√ Menyoal Soal Taswir/Gambar Mentol - Cak Akbar

Menyoal Soal Taswir/Gambar Mentol

Daftar Isi [Tampil]

     


    Pendahuluan

    Menurut catatan sejarah umat manusia, lukisan makhluk hidup tertua yang saat ini diketahui dibuat oleh manusia modern (Homo Sapiens) adalah lukisan gua babi kutil Sulawesi (Sus celebensis) yang terletak di Gua Leang Tedongnge, Sulawesi Selatan, Indonesia yang menurut para ahli, lukisan tersebut dibuat sekitar 50 ribu tahun sebelum masehi. Setelahnya temuan-temuan cipta karya manusia yang berbentuk visual (patung, lukisan, ukiran, dan sejenisnya) kian masif ditemukan se antero dunia, baik dari bentuknya yang beragam maupun maknanya yang mendalam.

    Tentu, dari fakta historis tersebut menunjukkan bahwa manusia yang dengannya Allah berikan anugerah untuk bercipta dan berkarya sudah akrab dengan kegiatan menciptakan bentuk visual (yang dalam istilah arab disebut Swuroh/ صُورَة ) sejak dahulu kala. Bahkan jika kita menelisik dari sumber teologis, Nabi Nuh Alaihissalam yang rentang kelahirannya tidak jauh dari manusia pertama (Abbul Basyar) yakni Nabi Adam Alaihissalam (terpaut sekitar 10 Qorn/generasi) hidup di tengah-tengah manusia yang membuat gambar visual (patung orang-orang solih) yang semula dibangun sebagai monumen memperingati kebaktiannya orang solih, atas dasar tipu daya Syetan menjadikan manusia terjerumus menjadi syirik dan menjadikan ke-lima patung orang solih tersebut (Wadd, Suwa’, Yaghuts, Yaguts, dan Nasr) menjadi tandingan sesembahan selain Allah yang maha Esa.

    وَ قَالُوۡا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمۡ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا وَّ لَا يَغُوۡثَ وَيَعُوۡقَ وَنَسۡرًا‌

    Dan mereka berkata, "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa‘, Yaguts, Yaguts dan Nasr."
    QS. Nuh:23

    Diperkuat argumentasi salah seorang mufassir (pentafsir Alqur’an) masyhur bernama Ibnu Jarir At-Thobari

    قَالَ: كَانُوا قَوْمًا صَالِحِينَ بَيْنَ آدَمَ وَنُوحٍ، وَكَانَ لَهُمْ أَتْبَاعٌ يَقْتَدُونَ بِهِمْ، فَلَمَّا مَاتُوا قَالَ أَصْحَابُهُمُ الَّذِينَ كَانُوا يَقْتَدُونَ بِهِمْ: لَوْ صَوَرناهم كَانَ أَشْوَقَ لَنَا إِلَى الْعِبَادَةِ إِذَا ذَكَرْنَاهُمْ. فَصَوَّرُوهُمْ، فَلَمَّا مَاتُوا وَجَاءَ آخَرُونَ دَبَّ إِلَيْهِمْ إِبْلِيسُ فَقَالَ: إِنَّمَا كَانُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَبِهِمْ يُسْقَوْنَ الْمَطَرَ، فَعَبَدُوهُمْ

    Berkatalah Ibnu Jarir: “mereka ini (lima orang solih tersebut) adalah qoum yang solih (hidup) di antara (zaman) Nuh dan dan Adam. Mereka memiliki pengikut yang meneladani mereka, kemudian ketika mereka wafat berkatalah para pengikut mereka, “Seandainya kami membuat patung mereka hal tersebut akan membuat kami semakin mantap dalam beribadah ketika mengingat (kesolihan) mereka”. Kemudian ketika mereka (generasi awal yang tahu hakikatnya patung-patung tersebut bukan untuk disembah) telah wafat, datanglah generasi sesudahnya (yang tidak tahu hakikat itu), kemudian datanglah Syetan membisikan “sesungguhnya mereka (nenek moyangmu) itu menyembah mereka, dan sebab mereka (patung itu) kalian diberikan hujan”. Akhirnya mereka pun menyembah mereka”
    Tafsir At-Thobari

    Ayat yang menunjukkan manusia dari awal Nabi Adam (Abbul Basyar) adalah agama yang satu (Islam/Tauhid/Monoteisme)

    كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةًۗ 
    Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan)
    QS. Al-Baqoroh:213

    Diperkuat dalam argumentasi Sohabat Ibnu Abbas Rodiyallahuanhu me

    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ بَيْنَ نُوحٍ وَآدَمَ عَشَرَةُ قُرُونٍ، كُلُّهُمْ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْحَقِّ

    Dari Ibnu Abbas berkata: “Telah ada antara Nuh dan Adam terpaut 10 generasi (+/- 1000 tahun), kesemuanya (10 generasi itu) berada dalam syariat yang hak (Tauhid)
    Tafsir Ibnu Katsir

    Sehingga, baik dari paparan bukti sejarah (sains) maupun teologi (Al-Qur’an) terdapat bayangan bahwa sejak dahulu kala manusia sudah akrab dengan kegiatan men-taswir (membuat bentuk visual) yang pada seiring perkembangan umat manusia, anugerah yang Allah berikan tersebut malah menjatuhkan mereka ke dalam dosa yang dahsyat yang tidak akan pernah Allah ampuni (Syirik)

    اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا

    Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.

    QS. Al-Baqoroh: 48

    Sehingga tidak berlebihan, para pembuat maupun pengguna objek visual bernyawa (antropomorfisme) di awal era kenabian mendapat kecaman yang keras mulai dari ancaman diharuskan memberikan nyawa kelak di hari kiamat sampai ancaman bahwa Malaikat pembawa Rahmat tidak akan mendiami rumah yang di dalamnya terdapat objek visual bernaywa (Swuroh/gambar mentol). Namun, seiring berjalannya waktu hukum tersebut berubah menjadi agak luwes dalam kasus-kasus tertentu sehingga diperlukan penjelasan yang lebih komprehensif guna menempatkan hukum tersebut secara mizan (seimbang/proporsional) agar tidak terkesan bahwa Islam agama yang anti seni atau agama yang menolak kemajuan. Tentu saya memohon ilham yang baik dari Allah dalam proses saya menulis ini, dan tentu saya sangat terbuka atas masukan, kritikan, dan sanggahan selagi kesemuannya itu membangun dan berdasar pada referensi yang dapat dipertanggung jawabkan.

    Swuroh/ صُورَة

    Tak lengkap rasanya, bila kita tidak memulai pembahasan ini dengan memberikan definisi terlebih dahulu. Perlu diketahui, sebelum era modern (ditandai dengan revolusi industri dan ditemukannya mesin uap) cipta karya manusia umumnya hanya terdiri dari dua jenis yakni tulisan dan visual. Tulisan, tentu dapat dijumpai baik dalam manuskrip, gulungan, catatan, tablet tanah liat, prasasti, dan jenis lainnya. Sedangkan visual tidak melulu soal gambar, lukisan, ataupun patung. Dapat pula ditemukan dalam bentuk bangunan seperti candi,piramid, dan sejenisnya. Adapula yang berbentuk perkakas seperti alat berburu, alat musik, senjata. Adapula berbentuk pakaian adat, baju perang, sampai yang berbentuk seni seperti tarian. Barulah semenjak era modern dan mesin perekam suara ditemukan, cipta karya manusia bertambah lebih luas dalam bentuk audio.

    Sebelum menjadi istilah teknis tersendiri dalam kajian fiqih, dalam bahasa Arab semua kegiatan yang memiliki gambaran, bentuk, dan sifat itu disebut صُوَرَ (suwaro) yang acapkali dimaknai bebas sebagai gambar. Padahal kata صُوَرَ ini maknanya sangat luas dan tidak terbatas pada sesuatu yang dilukis ataupun digambar. Hal tersebut menjadikan makna صُوَرَ sering kali menjadi tidak konsisten saat diterjemahkan ke bahasa lain (misal Indonesia), terkadang diartikan gambar, lukisan, patung, gambar timbu/relief.   Namun secara bahasa yang mudah dipahami, صُوَرَ  ini diartikan sebagai objek apapun yang dapat dilihat oleh indra pengelihatan manusia selain tulisan. Lebih lanjut lagi, ragam dari kata صُوَرَ  dapat menjadi تَصْوِيرُ  (Taswiru) sebagai kata kerja yang secara sederhana diartikan menggambar, melukis, memahat, atau membuat apapun objek yang dapat dilihat. Kemudian ada kata صُورَةٌ (Swurton) sebagai produknya, dan ada kata مُصَوِّرٌ (Musowwirun) yang berarti pelakunya.

