√ Aurat Pria dalam Tinjauan Qur'an Hadist - Cak Akbar

Aurat Pria dalam Tinjauan Qur'an Hadist

Daftar Isi [Tampil]

     


     

    ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Pendahuluan

    Pembahasan tentang aurat bagi umat Muslim merupakan perkara yang wajib diketahui dan diamalkan dalam rangka menetapi Islam yang kaafah (menyeluruh). Dalam beberapa diskursus, tema pembahasan yang acap kali dibahas hanya seputar aurat wanita. Padahal baik Muslim maupun Muslimah sama-sama memiliki kewajiban yang proporsional dalam menjaga aurat tersebut. Hal tersebut sebagaimana dalam firman Allah,

    يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْءٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

    “Wahai anak turun Adam (Manusia)! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.”
    QS. Al’Araf: 26

    Ayat tersebut menjelaskan setidaknya dua hal dari fungsi pakaian yang Allah anugerahkan kepada manusia yakni untuk berhias dan menutupi aurat yang dengannya sebagai sarana manusia (yang beriman) untuk menggapai ketakwaan kepada-NYA.

    Dalam tulisan yang sederhana ini, kiranya kami hanya mempersempit pembahasan tentang aurat pria, definisi tentang aurat itu sendiri, serta ada beberapa hadis-hadis yang nantinya saling bertentangan/kontradiktif (mukhtaliful hadist) yang dengannya kami coba komparasikan menjadi argumentasi yang sekiranya mudah dipahami. Sebagaimana gaya penulisan penulis, argumentasi yang kami berikan hanya hujjah yang berdasarkan Qur’an dan Hadist (Ucapan, Perbuatan, dan Ikrar Rosulullah ﷺ), dimana perdebatan/ikhtilaf para Ulama dalam tema ini tidak kami tampilkan, sehingga tidak mempersulit pembaca dalam memahami konteks bahasan ini.

    Definisi Aurat

    Mengutip dari Kamus Al-Munawir secara bahasa Aurat atau al-‘aurat bermakna segala perkara yang dirasa malu, aib cacat, dan cela bilamana hal tersebut tersibak/terbuka secara luas. Padanan kata ini juga dapat kita temukan dalam hadist yang secara teknis bermakna sama seperti definsi tersebut seperti beberapa hadis di bawah ini,

    من ستر على مؤمن عورة فكأنما أحيا ميتًا

    “Barang siapa yang menutupi auratnya orang Iman maka seakan-akan menghidupkan (sesuatu) yang mati”
    HR. Tobroni

    ومَن ستَر عَورةَ مُسلِمٍ ستَر اللهُ عَورتَه يومَ القيامةِ

    “Barang siapa yang menutupi auratnya orang Islam maka Allah akan menutupi aurotnya pada hari kiamat”
    HR. Muslim

    Dari kedua hadis di atas dapat kita pahami bahwa kata aurat tidak melulu dimaknai sebagai suatu bagian tubuh tertentu yang harus ditutupi, lebih luas lagi sebagai apapun perkara yang dirasa malu, aib, tercela, dan cacat bilamana hal tersebut terbuka secara luas. Jika kita berbicara dalam konteks sosial (hablumminannas) aurat di sini menjadi tanggung jawab kolektif dimana sesama hamba yang beriman harus bisa menjaga marwah/kehormatan mukminin yang lain. Sedangkan dalam perkara hamba kepada Allah (hablumminallah) konteks aurat ini tidak hanya sebagai bentuk kesempurnaan manusia (yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal budi dan rasa malu) melainakan sebagai bentuk ibadah kita sebagaimana dalam surat Al’Arof ayat 26 sebelumnya, bahwa pakaian yang Allah anugerahkan kepada kita yang darinya untuk menutupi aurat sebagai sarana kita bertakwa kepada Allah.

    Persoalan berikutnya adalah, sejauh mana aurat pria ini ditutupi? Apakah sama dengan wanita di mana hanya boleh tampak wajah dan pergelangan tangannya? Bagaimana dalam menyibak aurat tersebut? Apakah berlaku sama dalam segala kondisi atau ada “kemurahan”/rukhsoh pada kasus-kasus tertenu?

