah Isroiliyat yang sukar akan keabsahannya. Namun, perkara keluarnya
Dajjal sebagai salah satu dari sekian rangkaian terjadinya Kiamat qubro
pasti terjadi dan tentu sebagai Mukmin yang beriman wajib mengimani peristiwa
itu.
Kisah itu bermula tatkala poro Sohabat tengah
saling berbagi cerita khususnya pengalaman-pengalaman mereka di masa Jahiliyah
(Pra Islam) hingga pada sampai pada pembahasan mereka (poro Sohabat) membahas
tentang adanya Dajjal. Larut dalam keasyikan tersebut Rosulullah ﷺ pun ikut
bergabung dan menyampaikan sabdanya,
إِنِّى
لأُنْذِرُكُمُوهُ ، وَمَا مِنْ نَبِىٍّ إِلاَّ أَنْذَرَهُ قَوْمَهُ ، لَقَدْ أَنْذَرَ
نُوحٌ قَوْمَهُ ، وَلَكِنِّى أَقُولُ لَكُمْ فِيهِ قَوْلاً لَمْ يَقُلْهُ نَبِىٌّ لِقَوْمِهِ
، تَعْلَمُونَ أَنَّهُ أَعْوَرُ ، وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ
“Sesungguhnya
Aku akan menceritakannya (tentang Dajjal) kepada kalian dan tidak ada seorang
Nabi pun melainkan telah menceritakan tentang Dajjal kepada kaumnya. Sungguh
Nabi Nuh ‘alaihis salam telah mengingatkan kaumnya. Akan tetapi aku katakan
kepada kalian tentangnya yang tidak pernah dikatakan oleh seorang Nabi pun
kepada kaumnya, yaitu Dajjal itu buta sebelah matanya sedangkan Allah sama
sekali tidaklah buta”
HR. Bukhori
Dari
penggalan hadis tersebut setidaknya mengindikasikan bahwa kisah Dajjal ini
sudah ada dan turun temurun dari terutusnya Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad ﷺ.
Dalam hadis di atas Rosulullah menggambarkan sosok Dajjal ini sebagai makhluk
yang mengaku-aku sebagai Rabb padahal kondisi matanya dalam keadaan pece
(buta sebelah matanya). Dalam redaksi lain Rosulullah menggambarkan sosok
Dajjal ini juga terdapat stempel kata “Kafir” di antara dua dahinya dan hanya
orang beriman (Mukminin) yang bisa membacanya
مَا
بُعِثَ نَبِىٌّ إِلاَّ أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الْكَذَّابَ ، أَلاَ إِنَّهُ
أَعْوَرُ ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ ، وَإِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ
كَافِرٌ
“Tidaklah
seorang Nabi pun diutus selain telah memperingatkan kaumnya terhadap yang buta
sebelah lagi pendusta. Ketahuilah bahwasanya dajjal itu buta sebelah, sedangkan
Rabb kalian tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya (kata) “KAAFIR”.”
HR. Bukhori
يَقْرَؤُهُ
كُلُّ مُؤْمِنٍ كَاتِبٌ وَغَيْرُ كَاتِبٍ.
“Setiap
mukmin dapat membacanya (Kata Kafir), baik yang bisa menulis atau tidak.”
HR. Muslim
Yang
jadi persoalan, fitnah Dajjal ini sangatlah berat dan hampir-hampir manusia
tidak ada yang sanggup menghadapi fitnahnya. Hal tersebut sudah di wanti-wanti
oleh Rosulullah ﷺ ,
يا
أيها الناس ! إنها لم تكن فتنة على وجه الأرض منذ ذرأ الله ذرية آدم أعظم من فتنة الدجال
و إن الله عز و جل لم يبعث نبيا إلا حذر أمته الدجال و أنا آخر الأنبياء و أنتم آخر
الأمم و هو خارج فيكم لا محالة
“Wahai
sekalian manusia, sungguh tidak ada fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal
di muka bumi ini semenjak Allah menciptakan anak turun Adam. Tidak ada satu
Nabi pun yang diutus oleh Allah melainkan ia akan memperingatkan kepada umatnya
mengenai fitnah Dajjal. Sedangkan Aku adalah Nabi yang paling terakhir dan
kalian juga ummat yang paling terakhir, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
Dajjal akan muncul di tengah-tengah kalian.”