    Tentu, pada tulisan ini saya tidak akan membahas hal yang muluk-muluk seperti teori gramatikalnya (Nahwu Shorof) melainkan kita berfokus pada kata صُوَرَ beserta turunannya.

    Bila kita kerucutkan makna صُوَرَ dalam konteks sesuatu yang diharamkan, poro Ulama terdahulu mensyaratkan setidaknya harus ada dua unsur yang terpenuhi yakni,

    مُجَسَّدَةٌ atau berjasad/makhluk hidup/bernyawa, dan

    مُجَسِّمَةٌ atau berbayang dimana objek tersebut akan memiliki bayangan bila tersinar matahari atau kita gunakan bahasa mudahnya berbentuk 3 dimensi (3D).

    Argumentasi itu sebagaimana pendapat Sohabat Ibnu Abbas, beliau berkata

    الصورة الرأس، فإذا قطع الرأس فليس بصورة

    “shuroh (gambar) adalah kepala, bila kepala tersebut telah dipotong/dihilangkan maka hilanglah hakekat shuroh (gambar)”
    Riwayat Baihaqi

    Sebab suatu makhluk hidup, tentu tidak akan bisa hidup (mati) bila tanpa kepala. Sehingga walaupun objek Swuroh atau gambar mentol kita ini memenuhi kriteria berjasad dan 3D, dia akan tetap dianggap sebagai swuroh walaupun bagian tubuhnya dihilangkan bukan bagian vital seperti memotong tangan, menghapus/menghilangkan mata, dan sejenisnya. Hal tersebut sebagaimana penjelasan Lajnah Ad-Daimah (MUI-nya Saudi Arabia) menjelaskan

    فإذا أبقيت من الصورة ما لا تبقى معه حياة، فلا بأس بها وأما مجرد تغميض العين، أو مسحها، فلا يكفي؛ لبقاء الحياة مع ذلك، ولكن يمكنك إزالة ملامح الوجه بالكلية

    “Jika dengan sifat-sifat gambar sedemikian rupa hingga tidak layak disebut makhluk yang memiliki nyawa, maka tidak mengapa. Adapun sekedar memejamkan mata atau menghapus mata, maka ini tidak cukup. Karena masih dianggap sebagai makhluk yang memiliki nyawa. Maka solusinya adalah dihilangkan seluruh wajahnya”

    Tentu, jika pemahaman kita atas gambar mentol/ صُوَرَ hanya sebatas di atas, khazanah wawasan kita atas bentuk-bentuk صُوَرَ yang kian beragam di masa kini menjadi bias. Seperti beberapa Ulama terkini juga memfatwakan foto/video itu sama seperti صُوَرَ sehingga foto manusia atau makhluk hidup lainnya harus dihapus wajahnya.

    Secara sederhana, turunan daripada صُوَرَ dapat dipahami di bawah ini,

     


    Sehingga dari tabel di atas dapat kita pahami bahwa memberlakukan persoalan gambar mentol/ صُوَرَ tidak sesederhana haram semua ataupun boleh semua. Kita bersyukur sebab poro Ulama terdahulu telah mengklasifikasikan persoalan hukum ini sehingga kita sebagai umat yang hidup setelahnya tidak menjadi rancu dan justru dapat memahami hukum ini dengan mudah.

    Islam dan Anikonisme

    Sebagaimana diketahui, di antara misi kenabian Muhammad ﷺ adalah mentauhidkan manusia (di antaranya penduduk Mekkah) yang menyekutukan Allah/berbuat syirik. Sebagaimana salah satu isi pidato/khutbah Rosulullah ﷺ

    أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ

    “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, akan terjagalah darah-darah dan harta-harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka diserahkan kepada Allah.”
    HR. Bukhori

    Di antara bentuk kesungguhan Rosulullah adalah ketika peristiwa bersejarah Fathul Mekkah (Pembebasan Mekkah) tatkala beliau memasuki Baitullah Ka’bah yang di dalamnya terdapat banyak patung-patung yang disembah, beliau secarana seremonial menghancurkan semua patung yang ada di Ka’bah tersebut yang menandakan bahwa era politeisme di Haramain (Makkah dan Madinah) berakhir digantikan oleh Ketauhidan,

    َخَلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مَكَّةَ ، وَحَوْلَ الْكَعْبَةِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَسِتُّونَ نُصُبًا فَجَعَلَ يَطْعَنُهَا بِعُودٍ فِى يَدِهِ وَجَعَلَ يَقُولُ ( جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ )

    “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki kota Mekkah (untuk penaklukkan), saat itu terdapat 360 berhala. Lalu beliau menghancurkan kesemuanya itu dengan tongkat di tangannya sembari membacakan ayat (yang artinya), “Barang benar telah datang dan barang batil telah lenyap.” (QS. Al Isra’: 81).”
    HR. Bukhori

    Pasca peristiwa itu beliau juga mewanti-wanti poro Sohabatnya agar segala potensi apapun yang menyebabkan umat Islam terjerumus dalam kesyirikan supaya dihindari bahkan ditinggalkan. Hal inilah yang kemudian beliau ﷺ banyak menyabdakan tentang larangan keras bagi siapapun yang membuat bahkan memanfaatkan gambar / صُوَرَ . Berikut kami uraikan kompilasi hadisnya,

    إنَّ أشدَّ النَّاسِ عذابًا عندَ اللَّهِ يومَ القيامةِ المصوِّرونَ

    “orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang gambar”
    HR. Bukhori

    إنَّ الَّذينَ يصنَعونَ هذِه الصُّوَرَ يعذَّبونَ يومَ القيامةِ ، يقالُ لَهم : أحيوا ما خلقتُمْ

    “orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: ‘hidupkanlah apa yang kalian buat ini’”
    HR. Bukhari

    كلُّ مُصوِّرٍ في النَّارِ ، يُجْعَلُ له بكلِّ صورةٍ صوَّرها نفسٌ فتُعذِّبُه في جهنَّمَ

    “semua tukang gambar (makhluk bernyawa) di neraka, setiap gambar yang ia buat akan diberikan jiwa dan akan mengadzabnya di neraka Jahannam”
    HR. Bukhari

    من صوَّرَ صورةً في الدُّنيا كلِّفَ يومَ القيامةِ أن ينفخَ فيها الرُّوحَ ، وليسَ بنافخٍ

    “barangsiapa yang di dunia pernah menggambar gambar (bernyawa), ia akan dituntut untuk meniupkan ruh pada gambar tersebut di hari kiamat, dan ia tidak akan bisa melakukannya” HR. Bukhari

    Bahkan, bagi yang memanfaatkan juga ada ancamannya tersendiri

    لاَ تَدْ خُلُ المَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ صُوْرَةٌ

    “Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan lukisan”
    HR. Bukhori

    Namun, dalam uraian berikutnya kita akan melihat bahwa di beberapa kasus Rosulullah ﷺ sendiri melonggarkan hukum tersebut seperti kisah Aisyah yang memainkan boneka kuda, juga peristiwa saat Rosulullah ﷺ pulang perang Tabuk (9 H) yang di rumahnya ditemukan kelambu yang bermotif makhluk hidup. Alih-alih dibuang, justru kelambu tersebut dimanfaatkan sebagai alas duduk (bantal) yang diletakan di rumah.

    Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Sebagaimana dijelaskan di awal sub bab bahwa Islam sangat menjunjung tinggi faham Monoteisme/Tauhid dan berupaya membrantas sampai ke akar-akarnya apapun bahkan sampai potensi terjadinya bibit-bibit kesyirikan seperti yang terjadi pada umatnya Nabi Nuh Alaihissalam. Dalam hal ini Islam menganut faham Anikonisme, yakni keyakinan atau praktik untuk menghindari atau melarang gambar makhluk hidup, tokoh agama, atau nabi. Anikonisme juga bisa diartikan sebagai ketiadaan representasi grafis dalam suatu keyakinan.