    Kompilasi Hadis Tentang Aurat Pria

    (memang) dari sekian hadis Rosulullah ﷺ seputar aurat pria, hadis yang paling lugas menjelaskan aurat pria adalah dua hadis di bawah ini

    حدثنا محمد بن عبد الرحمن الطفاوي، وعبد الله بن بكر السهمي المعنى واحد، قالا: حدثنا سوار أبو حمزة، عن عمرو بن شعيب، عن أبيه، عن جده، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مروا أبناءكم بالصلاة لسبع سنين، واضربوهم عليها لعشر سنين، وفرقوا بينهم في المضاجع، وإذا أنكح أحدكم عبده أو أجيره فلا ينظرن إلى شيء من عورته، فإن ما أسفل من سرته إلى ركبتيه من عورته.

     

    Telah berkata kepada kami Muhammad bin Abdur Rahman At-Thafasi dan Abdullah bin Bakr As-Sahamy dalam makna yang sama. Mereka berdua berkata, telah berkata kepada kami Siwar Abu Hamzah dari Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dan dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Perintahlah/latihlah anakmu menunaikan shalat pada usia tujuh tahun. Didiklah dengan pukulan (hukuman tegas) apabila telah mencapai usia sepuluh tahun. Pisahkanlah ranjang antar anak. Apabila salah seorang dari kalian menikahkan hamba sahaya atau pekerjanya, maka anak-anakmu tidak diperkenankan melihat auratnya. Sesungguhnya apa yang berada di bawah pusar sampai ke lutut adalah auratnya.

    HR. Abu Daud

    Hadis berikutnya adalah tentang Rosulullah yang menegur Sohabat Jarhad yang pahanya tersingkap ketika sedang berjalan di sekitaran Masjid Nabawi Madinah,


    عن جرهد: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رآه كشف عن فخذه، فقال: غط فخذك، فإن الفخذ من العورة. رواه الترمذي

    Diriwayatkan dari Jarhad bahwa Rasulullah ﷺ melihat Jarhad membuka area pahanya, bersabdalah beliau: “Tutuplah pahamu. Sesungguhnya paha merupakan bagian dari aurat

    HR. Tirmidzi

    Uraian dua hadis di atas mengindikasikan, dalam suatu kesempatan Rosulullah ﷺ menegaskan bahwa aurta pria adalah pusar sampai lutut, dalam hadis lain Rosulullah ﷺ menjelaskan bahwa paha hanya sebagian dari aurat.

    Namun, dalam kesempatan lain dengan sengaja Rosulullah sendiri pernah tersingkap pahanya bahkan disaksikan langsung oleh beberapa sohabat. Hadis ini adalah kisah ketika peristiwa perang Khoibar dimana dalam salah satu babak hadis tersebut dikisahkan Sohabat Annas bin Malik yang dibonceng Rosulullah ﷺ tatkala melewati lorong/gang di daerah Khoibar paha Rosulullah tersingkap dan Annas melihat pahanya Nabi yang putih, bahkan dalam kesempatan yang sama lututnya Annas bin Malik menyentuh pahanya Rosulullah ﷺ

    روى أنس ـ رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم يوم خيبر حسر الإزار عن فخذه حتى أني لأنظر إلى بياض فخذ النبي صلى الله عليه وسلم

    “Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi saw pada peperangan Khaibar menyingkap sarungnya sampai pahanya sehingga aku dapat melihat putihnya kulit paha Nabi Shalallahu 'alaihi wa Sallam”

    HR. Bukhori

    وإن ركبتي لتمس فخذ نبي الله - صلى الله عليه وسلم - ثم حسر الإزار عن فخذه حتى إني أنظر

    “(dan) sesungguhnya lutuku (Annas bin Malik) niscaya menyentuh pahanya Nabi ﷺ kemudian pakaian bawahnya nabi tersingkap sehingga aku dapat melihat pahanya Nabi”

    HR. Muslim

    Tentu, jika dalam hal ini paha merupakan bagian dari aurat pria yang harus ditutupi kenapa Rosulullah membiarkan pahanya tersingkap? Dan jika memang paha adalah bagian dari aurat lantas mengapa Sohabat Annas bin Malik menceritakan pahanya Nabi ﷺ yang putih?