HR. Muslim
Bahkan Rosulullah ﷺ
menganjurkan memperbanyak berdo’a agar terlindung dari fitnahnya Dajjal pada
saat bacaan Tasyahud akhir sebelum salam,
إِذَافَرَغَ
أَحَدُكُمْ مِنْ التَّشَهُّدِ الْآخِرِفَلْيَتَعَوَّذْ بِا اللهِ مِنْ أَرْبَعٍ٠ يَقُولُ
: اللّٰهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِوَمِنْ
فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَا تِ وَمِنْ شَرِّالْمَسِيحِ الدَّجَالِ ثُمَّ يَدْعُوْلِنَفْسِهِ
بِمَابَدَا لَهُ
"Apabila
salah seorang di antara kalian selesai dari tasyahud akhir, mintalah
perlindungan dari 4 perkara. Ucapkan: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari
azab neraka Jahannam, azab kubur, dari godaan kehidupan dan kematian, serta
dari kejelekan godaan Al-Masih Ad- DAJJAL. Kemudian (setelah itu) berdoalah
untuk dirinya apa yang tampak baginya (untuk dia minta).”
HR. Muslim
KISAH SOHABAT YANG BERTEMU DAJJAL
Hadis
ini termaktub dalam kompilasi hadis Sohih Muslim dalam Kisah Aj-Jassasah (Burung
yang dapat berbicara) yang diceritakan sohabat bernama Tamim Ad-Dary besrta kru
ekspedisinya yang suatu ketika terdampar di sautu pulau tak dikenal. Kisah
tersebut membuat Rosulullah senang kepalang, bagaimana tidak, sebab ada saksi
hidup yang membenarkan kenabian Rosulullah ﷺ bahwa sosok Dajjal itu bukanlah
sosok yang fana, terlebih Tamim Ad-Dary ini mukminin anyaran (baru masuk
Islam dari nasrani) sehingga mustahil rasanya jika ada konflik kepentingan. (Link hadis)
Dari
teks hadis yang cukup panjang tersebut, setidaknya di zaman Rosulullah, Dajjal
tengah dikurung di suatu pulau antah brantanh yang hingga waktunya nanti dengan
izin Allah, Allah akan melepaskannya. Namun menariknya dalam suatu kisah,
publik Madinah sempat digemparkan sosok remaja tanggung yang memiliki gelagat
janggal dan fisik yang menyerupai Dajjal, siapa dia? Masih dalam kitab Sohih
Muslim remaja tanggung tersebut bernama Ibnu Shoyad.
KISAH IBNU SHOYAD
Narasi
kisah ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitabnya,
أَنَّ
عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ أَخْبَرَهُ: أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ انْطَلَقَ مَعَ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَهْطٍ قِبَلَ ابْنِ صَيَّادٍ حَتَّى
وَجَدَهُ يَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ عِنْدَ أُطُمِ بَنِي مَغَالَةَ،
Abdullah
ibnu Umar radhiallahu anhuma memberitakan bahwa Umar radhiallahu anhu berangkat
bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan sekelompok orang menemui
Ibnu Shayyad. Mereka melihatnya tengah bermain-main dengan sejumlah anak
laki-laki di dekat benteng dari tembok batu Bani Maghalah.
وَقَدْ
قَارَبَ ابْنُ صَيَّادٍ يَوْمَئِذٍ الْحُلُمَ، فَلَمْ يَشْعُرْ حَتَّى ضَرَبَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ظَهْرَهُ بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاِبْنِ صَيَّادٍ: أَتَشْهَدُ أَنِّي رَسُولُ اللهِ؟
فَنَظَرَ إِلَيْهِ ابنُ صَيَّادٍ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ الْأُمِّيِّينَ.