    Pada suatu kesempatan beliau ﷺ mengutuk kelakuan poro Ahli Kitab yang membuat patung/menggambar orang Solih dan Nabi mereka, sebagaimana hadis di bawah ini

    عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ، أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ، وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ، فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ:«إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ، بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ»

    Dari Aisyah Ummul Mukminin, bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Mereka menceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda:

    "Sesungguhnya orang-orang tersebut, apabila di antara mereka ada seorang yang saleh dan dia wafat, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat gambar-gambar di dalamnya. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah pada hari kiamat."
    HR. Ahmad

    Sehingga, bila kita merunut hal-hal di atas pelarangan atas صوَّرَ dilandasi agar umat Islam jangan sampai terjerumus ke dalam kesyirikan sebagaimana yang sudah terjadi pada umat-umat sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan Rosulullah Muhammad ﷺ adalah utusan terakhir yang menerima wahyu, sedangkan setelah beliau wafat tidak ada lagi Rosul sampai hari kiamat. Sehingga apa yang Rosulullah lakukan adalah bentuk pencegahan/preventif agar umatnya selamat.

    Islam dan Seni

    Kendati Rosulullah melarang keras segala hal visual yang berbentuk makhluk bernyawa, nyatanya masih terdapat celah kebolehan jenis صُوَرَ  sebagaimana yang dijelaskan sohabat Ibnu Abbas,

    عن سعيد بن أبي الحسن قال: جاء رجل إلى ابن عباس، فقال: إني رجل أصور هذه الصور، فأفتني فيها، فقال له: ادْنُ مني، فدنا منه، ثم قال: ادْنُ مني، فدنا منه حتى وضع يده على رأسه، وقال: أنبئك بما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: "كل مصور في النار، يُجعل له بكل صورة صورها نفساً، فتعذبه في جنهم"، وقال: إن كنت لا بد فاعلاً، فاصنع الشجر، وما لا نفس له.

    dari Saeed bin Abi Al-Hasan yang mengatakan: Seseorang datang kepada Ibnu Abbas dan berkata. : Aku adalah orang yang membuat gambar-gambar, lalu dia memberiku fatwa tentang gambar-gambar itu, lalu dia berkata kepadanya: Mendekatlah padaku, maka dia mendekat. Lalu dia berkata: Mendekatlah padaku, maka dia mendekat padanya sampai dia meletakkan tangannya di atas kepalanya dan berkata: Maukah aku memberitahumu tentang apa yang aku dengar dari Rasulullah? Saya mendengar Rasulullah bersabda: “Setiap orang yang menciptakan gambar akan berada di neraka, dan dia akan diberi jiwa untuk setiap gambar yang diciptakannya, dan kamu akan menyiksanya di neraka. ,” dan dia berkata: Jika kamu harus melakukannya, maka buatlah pohon dan apa yang tidak berjiwa.
    HR. Muslim

    Juga, hadis lainnya yang diceritakan dalam hadis Qudsi

    قال اللهُ عزَّ وجلَّ : ومن أظلم ممن ذهبَ يخلقُ كخَلْقي ، فلْيَخْلُقوا ذرَّةً ، أو : لِيخْلُقوا حبَّةً ، أو شعيرةً

    “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku?’. Maka buatlah gambar biji, atau bibit tanaman atau gandum”
    HR. Bukhori

    Dari uraian dua hadis di atas dapat dipahami bahwa kegiatan تَصْوِيرُ   atau membuat gambar, melukis, dan sejenisnya tidak sepenuhnya mutlak diharamkan. Melainkan masih dibolehkan selagi hal tersebut bukan hal yang bernyawa, bahkan bila hal tersebut berupa gambar bernyawa harus dihilangkan unsur-unsur yang menyebabkan gambar tersebut menjadi bernyawa seperti kepala, leher, hidung, dan sejenisnya seperti pemahaman Sohabat Ibnu Abbas tadi.

    Hal itulah yang menjadikan selama kurun era Rosulullah sampai era daulah Abbasiyah (abad ke 6 sampai 12) Islam tidak memliki seni yang orisinil, setidaknya hal itu dikemukakan Richard Ettinghausen seorang ahli sejarah Jerman dalam bukunya Islamic Art and Architecture, 650-1250. Selama kurun waktu tersebut seni dalam Islam justru banyak terlihat dalam bidang arsitektur dan senin tulis menulis (kaligrafi). Di antara seni arsitektur Islam yang paling terkenal adalah Arabesque.