    Hadis berikutnya adalah kisah yang cukup menarik dimana Rosulullah dengan sengaja membiarkan pahanya terbuka di hadapan Abu Bakar dan Umar namun menutup pahanya ketika di hadapan Utsman. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Aisyah

    - كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم مُضطجِعًا في بيتِه كاشفًا عن فخِذَيْه فاستأذَن أبو بكرٍ فأذِن له وهو على تلكَ الحالِ فتحدَّث ثمَّ استأذَن عُمَرُ فأذِن له وهو على تلكَ الحالِ فتحدَّث ثمَّ استأذَن عُثمانُ فجلَس رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وسوَّى ثيابَه فدخَل فتحدَّث فلمَّا خرَج قالت عائشةُ : يا رسولَ اللهِ دخَل أبو بكرٍ فلَمْ تَهَشَّ له ولَمْ تُبالِ به ثمَّ دخَل عُمَرُ فلَمْ تَهَشَّ له ولَمْ تُبالِ به ثمَّ دخَل عُثمانُ فجلَسْتَ فسوَّيْتَ ثيابَك ؟ فقال النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : ( ألَا أستحي مِن رجُلٍ تستحي منه الملائكةُ )

    Telah ada suatu saat Rosulullah duduk bersandar di rumahnya dalam keadaan pahanya tersingkap, kemudian datanglah Abu Bakar izin bertamu kemudian Rosulullah mengizinkannya sedangkan Rosulullah dalam keadaan seperti itu (pahanya tersingkap) dan berbincang-bincang dengannya. Kemudian datanglah Umar izin bertamu, sedangkan Rosulllah dalam keadaan seperti itu (pahanya tersingkap) dan berbincang-bincang dengannya. Kemudian datanglah Utsman lalu Rosulullah memanjangkan bajunya (menutupi pahanya) dan berbincang-bincang padanya. Setelah Utsman pergi Aisyah berkata “Wahai Rosulullah, mengapa ketika Abu Bakar dan Umar masuk engkau tidak menutup pahamu sedangkan ketika Utsman datang engkau merapihkan pakainmu (menutup pahanya)?” Rosulullah pun menjawab “(wahai Aisyah) adakah aku tidak malu kepada pria yang Malaikat saja malu kepadanya?”

    HR. Muslim

    Memang konteks hadis tersebut membahas manaqib/keistemawaan Sobabat Utsman yang Malaikat saja segan terhadapnya. Namun, dalam konteks aurat yang tengah kita bahas, hadis ini menjadi menarik, mengapa saat Abu Bakar dan Umar masuk nabi membiarkan pahanya terbuka sedangkan saat Utsman tidak? Memang ketiga sohabat mulai tersebut, secara langsung adalah mahromnya Nabi, Dimana Abu Bakar dan Umar adalah ayah mertua nabi (sebab Nabi menikahi Aisyah binti Abu Bakar dan  Hafsoh binti Umar) dan Utsman adalah menantu nabi (sebab menikahi Ruqoyah dan Umu Kultusm yang lantas dijuluki Dzuunuroini/pemilik dua cahaya). Tapi mengapa perlakuannya berbeda jika ketiga sohabat tadi adalah mahrom?

    Kesimpulan

    Tentu, jika kita mengambil kesimpulan/istinbath dengan hati-hati dan pendapat yang kuat/rajih hadis tentang sabda Nabi bahwa aurat pria adalah dari pusar sampai lutut menjadi fatwa yang aman untuk diterapkan. Namun hadirnya fakta-fakta lain dimana, pada persitiwa-persitiwa tertentu Rosulullah ﷺ menyibak pahanya menjadi diskusi menarik untuk dibahas. Terlebih jika kita melihat fenomena hari ini, seperti pria yang berolahraga sepak bola dimana lazim terlihat pahanya menjadi topik yang didebatkan khalayak dan menjadikan hadis tentang paha dan lutut adalah aurat menjadi trending topic kembali.

    Memang topik seperti ini dalam tema ulumul hadist disebut mukhtaliful hadis dimana “seperti” ada kontradiksi dari apa yang Rosulullah ﷺ sabdakan dengan apa yang “terkadang” Rosulullah amalkan. Tentu poin yang harus dipahami bersama bahwa Rosulullah ﷺ adalah pribadi yang ma’shum/terjaga dari dosa dimana mustahil apa yang Rosulllah sabdakan dan kerjakan bertentangan dengan wahyu ilahi (kecuali dalam beberapa kasus Rosulullah yang khilaf/keliru memang diakui sendiri oleh Rosulullah dan ditegur dalam ayat Qur’an). Sehingga bagaimana kita menarik kesimpulannya?