Ketika
itu Ibnu Shayyad adalah seorang bocah/anak laki-laki yang usianya mendekati
balig. Dia tidak memperhatikan (kami) hingga Rasulullah ﷺ menepuknya dengan
tangan beliau. Beliau berkata, “Apakah engkau bersaksi bahwa aku utusan Allah?”
Ibnu
Shayyad melihat Rasulullah ﷺ dan berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah
utusan bagi al-ummiyyin (orang-orang yang ummi).”
فَقَالَ
ابْنُ صَيَّادٍ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَشْهَدُ أَنِّي
رَسُولُ اللهِ؟ فَرَفَضَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
آمَنْتُ بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ،
Kemudian,
Ibnu Shayyad malah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Apakah Engkau bersaksi bahwa
aku adalah utusan Allah?”
Rasulullah
ﷺ menyangkalnya dan berkata, “Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.”
ثُمَّ
قَال لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَاذَا تَرَى؟ قَالَ ابْنُ
صَيَّادٍ: يَأْتِيْنِي صَادِقٌ وَكَاذِبٌ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خُلِّطَ عَلَيْكَ الْأَمْرُ. ثُمَّ قَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنِّي قَدْ خَبَأْتُ لَكَ خَبِيْئاً. فَقَالَ ابْنُ صَيَّادٍ:
هُوَ الدُّخُّ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اخْسَأ،
فَلَنْ تَعْدُوَ قَدْرَكَ.
Kemudian,
Rasulullah ﷺ berkata (kepada Ibnu Shayyad), “Apa yang kamu lihat?”
Ibnu
Shayyad menjawab, “Datang kepadaku yang jujur dan yang dusta.”
Rasulullah
berkata kepadanya, “Tercampur padamu persoalan ini (Bahasa mudanya, “ini anak
lagi ngelantur).”
Lalu,
Rasulullah ﷺ berkata kepadanya (bermaksud menguji), “Aku menyembunyikan sesuatu
untukmu.”
Ibnu
Shayyad menebak, “Ad-Dukh (asap/kabut).”
Rasulullah
shallallahu ﷺ berkata, “Tetaplah di tempatmu. Engkau tidak akan melampaui apa
yang telah Allah takdirkan padamu.”
فَقَالَ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: ذَرْنِي، يَا رَسُولَ اللهِ أَضْرِبْ عُنُقَهُ. فَقَال لهُ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ يَكُنْهُ فَلَنْ تُسَلِّطَ عَلَيْهِ،
وَإِنْ لَمْ يَكُنْهُ فَلاَ خَيْرَ لَكَ فِي قَتْلِهِ.
Mendengar
hal itu, Umar radhiallahu anhu berkata, “Ya Rasulullah, izinkan aku memenggal
lehernya.”
Rasulullah
shallallahu ﷺ berkata, “Apabila betul dia (adalah Dajjal), engkau tidak mampu
mengalahkannya (sebab yang akan membunuh Dajjal nanti adalah Nabi Isa). Jika
bukan (Dajjal), sia-sialah membunuhnya.”
Masih
belum terpuaskan siapa sebenarnya sosok Ibnu Shoyad ini dilain kesempatan
Rosulullah dan Umar bin Khatab hendak melakukan investigasi untuk mengungkap
siapa Ibnu Shoyad ini. Kisah tersebut juga diriwayatkan Imam Muslim dalam
sohihnya,
وَقالَ
سالِمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُوْلُ: بَعْدَ ذَلِكَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ (الْأَنْصَارِيُّ)
إِلَى النَّخْلِ الَّتِي فِيْهَا ابْنُ صَيَّادٍ، إِذَا دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّخْلَ طَفِقَ يَتَّقِي بِجُذُوعِ النَّخْلِ وَهُوَ يَخْتِلُ
أَنْ يَسْمَعَ مِنِ ابْنِ صَيَّادٍ شَيْئاً قَبْلَ أَنْ يَرَاهُ ابْنُ صَيَّادٍ،
Salim
mengatakan, “Aku mendengar Ibnu Umar radhiallahu anhuma berkata,
“Di
kemudian hari, ketika Rasulullah pergi bersama Ubai bin Kaab radhiallahu anhu
ke (kebun) kurma, beliau bertemu kembali dengan Ibnu Shayyad di sana (yang
sedang berbaring). Rasulullah ﷺ bermaksud mendengarkan sesuatu (igauan) dari
Ibnu Shayyad sebelum dia melihat beliau.