    Arabesque - Wikipedia 

     

    Menariknya, memasuki pertengahan era Daulah Abbasiyah dimana Islam banyak bersinggungan dengan budaya non-arab, puncak-puncaknya di era Kekhalifahan Al-Maknun beliau mendirikan perhimpunan poro cendikiawan muslim yang disebut Baitul Hikamh (House of Wisdom) di era itu banyak menelurkan karya tulis yang justru di dalamnya banyak gambar/ صوَّرَ, sebut saja seperti kitab Al-Hayawan yang merupakan ensiklopedia hewan yang ditulis Al-Jahiz (abad ke-11) di dalamnya banyak memuat gambar-gambar hewan (makhluk hidup)

     

    Ada juga Kitab Maqomat yang berisi tentang strategi perang dan teknologi karya Al-Hariri (abad ke 10)

    Al Maqamat: Beautifully Illustrated Arabic Literary Tradition - 1001  Inventions 

    Bahkan di buku catatan Muhammad Alfatih/ Mehmet II the conqueror terdapat gambar-gambar makhluk bernyawa, padahal guru beliau adalah Aaq Syamsudin yang dikenal ketat dalam urusan syariat,

    Buku Catatan Sultan Muhammad Al-Fatih Waktu Kecil, Sudah Diajari Bahasa  Arab, Persia, dan Yunani | PORTAL ISLAM 

    Sehingga, dalam perkara ini tidak benar bilamana Islam menghambat/melarang adanya seni. Sebab berkarya adalah anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala yang dengannya tidak mungkin manusia di larang atasnya. Seperti yang saya kemukakan di pendahuluan perkara صوَّرَ harus diberikan porsi hukum yang seimbang agar kita bijak dalam memahaminya. 

    Kesimpulan

    Menginjak pada sesi akhir tulisan ini, saya hanya akan mengemukakan bagaimana poro Ulama terdahulu pada akhirnya bersepakat/konsensus/ijma’ dalam persoalan ini. Kendati konsensus yang disepakati adalah hukum memanfaatkan gambar/ اِقْتِنَاعُ الصُّورَةِ namun kita juga dapat memahami bahwa sesuatu/barang yang dimanfaatkan tentu ada yang membuatnya. Jika suatu barang itu haram dimanfaatkan/dikonsumsi, tentu saja proses pembuatannya adalah haram begitu juga segala rantai produksi-distribusi-konsumsinya. Sebagai contoh khomer, dikarenakan dia haram maka yang membuatnya, pengantarnya, distributornya juga terkena laknat. Sebagaimana hadis di bawah ini

    َعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ

    “Allah melaknat khomr, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta diantarkan.”
    HR. Ibnu Majjah

    Sebaliknya sesuatu yang boleh/halal dimanfaatkan tentu pembuatnya tidak mendapatkan dosa/laknat.

    Tulisan ini kami sadur dari MUI-nya Mesir yakni Dar al-Ifta al-Misriyyah yang kami rasa cukup komprehensif membahas poin-poin pemanfaatan gambar/swuroh tadi. Berikut uraiannya,

    Haram Mutlak, bila

    1.        Gambar itu ditujukkan untuk disembah kepada selain Allah

    أشد أنواع الصور في الحرمة والإثم صور ما يعبد من دون الله، فهذه تؤدي بمصورها إلى الكفر إن كان عارفًا بذلك قاصداً له.

    Gambar yang paling diharamkan dan paling maksiat adalah gambar yang diciptakan untuk disembah selain Allah, karena hal ini menyebabkan orang yang menciptakannya menjadi kafir jika dia mengetahuinya dan bermaksud itu.

    Hal tersebut bisa dipadankan misalnya menjadi pembuat salib, menggambar figur/tokoh yang dikultuskan. Kendati dia tidak syirik, namun dia menyebabkan orang lain/membenarkan orang lain berbuat syirik sehingga hal tersebut tentu saja diharamkan dalam Islam

    2.       Gambar yang dibuat dengan niat untuk menandingi ciptaannya Allah, dalam perkara ini kembali soal niat pembuatnya saja

    ويليه في الإثم صور ما لا يعبد، ولكنه قصد مضاهاة خلق الله، أي ادعى أنه يبدع ويخلق كما يخلق الله، فهو بهذا يقارب الكفر. وهذا أمر يتعلق بنية المصور وحده.