    Kembali pada bagian pendahuluan dimana esensi daripada pakaian adalah untuk manusia berhias dan menutup aurat, dalam hal ini jika kita gunakan nalar kita apa yang membedakan kita manusia dan hewan adalah hewan tidak memiliki akal budi dan rasa malu, dimana hewan tidak berbusana kemanapun mereka dan tidak memiliki rasa malu atas ketidak berbusananya tersebut. Sedangkan manusia (yang masih berakal) tentu akan malu bila tidak berbusana bukan? Sehingga (pada sebagian Madzshab Fiqih) berpendapat sebetulnya esensi aurat pria adalah area genital yakni dubur (bokong/anus) dan qubul (kemaluan). Argumentasi tersebut dilandasi dari hadis di bawah ini,

    لا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إلى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، ولا المَرْأَةُ إلى عَوْرَةِ المَرْأَةِ، ولا يُفْضِي الرَّجُلُ إلى الرَّجُلِ في ثَوْبٍ واحِدٍ، ولا تُفْضِي المَرْأَةُ إلى المَرْأَةِ في الثَّوْبِ الواحِدِ. وفي رواية: مَكانَ «عَوْرَةِ»: عُرْيَةِ الرَّجُلِ، وعُرْيَةِ المَرْأَةِ

    “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan langsung dengan laki-laki lain dalam satu kain, dan seorang perempuan tidak boleh bersentuhan langsung dengan perempuan lain dalam satu kain.”

    Dalam riwayat lain, kata “aurat” diganti dengan “ketelanjangan laki-laki” dan “ketelanjangan perempuan”.

    HR. Muslim

    Hadis di atas jelas, konteks aurat ialah telanjang/nirbusana yang praktis ketika seseorang tanpa busana alat kelaminnya pasti terlihat. Tentu (sekali lagi) sebagai manusia yang berakal, siapa yang tidak malu jika kemaluan/aurat dilihat orang lain?

    Sehingga, jika kita memahami Hadist secara menyeluruh/holistik, hadis-hadis tentang aurat tadi sama sekali tidak bertentangan, bahkan  saling memperkuat satu sama lain. Apa buktinya? Sebagaimana kita ketahui bahwa pusar dan lutut/paha adalah bagian dari tubuh yang dekat dengan kemaluan, sehingga darinya logis bila Rosulullah melarang area tersebut terlihat. Apa yang Rosulullah ﷺ lakukan ini sebagai bentuk meramut/membina umatnya dan dalam rangka pencegahan/preventif agar jangan sampai auratnya tersibak. Tentu bagian paha dan pusar yang terekspos sangat rawan terjadi aurat (bagian genital) tadi tersibak. Sebabnya Rosulullah ﷺ mewanti-wanti kita agar hal tersebut tidak terjadi.

    Jika kita lihat kasusnya Anas bin Malik, Abu bakar, dan Umar yang melihat paha Rosulullah, jika kita amati hal tersebut terjadi di tempat yang tidak terekspos orang banyak (Annas di gang sempit, Abu Bakar dan Umar di Rumah Rosulullah) berbeda dengan Sohabat Jarhad yang menyikap pahanya di area publik yang dengannya praktis Rosulullah menegur. Sebabnya (sebagian Ulama) menganggap memperlihatkan bagian paha di area publik sebagai perbuatan makruh tanzih/perbuatan yang amat tercela, sehingga bila tidak dalam kondisi yang mendesak dan mengharuskan tentu saja lebih baik berbusana yang bagus dan lebih banyak menutup aurat.

    Tentu implementasi hal ini tidak berlaku jika sedang dalam keadaan menyendiri/khalawat di area privasi seperti di kamar mandi atau dihadapan suami/isteri, membuka aurat justru diperbolehkan.

    Sekian, semoga Allah memberikan manfaat dan barokah

     

    ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Yogyakarta, 4 Februari 2025

    #KataCakAkbar

     

    Ajining Rogo ing Busono

    Nilai berharganya diri adalah dari apa yang kita kenakan/busana

    Good Wear, Good Respect


    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Hai

    Klik Kontak Whatsapp Di Bawah Ini Untuk Mulai Mengobrol

    Pemilik Cak Akbar
    +6282136116115
    Call us to +6282136116115 from 0:00hs a 24:00hs
    Hai, ada yang bisa saya bantu?
    ×
    Tanya Kami