فَرَآهُ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ عَلَى فِرَاشٍ فَي
قَطِيْفَةٍ لَهُ فِيْهَا زَمْزَمَةٌ، فَرَأَتْ أُمُّ ابْنِ صَيَّادٍ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَّقِي بِجُذُوعِ النَّخْلِ، فَقَالَتْ لاِبْنِ
صَيَّادٍ: يَا صَافِ! –وَهُوَ اسْمُ ابْنِ صَيَّادٍ- هَذَا مُحَمَّدٌ، فَثَارَ ابْنُ
صَيَّادٍ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ تَرَكَتْهُ
بَيَّنَ
Rasulullah
ﷺ melihat Ibnu Shayyad berbaring di atas kasur ditutupi selembar selimut.
Terdengar mulutnya bergumam dari balik sebuah batang pohon kurma. Kemudian, ibu
Ibnu Shayyad melihat Rasulullah ﷺ. Ia pun membangunkan Ibnu Shayyad, “Wahai
Shaf! Ada Muhammad di sini.”
Ibnu
Shayyad pun bangun. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Jika
ibunya membiarkan dia (tidak mengganggunya), perkara Ibnu Shayyad akan
terungkap (jelas).”
APAKAH IBNU SHOYAD ADALAH DAJJAL?
Untuk
menghukumi persoalan ini, jika kita menelisik perbedaan pandangan para Ulama
terdahulu akan sangat beragam. Ada yang menghukumi, benar Ibnu Shoyad itu
adalah Dajjal, ada yang tidak menghukumi, ada yang bersikap tauqif
(tidak berkomentar apapun). Memamg perkara ini sangat Musyikl (sukar
dipahami) bahkan Rosulullah ﷺ saja tidak menghukumi sepihak, namun dari Sabda
beliau juga menimbulkan pertanyaan besar
إِنْ
يَكُنْهُ فَلَنْ تُسَلِّطَ عَلَيْهِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْهُ فَلاَ خَيْرَ لَكَ فِي قَتْلِهِ
“Apabila
betul dia (adalah Dajjal), engkau tidak mampu mengalahkannya (sebab yang akan
membunuh Dajjal nanti adalah Nabi Isa). Jika bukan (Dajjal), sia-sialah
membunuhnya.”
Jadi
apakah Ibnu Shoyad itu adalah Dajjal, Rosulullah sendiri juga fifty -fifty
dalam menghukuminya.
Jika
saya berpandangan, Ibnu Shoyad ini bukanlah Dajjal melainkan hanya seseorang
yang (dimungkinkan) memiliki gangguan psikologis tertentu sehingga dia merasa
dirinya Dajjal, wawlahu aklam. Setidaknya berikut argumentasi saya
mengapa Ibnu Shoyad, secara pribadi, bukanlah Dajjal
1. Perbedaan
time line kisah Tamim Ad-Dary dan Ibnu Shoyad. Pada bagian awal sudah
kami jelaskan bahwa ada kisah Sohabat Tamim Ad-Dary yang bertemu Dajjal di
suatu pulau antah brantah dalam kondisi terkurung. Lantas bagaimana bisa sosok
yang ditemui Tamim Ad-Dary dengan Ibnu Shoyad adalah entitas yang sama?
2. Pengakuan
dari Ibnu Shoyad sendiri. Kisah ini juga masih termaktub dalam Sohih Muslim,
tatkala Ibnu Shoyad ini sudah dewasa dia bepergian Haji dan Umroh dan dalam
suatu momen dia curhat kepada Sohabat Abi Said Al-Khudri. Dalam dialog itu dia
(Ibnu Shoyad) merasa terdiskrimnasi atas sikap penduduk Madinah yang
menanggapnya perejawantahan Dajjal,
فَقَالَ لِي أَمَا قَدْ لَقِيتُ مِنْ النَّاسِ يَزْعُمُونَ
أَنِّي الدَّجَّالُ أَلَسْتَ سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّهُ لَا يُولَدُ لَهُ قَالَ قُلْتُ بَلَى قَالَ فَقَدْ وُلِدَ لِي أَوَلَيْسَ
سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ
الْمَدِينَةَ وَلَا مَكَّةَ قُلْتُ بَلَى قَالَ فَقَدْ وُلِدْتُ بِالْمَدِينَةِ وَهَذَا
أَنَا أُرِيدُ مَكَّةَ
Ia (Ibnu Shoyad) berkata padaku: Aku bertemu dengan
sebagaian orang, mereka mengiraku Dajjal. Bukankah kau pernah mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda bahwa ia tidak punya anak? Abu
Sa'id berkata: Aku menjawab: Benar. Ibnu Shayyad berkata: Sedangkan aku punya
anak. Dan bukankah kau pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam
bersabda: "Dajjal tidak bisa memasuki Madinah dan Makkah, Abu Sa'id
berkata: Aku menjawab: Benar. Ibnu Shayyad berkata: Sementara aku dilahirkan di
Madinah dan sekarang ini aku hendak ke Makkah.
Dalam
dialog itu, Abu Sa’id hampir saja mengamini bahwa Ibnu Shoyad ini tidak seperti
yang dituduhkan orang. Namun, terjadi plot twist di akhir dialog
tersebut yang menbuat Abu Sa’id menjadi bingung, Ibnu Shoyad mengatakan
قَالَ لِي فِي آخِرِ قَوْلِهِ أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ
مَوْلِدَهُ وَمَكَانَهُ وَأَيْنَ هُوَ
Setelah itu ia (Ibnu Shoyad) berkata padaku diakhir
perkataannya: Ingat, demi Allah aku mengetahui kelahiran, tempat dan dimana ia
(Dajjal) berada
Namun
sayang, Ibnu Shoyad sendiri pada akhirnya menghilang pada peristiwa tanah Harrah
(tatkala imperium Bani Umayah meluluhlantahkan penduduk Madinah akibat tidak
mau berbaiat pada Yazid bin Muawiyah). Setidaknya hal itu adalah kesaksian
Jabir bin Abdillah dalam Sunan Abi Daud
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ فَقَدْنَا ابْنَ صَيَّادٍ يَوْمَ الْحَرَّةِ
Dari Jabir dia berkata “Sungguh kami kehilangan (lost
contact) dengan Ibnu Soyyad pada peristiwa tanah Harrah
3. Jika
kita merujuk pada definisi hari ini (modern) perilaku yang dialami Ibnu
Shoyad ini merupakan gejala orang yang mengalami Skiforzenia, dalam
definisinya: Skizofrenia adalah gangguan mental yang cukup serius, di mana
penderitanya mengalami kesulitan dalam membedakan khayalan dan realita. Kondisi
ini umumnya ditandai dengan perilaku abnormal, seperti delusi dan halusinasi,
sehingga tak jarang penderitanya dianggap “gila”.
4. Jika
memang betul Ibnu Shoyad ini adalah Dajjal, Dajjal di sini tidaklah sama dengan
definisi Dajjal yang nanti akan berhadapan dengan Nabi Isa, melainkan Dajjal
dalam artian pembohong/pembual. Rosulullah ﷺ sendiri pernah bersabda
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ
ثَلاَثُونَ دَجَّالُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ
“Tidak akan terjadi qiamat sampai akan
keluar 30 Dajjal yang kesemuanya mengaku sebagai Rosulullah”
HR. Abu Daud
Jika Ibnu Shoyad ini adalah Dajjal, maka benar sesuai definsi
Dajjal dalam artian pembohong/pembual, namun jika dalam artian Dajjal yang
sesungguhnya wawlahu aklam.
Rosulullah saja tidak menghukumi secara mutlak, tidak diberikan
wahyu sebab itu. Tentu sebagai manusia biasa yang terkadang benar ataupun
khilaf kita cukup beriman saja terhadap kisah tersebut.
Sekian, semoga ada manfaatnya
Yogyakarta, 5 April 2024
KataCakAkbar