    Dan mendekatinya dosa (yang pertama) adalah gambar-gambar dari apa yang tidak disembah, namun ia bermaksud meniru ciptaan Allah, yakni ia menyatakan bahwa ia mencipta dan mencipta sebagaimana Allah mencipta, maka dengan cara demikian ia mendekati kekafiran. Ini adalah masalah niat pelakunya saja.

    Misal, dia membuat gambar hewan A, jika dia membuat itu untuk seakan-akan menandingi Allah jelas hal itu dilarang sebab Allah adalah maha pencipta sedangkan manusia adalah ciptaan-NYA.

    3.       Gambar/foto/lukisan/patung itu diniatkan untuk diagungkan

    ودون ذلك الصور المجسمة لما لا يعبد، ولكنها مما يعظم كصور الملوك والقادة والزعماء وغيرهم الذين يزعمون تخليدهم بإقامة التماثيل لهم، ونصبها في الميادين ونحوها، ويستوي في ذلك أن يكون التمثال كاملاً أو نصفياً.

    Selain itu adalah gambar tiga dimensi dari benda-benda yang tidak disembah, tetapi termasuk di antara benda-benda yang diagungkan secara berlebihan, seperti gambar raja, panglima, pemimpin, dan lain-lain yang mengaku dapat menjadikan (negeri/wilayahnya) makmur dengan mendirikan patung-patungnya. Atau meletakannya pada tempat-tempat tertentu dan sejenisnya, dan ini berlaku sama baik patung itu utuh atau berukuran setengah (hanya kepala saja/setengah badan).

    وبعدها الصور غير المجسمة -اللوحات الفنية- التي يُعظَّم أصحابها، كصور الحكام والزعماء وغيرهم، وخاصة إذا نصبت وعلقت، وتتأكد الحرمة إذا كان هؤلاء من الظلمة والفسقة والملحدين، فإن تعظيمهم هدم للإسلام.

    Kemudian adalah gambar-gambar non 3D - lukisan seni - yang diagung-agungkan pemiliknya, seperti gambar penguasa, pemimpin yang Dholim, Fasik, (bahkan) Aties, karena memuliakan mereka dapat merusak Islam.

    Penggunaan hukum ini sama seperti poin satu dan dua, dimana walaupun pembuatnya tidak diniatkan untuk menyembah/mengagungkannya hukumnya haram termasuk transaksi jual belinya. Begitu juga yang menggunakannya juga berdosa sebab dia telah berbuat syirik.

    Makruh. Bila

    1.      Berbentuk non 3D namun untuk kemewahan

    ودون ذلك أن تكون الصورة غير المجسمة لذي روح لا يعظم، ولكن تعد من مظاهر الترف والتنعم، كأن تستر بها الجدر ونحوها، فهذا من المكروهات فحسب

    (Dan) selain itu, gambar bukan 3D namun mempunyai ruh (bernyawa) yang tidak agung-agungkan secara berlebih, tetapi dianggap sebagai wujud kemewahan dan kemewahan, seperti menutupi tembok dan sejenisnya, hal itu semata-mata tidak disukai.

    Misalnya, seseorang yang memplester kamar tidurnya dengan wallpaper bergambar Hello Kitty, Avengers, gambar-gambar hewan dan sejenisnya yang memang tidak untuk dipuja-puja melainkan hanya untuk hiasan hal itu oleh poro Ulama dianggap Makruh/dibenci/tidak dianjurkan. Hal tersebut dikarenakan sebagai Mukminin yang baik perilaku yang menjadikan kita lupa dari Allah tentu sebaiknya dihindari

    وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

    Dan orang-orang (beriman adalah) yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna
    QS. Al-Mu’minun:3

    Hal lain juga dapat diterapkan pada yang berbentuk 3D yang misal hanya untuk pajangan saja yang untuk kemewahan hal ini tentu juga tidak dibenarkan yang sebaiknya dihindari.

    2.      Bahkan, walaupaun dia bukan gambar makhluk bernyawa (mujasiddah) bila memamg itu ditujukkan untuk kemewah-mewahan alangkah baiknya dihindari

    أما صور غير ذي الروح من الشجر والنخيل والبحار والسفن والجبال والنجوم والسحب ونحوها من المناظر الطبيعية فلا جناح على من صورها أو اقتناها، ما لم تشغل عن طاعة أو تؤد إلى ترف فتكره.

    Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa seperti pohon-pohon palem, laut, kapal laut, gunung-gunung, bintang-bintang, awan-awan, dan pemandangan-pemandangan alam yang sejenisnya, maka tidak ada salahnya bagi yang memotretnya atau memperolehnya, kecuali jika gambar-gambar itu mengalihkan perhatian dari ketaatan atau mengarah pada kemewahan, yang tidak disukai.

    Boleh, bila

    1.      Untuk anak-anak

    ودونها الصور المجسمة لكل ذي روح مما لا يقدس ولا يعظم، فإنه متفق على حرمته، يستثنى من ذلك ما يمتهن، كلعب الأطفال، ومثلها ما يؤكل من تماثيل الحلوى.

    Selain itu adalah gambar tiga dimensi dari setiap makhluk hidup yang tidak disucikan atau dimuliakan, sebagaimana disepakati haram, kecuali yang dikomersialkan, seperti mainan anak-anak, dan sejenisnya atau gambar/patung permen yang bisa dimakan.

    Argumentasi pendapat ini sebagaimana hadis yang menceritakan Aisyah bermain boneka,

    كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَكَانَ لِى صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِى ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِى

    “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa salam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku”

    HR. Bukhori

    قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ « مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ». قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ « مَا هَذَا الَّذِى أَرَى وَسْطَهُنَّ ». قَالَتْ فَرَسٌ. قَالَ « وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ ». قَالَتْ جَنَاحَانِ. قَالَ « فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ ». قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ.

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tiba dari perang Tabuk atau Khoibar, sementara kamar ‘Aisyah ditutup dengan kain penutup. Ketika ada angin yang bertiup, kain tersebut tersingkap hingga mainan boneka ‘Aisyah terlihat. Beliau lalu bertanya, “Wahai ‘Aisyah, apa ini?” ‘Aisyah menjawab, “Itu mainan bonekaku.” Lalu beliau juga melihat patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya, “Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?” ‘Aisyah menjawab, “Boneka kuda.” Beliau bertanya lagi, “Lalu yang ada di bagian atasnya itu apa?” ‘Aisyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau bertanya lagi, “Kuda mempunyai dua sayap!” ‘Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang punya banyak sayap?” ‘Aisyah berkata, “Beliau lalu tertawa hingga aku dapat melihat giginya.”
    HR. Abu Daud

    Tentu bila kita melihat hadis ini, gambar yang berada di dalam rumah dibolehkan selagi gambar tersebut diperuntukkan untuk anak-anak (permainan dan sejenisnya), dan gambar/boneka tersebut tidak harus dimusnahkan misal, matanya, hidungnya, dan sejenisnya sebab secara umum hal tersebut memamg rukhsoh/kemurahan yang dibolehkan.

    2.      Untuk dihinakan

    وأخيرًا: فإن التماثيل والصور المحرمة أو المكروهة إذا شوهت أو امتهنت انتقلت من دائرة الحرمة والكراهة إلى دائرة الحل، كصور البسط التي تدوسها الأقدام والنعال ونحوها.

    Terakhir: Jika patung dan gambar yang diharamkan atau dibenci diubah atau dirusak, maka beralih dari ranah larangan dan kebencian ke ranah kebolehan, seperti gambar permadani yang diinjak kaki, sandal, dan sejenisnya.

    Contohnya kue yang berbentuk makhluk hidup (seperti hewan), tentu kue tersebut dibuat untuk dimakan (dimusnahkan) bukan untuk dipuja maka hal tersebut dibolehkan, contoh lainnya tong sampah bergambar kodok juga dibolehkan sebab fungsinya dihinakan.

    Dalam kasus yang dibolehkan ini, bila kita bekerja di toko kuenya atau pabrik pembuatan mainan anak-anak, atau bahkan penjual mainan anak-anak tentu hal tersebut tidaklah mengapa sebab memanfaatkannya saja dibolehkan sebagaimana alur berpikir yang kami kemukakan di awal sub bab.

    Tentu, dalam tulisan kami kali ini ada poin-poin yang sekiranya pembaca menemui ketidakcocokan dan kekurangan. Kami sangat terbuka atas masukan, kritik, dan saran yang membangun selagi itu memiliki argumentasi yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan.

    Sekian, semoga Allah memberikan rahmat dan ampunan-NYA

    Yogyakarta, 19 Januari 2025

    #KataCakAkbar


    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami